Friday, 7 September 2018

Konsep Rehabilitasi

Healing Constraints

Faktor terpenting dalam mempertimbangkan rancangan program rehabilitasi yaitu faktor penyembuhan secara fisiologis.

Berikut perbedaan waktu penyembuhan cidera dari berbagai jaringan



Secara umum, perbedaan jenis jaringan dan kekuatan jaringan berkurang setelah cidera, tetapi seiring waktu berlalu dan dimana proses penyembuhan terjadi, kekuatan jaringan akan meningkat. Status usia, kesehatan dan nutrisi atlet serta besarnya cidera adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam cepatnya penyembuhan fisiologis dan  program rehabilitasi harus terstruktur.

Jaringan konektif, yang memiliki berbagai bentuk atau berbagai jaringan lainnya, dideskripsikan oleh Hooke's law dan kurva stress-strain pada gambar berikut.

                                               
Komposisi spesifik dan pengaturan serat jaringan penghubung menentukan reaksi jaringan terhadap stres. Contohnya, peregangan ligament relatif lebih besar daripada tendon pada besarnya tekanan cidera yang sama. Peregangan Ligament lebih besar karena lebih irregular atau  banyak arah pengaturan pada serabut collagennya dibandingkan dengan tendon dimana tendon lebih resisten terhadap tekanan.

Pada grafik kurva stress-strain berikut ini menjelaskan bagaimana efek stress pada jaringan penghubung.


Pada gambar di atas menggambarkan kurva sinusoidal dengan area spesifik mencakup  toe, elastic region, plastic region, dan point of failure. Toe area lebih regang pada jaringan penghubung hingga batas titik regangnya. Elastic point dimulai saat jaringan meregang melampaui batas 2% panjang regangnya. Dalam elastic region, jaringan kembali ke panjang regangan awalnya. Pemanjangan permanen terjadi pada derajat dimana jaringan kembali pada panjang istirahatnya skitar 4% yang dikenal sebagai plastic region. Pemanjangan permanent dihasilkan dari gangguan nyari beberapa tetapi tidak semua serabut collagen ada dalam jaringan penghubung. Akhirnya, titik kegagalan jaringan penghubung dihasilkan dari regangan melampaui batas 6% sampai 10 % panjang jaringan istirahatnya. Demikian pula, berlebihnya penerapan stress p[ada jaringan dapat menimbulkan kegagalan pada jaringan itu sendiri. Rehabilitasi harus mengakomodasi rentannya penyembuhan jaringan karena kemampuannya menahan tekanan stress dikompromikan lebih awal dalam rehabilitasi.


sumber gambar dari buku
 to be continue....

untuk memaksimalkan pengetahuan, maka artikel ini diupdate pendek per artikel...









Dasar Teori Respon Tubuh terhadap Cidera

Cidera dapat menimbulkan problem seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot. Nyeri dan bengkak merupakan sinyal bagi spesialis rehabilitasi dan atlet bahwa telah terjadi tanda kerusakan jaringan yang mendasari keputusan klinis dalam mempertimbangkan rehabilitasi exericse yang akan diberikan kepada atlet terkait dengan problem cidera yang dialaminya. Problema yang timbul pada cidera seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot dapat menghambat terapi latihan.

 Aktivitas Reseptor Afferent Perifer

Nyeri dapat bersifat akut, kronik, dan persisten.
Nyeri akut terjadi setelah cidera dan terjadi dalam durasi singkat ( beberapa hari). Nyeri akut merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah.
Nyeri kronik terjadi setidaknya kurang lebih 6 bulan, hilang timbul, dan resisten terhadap intervensi atau treatment. Nyeri kronik menjadi panjang setelah cidera awal sembuh sebagai akibat dari perubahan biomekanik atau kebiasaan tubuh bersikap dalam mempertahankan bagian tubuh untuk mengindari nyeri. orang yang mengalami nyeri kronik biasanya akan merasakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan nyeri itu sendiri.
Nyeri persisten berbeda dengan nyeri kronik, secara umum nyeri persisten terjadi sebagai respon dari treatment yang berkepanjangan melebihi waktu dimana terjadi beberapa kondisi yang varibel dan adanya perubahan interpretasi seseorang terhadap nyeri itu sendiri, artinya nyeri yang ada pada dirinya sudah melewati ambang batas. Tipe nyei persisten ini dapat merubah komponen kebiasaan kognitif pada otak yang dimana dibutuhkan penanganan psikolog untuk mengatasi nyeri seperti ini.

Mengontrol edema  (yang terjadi pada jaringan lunak di luar sendi) dan mencegah terjadinya efusi ( cairan berlebih di dalam sendi) merupakan proses rehabilitasi yang kritis untuk berbagai alasan. Edema dapat meningkatkan tekanan lokal pada jaringan dimana terjadinya kompresi saraf sensoris ending dan berperan dalam sensasi nyeri. Efusi sendi meningkatkan tekanan intraartikular dan aktifitas saraf afferent yang berperan dalam inhibisi otot. Faktanya, bahwa kecilnya peningkatakn cairan pada sendi (sekitar 10mL) dapat menghasilkan 50% sampai 60% penurunan kontraksi maksimum otot quadriceps.

Modalitas elektro terapi merupakan insturment untuk mengontrol dan mengurangi respon cidera berupa nyeri, bengkak, dan spasme otot, dimana atlet dapat memulai terapi latihan awal seperti latihan ROM (range of motion) dan latihan penguatan otot untuk mencegah imobilisasi dan disuse. Modalitas terapi membantu tubuh mengurangi respon terjadinya inflammasi tetapi sedikit mengganggu proses penyembuhan jaringan. Oleh karena itu, penggunakan modalitas elektro terapi harus dipilih yang  intensitasnya rendah, seperti ultrasound dengan dosis intensitas rendah dapat memfasilitasi proses penyembuhan saat diaplikasikan selama fase granulasi healing proses. Hanya dengan terapi latihan menggunakan dosis yang tepat dapat mengembalikan pemulihan cidera awal untuk beradaptasi dengan aktivitas fisik atlet.

Latihan pada fase rehabilitasi awal mengurangi efek yang merugikan seperti diuse atau imbolisasi. Atlet dapat meningkatkan kondisi fisiknya dengan training , namun training itu segera membalikkan keadaannya ketika aktivitas berhenti atau berkurang, dengan efek nyeri menjadi jelas dalam waktu singkat seperti beberapa hari. Sayangnya, kondisi tubuh karena cidera berbalik lebih cepat daripada kondisi perbaikan.  Sebagai contoh, seseorang yang tidak terlatih, dapat meningkatkan kondisi cardiovascularnya 1% per hari dengan training, tetapi laju pembalikkan kondisi lebih besar yaitu 3% sampai 7% jika mereka menjadi tidak aktif. Oleh karena itu, atlet yang masa inaktivitasnya lama akan lama juga mengembalikan level preinjury fitnessnya.

kesimpulan: Mengurangi atau menghilangkan nyeri, bengkak, dan efusi sendi secepatnya. Sumber aktivitas saraf afferent menghasilkan refleks inhibisi yang berhubungan dengan otot dimana dapat menjadi penghambat proses rehabilitasi.




sumber gambar pencarian google
sumber artikel buku (hubungi untuk mengetahui buku yang dimaksud)

to be continue...










Tuesday, 4 September 2018

Part 1 - prinsip pemeriksaan

Rehabilitasi merupakan bagian konseptual yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu kondisi pemulihan pada fungsi fisik tubuh. Rehabilitasi fisik berkaitan dengan pemulihan kondisi fisik karena cidera atau disfungsi pada bagian tubuh tertentu.
Proses rehabilitasi fisik melibatkan berbagai profesi kesehatan yang dimana memiliki kemampuan medis masing-masing secara spesifik untuk menangani cidera pada atlet melewati perkembangan masa pemulihannya. Profesi medis yang berhubungan yaitu dokter, fisioterapi, pelatih atlet, nutrisionist, perawat, strength and conditioning specialist, coach, clergy, dan psikologis.

Sebelum memulai program rehabilitasi cidera pada atlet, wajib dimulai dengan melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap. Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya juga keluar dari pemeriksaan yang secara umum dan spesifik untuk memastikan apakah ada temuan kondisi patologis lain dan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kondisi fisik atlet. Keputusan klinis yang ditegakkan sangat berpengaruh terhadap informasi yang dibutuhkan guna memberikan program rehabilitasi yang tepat pada pemulihan cidera pada atlet.

Pemeriksaan fisik yang spesifik dan menyeluruh yaitu pada kualitas lingkup gerak sendi, fleksibilitas otot, kekuatan otot, proprioception, postur, dan ambulasi dan pola gerak dalam berjalan, sebagai tambahan kriteria pemeriksaan yang spesifik dan akan menghubungkan berbagai problem yang berkaitan. Temuan pemeriksaan fisik dapat menghasilkan berbagai problem pada area tubuh lain yang dialami atlet paska cidera.

Rehabilitasi efektif terjadi ketika tenaga medis profesional melakukan koordinasi baik secara tertulis dan lisan dalam bentuk dokumentasi yang lengkap. Selain itu penelitian hasil medical record akan menjadi gambaran yang akurat pada kondisi atlet. Selanjutnya pastikan dokumentasi kondisi atlet sesuai dengan pemeriksaan dan secara berkala rekam kembali setiap perubahan status yang terekam. Hal ini sangat membantu tenaga medis lain dalam membutuhkan informasi sebagai dasar pertimbangan proses rehabilitasi atlet selanjutnya.

Berikut fondasi program rehabilitasi yang merupakan kunci dalam komponen pemeriksaan fisik
1. Riwayat
2. Pemeriksaan spesifik
a. Neurologi: sensasi lewat pemeriksaan dermatom, kekuatan melalui pemeriksaan myotome dan refleks
b. Muskuloskeletal: lingkup gerak sendi/kelenturan, strength,koordinasi,agility, tes khusus, dan tes performa fungsional.
c. Cardiopulmonal: laju respirasi, heart rate, pemeriksaan sirkulasi darah
d. Integumen: kondisi kulit, warna, dan temperatur
3. Assessment
a. List problem : goal jangka pendek (1-2 minggu) , goal jangka panjang (fungsional goal) dan rehabilitasi potensial
4. Rencana
a. Intervensi spesifik dan frekuensi dan durasi treatment
b. Mengurangi nyeri
c. Mengurangi proses inflamasi pada trauma
d. Mengembalikan aktivitas full dan bebas nyeri ROM
e. Mengurangi efusi
f. Mengembalikan kekuatan, endurance, dan power otot menyeluruh
g. Mengembalikan aktivitas fungsional bebas dari gejala seperti pada cidera awal.


Gambar di atas adalah respon tubuh dalam menghadapi cidera, dimana menjadi acuan program dalam rehabilitasi pasca cidera. Program rehabilitasi fisik baik secara konservatif atau post operasi sangat diperlukan bagi pemulihan fisik pada atlet untuk kembali berkompetisi tanpa mengganggu proses healing pada cidera yang dialami. Setidaknya ada dua goal pada program rehabilitasi yaitu menghindari dan mencegah terjadi imobilisasi atau disuse akibat cidera dengan mempercepat proses penyembuhan luka dan menghindari tekanan berlebih pada jaringan lunak lain. Jika program rehabilitasi tidak dilakukan secara penuh maka resiko atlet mengalami cidera ulang akan terjadi. Oleh karena itu persiapan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh sangat penting dilakukan sebelum memulai program rehabilitasi pada atlet yang cidera.





Sunday, 2 September 2018




Aktivitas duduk adalah gerak rutin yang dilakukan oleh kita sebagai manusia dimana manusia adalah makhluk yang bergerak dan hidup. Duduk merupakan salah satu bagian dari aktivitas fungsional. Beberapa komponen otot tubuh saling bekerja secara sinergis dalam posisi duduk.


Tulang belakang dan panggul merupakan bagian penting dalam postur duduk. Tulang belakang bagian atas menghubungkan kepala dan kedua lengan sedangkan bagian bawah menghubungkan panggul dan kedua tungkai. Postur tubuh manusia terdiri atas 3 bagian penting secara umum yaitu kepala, extremitas, dan tulang belakang. Keseluruhan komponen ini harus bekerja secara sinergis untuk menghasilkan postur balance yang baik dan tepat.


Panggul bagaikan sebuah kapal yang menopang tulang belakang dimana kedua tungkai ikut bekerja menggerakan panggul dengan gerakan memutar, menekuk, dan geser. Sendi panggul merupakan bagian penting dalam postur tubuh dimana keseimbangan kinerja dari otot dasar panggul, bokong, dan tungkai bawah berpengaruh terhadap kualitas pergerakan sendi dan postur tubuh.


Nah, apabila terjadi ketidakseimbangan gerak pada panggul akan mempengaruhi postur dan pergerakan tubuh. Apa saja hal yang mengganggu ketidakseimbangan pada panggul dan postur?
1. Perbedaan panjang tungkai
Jika panjang tungkai bawah atau kedua kaki tidak seimbang maka akan terjadi perubahan ketinggian pada panggul dan tulang belakang ikut miring, otot-otot postur menjadi tidak seimbang dan terjadi perubahan bentuk postur seperti scoliosis.
2. Cidera pada tungkai bawah
Cidera menjadi penyumbang gangguan gerak pada panggul seperti cidera pada lutut, ankle, atau paha. Kenapa bisa mengganggu gerak panggul? Adanya nyeri menimbulkan gangguan pola gerak berjalan yang menjadikan gerak berjalan seperti pincang atau antalgic gait yang mempengaruhi panggul sehingga terjadi penguncian pada sendi panggul dan ketegangan otot-otot postur yang mempengaruhi postur.
3. Kualitas duduk
Aktivitas duduk dapat mempangaruhi panggul dan tulang belakang. Akan dibahas lebih lanjut.
4. Nyeri pada pinggang
Sudah sering dibahas pada artikel kami. Dimana nyeri pinggang akan menyebabkan ketidakseimbangan otot postur tubuh.
5.  Keadaan neurologis
Dimana penyakit yang menyerang sistem saraf dan otak akan menyebabkan gangguan pada tubuh dan postur seperti stroke, parkinson, dll.


Sehari-hari kita beraktivitas baik bekerja, sekolah, kuliah, menghadiri seminar, bepergian dengan bis, kereta, pesawat, san kapal sudah pasti duduk. Manusia dapat duduk dengan tanpa lelah hanya maksimal 3-4 jam saja atau bahkan bisa kurang dari itu jika seseorang mengalami nyeri pinggang, bokong, dan panggul.

Biasanya kita duduk cenderung dengan postur tubuh yang membungkuk. Duduk pada otot bokong sehingga terjadi penekanan pada area sirkulasi otot bokong  seperti salah satunya otot piriformis dimana otot ini dilalui oleh saraf ischiadicus (merupakan saraf besar yang keluar dari percabangan tulang belakang). Biasanya sering terjadi penekanan berulang pada otot piriformis ini. Akibatnya sirkulasi terganggu dan terjadi iritasi dan penekanan pada saraf ischiadicus. Biasanya kaum pria senang menarug dompet di saku belakang celananya, ini juga menjadi bagian penyebab penekanan otot piriformis.


Duduk dengan postur membungkuk sangatlah tidak baik. Kita cenderung melakukannya tanpa sadar karena duduk dengan postur tegak sungguh melelahkan. Apakah benar manusia dapat duduk tegak sempurna seharian penuh? Jawabannya tentu saja tidak bisa.


Duduk tegak sempurna selama seharian sangat mustahil dilakukan manusia. Kecuali jika dia belajar bersikap seperti keluarga bangsawan dan tentara militer yang wajib tegak 24 jam. Tetapi kenyataan sesungguhnya manusia awam sulit duduk tegak sempurna. Ada kalanya ketika sudah duduk tegak selama 2 jam otot-otot di bagian punggung sudah sangat lelah. Kenapa demikian?


Kita duduk tegak dengan menegakkan punggung memang duduk akan terlihat tegak. Tetapi tahukah Anda bahwa otot-otot punggung kita paksa untuk tegak, seberapa lama sih otot punggung dapat menahan tulang belakang terlihat tegak? Begitulah jika kita berusaha untuk duduk tegak tetapi malah mudah merasa kelelahan dan punggung terasa berat bagaikan menopang batu dimana panggul berotasi terlalu ke depan dan pinggang terlihat lebih cekung yang menyebabkan nyeri pada pinggang, kemudian kita kembali duduk membungkuk karena merasa lebih ringan.
Problema ini pasti selalu kita alami. Mau duduk tegak tetapi sudah kelelahan setelah 2 jam atau bahkan kurang dari 2 jam. 

Well, duduk membungkuk tentu tidak baik. Duduk membungkuk dapat menyebabkan postur bungkuk udang. Jika dilakukan berulang dan setiap hari selama berjam-jam lamanya maka akan terjadi locking movement atau penguncian sendi pada tulang belakang thoracal ( tulang punggung atas). Tulang thoracal yang sering mengalami penguncian biasanya di Th4-Th6. Tentu saja puncak thoracal yang tadinya di sudut Th4 menjadi Th6 atau Th7. Bahkan kurva thoracal meningkat lebih dari 40 derajat. ( kurva setiap orang untuk thoracal berbeda-beda, jika lebih dari 40 derajat sudah menjadi kifosis atau bungkuk udang). Selain itu, otot-otot pada punggung atas akan menjadi tegang dan seperti otot rhomboid cenderung bekerja lebih keras dan mudah mengalami kelemahan. Otot pinggang juga mengalami kelelahan dan ketegangan, biasanya otot quadratus lumborum menjadi nyeri dan erector spine menjadi tidak seimbang.


Baiklah, jika kita selalu saja merasa tidak nyaman duduk tegak dengan menenggakan punggung sehingga tampak duduk tegak, marilah kita rubah sikap ini. 
Duduk yang tepat dan baik sangatlah mudah dan sederhana dilakukan. Sendi panggul bagaikan sebuah kapal, jika ia berotasi ke depan terlalu berlebihan maka postur menjadi hiperlordosis lumbal ( postur pantat bebek), jika berotasi ke belakang berlebigan akan menjadi bungkuk udang. Pola gerak pada sendi panggul adalah kunci duduk yang tepat.
Panggul merupakan persambungan sendi besar yang berisikan rongga perut, perkemihan, dan reproduksi. Pada bagian belakang terdapat tulang ekor yang menjadi bagian ujung dari sendi panggul. Tulang ekor inilah yang dapat mempengaruhi kualitas duduk.



Duduk yang baik cukup dengan duduk pada tulang ekor. Cara memposisikan duduk, rabalah tulang ekor pada ujung panggul belakang,  saat duduk, duduklah pada tulang ekor tersebut, otomatis otot-otot pada tulang belakang akan terasa lebih rileks menjaga postur duduk, sedangkan tungkai bawah berada pada sudut 90 derajat. Jika kursi duduk terlalu tinggi, ambillah ganjalan untuk menambah ketinggian kaki sehingga tungkai bawah 90 derajat. Posisi duduk di tulang ekor dan tungkai pada posisi 90 derajat akan memberikan kualitas duduk yang lebih rileks dan nyaman. Pilih juga kursi duduk yang ergonomis untuk bekerja. Tentu saja, duduk yang baik juga ada baiknya diselingi dengan berdiri dan berjalan setelah duduk selama 3 jam untuk menjaga kesehatan tubuh.

Mulai sekarang marilah duduk dengan baik dan tepat. 


Semoga bermanfaat..

*sumber gambar dari berbagai pencarian dari google. 

Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer