Efek dari immobilisasi
(effect of immobilization)
Yang dimaksudkan dengan imobilisasi yaitu tidak ada
pergerakan, pergerakan ini yang dimaksud pada bagian tubuh yang mengalami
cidera dan tidak digerakkan dalam kurun waktu tertentu, misalnya cidera pada
lutut kemudian dilakukan operasi dan tidak digerakkan selama beberapa hari
hingga bulan. Disini akan terjadi berbagai masalah yang diterima oleh struktur
jaringan tubuh yaitu sebagai berikut:
A.
Pada otot
-
Terjadi penurunan kekuatan otot
-
Penurunan ukuran otot dan pengurangan
tension per unit otot
-
Penurunan jumlah dan ukuran mitokondria
-
Peningkatan kontraksi otot
-
Perubahan structural dan metabolic pada sel
otot dalam 2 jam imobilisasi
-
Ukuran serabut otot berkurang 14%-17%
setelah 72 jam imobilisasi.
-
Setelah 5-7 hari imobilisasi terjadi
penurunan masa otot menimbulkan atrofi
-
Otot tipe I dan otot tipe II serabutnya
menjadi atrofi, penurunan kontraktil otot tipe I lebih besar disbanding otot
tipe II.
-
Penurunan ATP, ADP, creatin, creates
phosphor, dan glycogen, penurunan sintesis protein dalam 6 jam imobilisasi
-
Terjadi peningkatan muscle fatigue karena
penurunan kapasitas oksidatif otot. Penurunan pada konsumsi maksimal oksigen,
level glikogen, dan tingginya energy fosfat.
-
Penurunan mitokondria dalam 7 hari
imobilisasi yang menyebabkan pengurangan respirasi sel dan penurunan daya tahan
otot.
-
Perubahan panjang otot terkait atrofi.
Imobilisasi menyebabkan pemendekan otot sehingga ekstensibilitas otot menurun.
B.
Periarticular
connective tissue
-
Periarticular connective tissue yaitu
meliputi ligament, tendon, membrane synovial, fascia, dan kapsul sendi.
-
Dua komponen jaringan konektif fibrous
yaitu sel dan ekstraselular matrix. Matrix terdiri atas collagen dan serabut
elastin dan nonfibrous substance.
-
Imobilisasi menyebabkan arthrofibrosis
yaitu ankylosis, joint stiffness, joint contracture.
-
Penurunan air dan glycosaminoglycan yang
menyebabkan penurunan matrix ekstraselular
-
Penurunan ekstraselular matrix yang
berhubungan dengan penurunan lubrikasi antara serabut cross-link
-
Penurunan masa collagen
-
Peningkatan collagen turnover, degradasi,
dan sintesis
-
Peningkatan abnormal serabut collagen
cross-link
-
Pergerakan sendi sangat esensial untuk
mencegah kontraktur dan adhesi dalam sendi. Tekanan dan gerak fisik memodulasi
sintesis proteolycan dan collagen dalam
sendi yang normal. Stress dan gerak juga
berpengaruh terhadap deposisi sintesis baru dari serabut collagen yang
ditujukan pada collagen untuk menahan stress regangan sendi. Gerak sendi menahan kontraktur jaringan
periarticular dengan mekanisme berikut:
·
Menstimulasi sintesis proteoglycan dengan
lubrikasi dan pertahanan jarak antar serabut jaringan
·
Merandom disposisi serabut collagen baru
untuk menahan stress ketegangan sendi
·
Mencegah formasi abnormal cross-link matrix
dengan mencegah serabut-serabut tetap pada posisinya. Martrix dapat berubah
disebabkan oleh imobilisasi pada struktur ligament, kapsul, tendon, dan fascia.
Perubahan tersebut termasuk penurunan cairan ekstraselular dan GAG yang
mengakibatkan perubahan collagen cross-link.
C.
Articular Cartilage
Tulang rawan sendi (articular
cartilage) berada tepat pada ujung-ujung tulang yang menimbulkan gerakan
permukaan dari sendi synovial. Ketebalannya dari 1-7 mm dan kaku, dengan cartilage
yang menahan weight bearing sendi (hip
dan knee joint). Tulang rawan sendi terdiri atas serabut-serabut, ground
substance, dan sel. Serabut-serabut
rawan sendi komposisi utamanya yaitu berupa collagen tipe 2 dan dimana 57%-75% kering. Colagen menimbulkan kekuatan tegangan
dari rawan sendi dan membantu gliding permukaanya yang berlawanan. Ground substance
sama halnya dengan jaringan periarticular yang berisi air 70% sampai 80% dan proteoglycan 15% sampai
30%. Proteoglycan memiliki keunikan dengan air yang memberikan ketahanan pada
tulang rawan sendi dan mendistribusikan tekanan kompresi. Kuantitas proteoglycan
pada tulang rawan sendi berada pada sendi dimana weight bearing sendi memiliki proteoglycan
lebih besar daripada sendi non-weight bearing. Colagen dan proteoglycan diproduksi oleh
chondrocyte yaitu sel pada tulang rawan sendi.
Pegaruh imobilisasi pada tulang rawan
sendi:
-
Perubahan yang terjadi yaitu fibrilasi,
cyst formation, degenerasi kondrosit, atropi area weight bearing, sklerosis,
dan resorpsi cartilage.
-
Penurunan proteoglycan GAG yang mengurangi kemampuan rawan sendi untuk
menahan kompresi tekanan
-
Rawan sendi itu avaskuler dimana nutrisi
diperoleh dengan diffuse dan osmosis. Difusi tejadi melalui tekanan hydraulic secara
gradient dan tekanan ini ditingkatkan dengan weight bearing atau pergerakan
sendi. Kecilnya tekanan hydraulic tidak memberikan efek dimana tekanan yang
konstan berhubungan dengan nutrisi yang dibutuhkan. Tekanan intermitten yang
tinggi tidak berkontribusi banyak pada jumlah difusi. Gerak sendi dimana
peningkatan jumlah difusi dalam 3 sampai 4 kali secara static.
-
Posisi imobilisasi dalam knee flexion
menimbulkan lebih besarnya nekrosis pada chondrocyte dan degenerasi pada tulang
rawan sendi lebih besar daripada posisi knee extension. Hal ini menimbulkan
peningkatan kompresi dan tekanan intraartikular dalam posisi full flexion. Posisi
imobilisasi tidak terlalu parah pada ekstremitas atas karena sebagian beaa
hanya berupa non-weight bearing joint.
-
Kompresi yang konstan paada rawan sendi
menurunkan jumlah difusi cairan synovial dan menimbulkan nekrosis dan kematian
chondrocyte.
-
Hilangnya kontak antara permukaan rawan
sendi yang berlawanan pada weight bearing joint dan non-weight bearing joint
akan mengakibatkan perubahan degenerative yaitu hubungan kontak antara gerak
sendi dan permukaan rawan sendi.
D.
Ligament
-
Penurunan secara signifikan stress,
maksimum stress, dan stiffness
-
Penurunanan cross-sectional area pada
fibril ligament yang menimbulkan reduksi ukuran dan densitas fibril
-
Peningkatan sintesis dan degradasi collagen
yang menimbulkan peningkatan turnover
-
Disrupsi collagen yang tersusun secara
pararel
-
Reduksi tegangan dan kemampuan absorbs energy
tulang dan ligament complex
-
Penurunan level glycosaminoglycan
-
Peningakatan aktivitas osteoclastic pada
tulang-ligament junction yang menyebabkan peningkatan resorpsi tulang pada area
tersebut.
E.
Tulang
-
Dua minggu pertama setelah imobilisasi
dapat terdeteksi
-
Terjadi penurunan densitas tulang yang
berpotensi terjadinya fraktur.
Pada bagian tubuh yang mengalami
cidera, dimana setelah post operasi diperlukan penanganan dengan CPM, yaitu
continous passive movement, dapat dilakukan dengan alat CPM dan secara manual. Latihan
gerak pasif maksudnya pergerakan yang dilakukan pada bagian yang mengalami
cidera, dimana cidera tersebut dalam balutan atau perban, gerakan itu dilakukan
dengan alat atau bantuan fisioterapist.
Fungsi dari CPM yaitu
-
Menstimulasi perbaikan jaringan artikulat
yaitu cartilage, tendon, dan ligament.
-
Mencegah adhesi dan kekakuan sendi
-
Meningkatan linear dan maksimum stress,
ketegangan linear, dan kekuatan tendon.
-
Menstimulasi metabolism chondrocyte PRG4
yang baik untuk kesehatan cartilage dan sendi.
-
Menjaga ROM dan mencegah pemendekan