Sunday, 30 March 2014



Efek dari  immobilisasi (effect of immobilization)
Yang dimaksudkan dengan imobilisasi yaitu tidak ada pergerakan, pergerakan ini yang dimaksud pada bagian tubuh yang mengalami cidera dan tidak digerakkan dalam kurun waktu tertentu, misalnya cidera pada lutut kemudian dilakukan operasi dan tidak digerakkan selama beberapa hari hingga bulan. Disini akan terjadi berbagai masalah yang diterima oleh struktur jaringan tubuh yaitu sebagai berikut:
A.     Pada otot








-          Terjadi penurunan kekuatan otot
-          Penurunan ukuran otot dan pengurangan tension per unit otot
-          Penurunan jumlah dan ukuran mitokondria
-          Peningkatan kontraksi otot
-          Perubahan structural dan metabolic pada sel otot dalam 2 jam imobilisasi
-          Ukuran serabut otot berkurang 14%-17% setelah 72 jam imobilisasi.
-          Setelah 5-7 hari imobilisasi terjadi penurunan masa otot menimbulkan atrofi
-          Otot tipe I dan otot tipe II serabutnya menjadi atrofi, penurunan kontraktil otot tipe I lebih besar disbanding otot tipe II.
-          Penurunan ATP, ADP, creatin, creates phosphor, dan glycogen, penurunan sintesis protein dalam 6 jam imobilisasi
-          Terjadi peningkatan muscle fatigue karena penurunan kapasitas oksidatif otot. Penurunan pada konsumsi maksimal oksigen, level glikogen, dan tingginya energy fosfat.
-          Penurunan mitokondria dalam 7 hari imobilisasi yang menyebabkan pengurangan respirasi sel dan penurunan daya tahan otot.
-          Perubahan panjang otot terkait atrofi. Imobilisasi menyebabkan pemendekan otot sehingga ekstensibilitas otot menurun.


B.        Periarticular connective tissue





-          Periarticular connective tissue yaitu meliputi ligament, tendon, membrane synovial, fascia, dan kapsul sendi.
-          Dua komponen jaringan konektif fibrous yaitu sel dan ekstraselular matrix. Matrix terdiri atas collagen dan serabut elastin dan nonfibrous substance.
-          Imobilisasi menyebabkan arthrofibrosis yaitu ankylosis, joint stiffness, joint contracture.
-          Penurunan air dan glycosaminoglycan yang menyebabkan penurunan matrix ekstraselular
-          Penurunan ekstraselular matrix yang berhubungan dengan penurunan lubrikasi antara serabut cross-link
-          Penurunan masa collagen
-          Peningkatan collagen turnover, degradasi, dan sintesis
-          Peningkatan abnormal serabut collagen cross-link
-          Pergerakan sendi sangat esensial untuk mencegah kontraktur dan adhesi dalam sendi. Tekanan dan gerak fisik memodulasi sintesis proteolycan dan collagen  dalam sendi yang normal. Stress dan gerak  juga berpengaruh terhadap deposisi sintesis baru dari serabut collagen yang ditujukan pada collagen untuk menahan stress regangan sendi. Gerak  sendi menahan kontraktur jaringan periarticular dengan mekanisme berikut:
·         Menstimulasi sintesis proteoglycan dengan lubrikasi dan pertahanan jarak antar serabut jaringan
·         Merandom disposisi serabut collagen baru untuk menahan stress ketegangan sendi
·         Mencegah formasi abnormal cross-link matrix dengan mencegah serabut-serabut tetap pada posisinya. Martrix dapat berubah disebabkan oleh imobilisasi pada struktur ligament, kapsul, tendon, dan fascia. Perubahan tersebut termasuk penurunan cairan ekstraselular dan GAG yang mengakibatkan perubahan collagen cross-link.

C.      Articular Cartilage
Tulang rawan sendi (articular cartilage) berada tepat pada ujung-ujung tulang yang menimbulkan gerakan permukaan dari sendi synovial. Ketebalannya dari 1-7 mm dan kaku, dengan cartilage yang   menahan weight bearing sendi (hip dan knee joint). Tulang rawan sendi terdiri atas serabut-serabut, ground substance, dan sel.  Serabut-serabut rawan sendi komposisi utamanya yaitu berupa collagen tipe 2 dan dimana 57%-75%  kering. Colagen menimbulkan kekuatan tegangan dari rawan sendi dan membantu gliding permukaanya yang berlawanan. Ground substance sama halnya dengan jaringan periarticular yang berisi air  70% sampai 80% dan proteoglycan 15% sampai 30%. Proteoglycan memiliki keunikan dengan air yang memberikan ketahanan pada tulang rawan sendi dan mendistribusikan tekanan kompresi. Kuantitas proteoglycan pada tulang rawan sendi berada pada sendi dimana weight bearing sendi memiliki proteoglycan lebih besar daripada sendi non-weight bearing.  Colagen dan proteoglycan diproduksi oleh chondrocyte yaitu sel pada tulang rawan sendi.
Pegaruh imobilisasi pada tulang rawan sendi:
-          Perubahan yang terjadi yaitu fibrilasi, cyst formation, degenerasi kondrosit, atropi area weight bearing, sklerosis, dan resorpsi cartilage.
-          Penurunan proteoglycan GAG yang  mengurangi kemampuan rawan sendi untuk menahan kompresi tekanan
-          Rawan sendi itu avaskuler dimana nutrisi diperoleh dengan diffuse dan osmosis. Difusi tejadi melalui tekanan hydraulic secara gradient dan tekanan ini ditingkatkan dengan weight bearing atau pergerakan sendi. Kecilnya tekanan hydraulic tidak memberikan efek dimana tekanan yang konstan berhubungan dengan nutrisi yang dibutuhkan. Tekanan intermitten yang tinggi tidak berkontribusi banyak pada jumlah difusi. Gerak sendi dimana peningkatan jumlah difusi dalam 3 sampai 4 kali secara static.
-          Posisi imobilisasi dalam knee flexion menimbulkan lebih besarnya nekrosis pada chondrocyte dan degenerasi pada tulang rawan sendi lebih besar daripada posisi knee extension. Hal ini menimbulkan peningkatan kompresi dan tekanan intraartikular dalam posisi full flexion. Posisi imobilisasi tidak terlalu parah pada ekstremitas atas karena sebagian beaa hanya berupa non-weight bearing joint.
-          Kompresi yang konstan paada rawan sendi menurunkan jumlah difusi cairan synovial dan menimbulkan nekrosis dan kematian chondrocyte.
-          Hilangnya kontak antara permukaan rawan sendi yang berlawanan pada weight bearing joint dan non-weight bearing joint akan mengakibatkan perubahan degenerative yaitu hubungan kontak antara gerak sendi dan permukaan rawan sendi.

D.     Ligament
-          Penurunan secara signifikan stress, maksimum stress, dan stiffness
-          Penurunanan cross-sectional area pada fibril ligament yang menimbulkan reduksi ukuran dan densitas fibril
-          Peningkatan sintesis dan degradasi collagen yang menimbulkan peningkatan turnover
-          Disrupsi collagen yang tersusun secara pararel
-          Reduksi tegangan dan kemampuan absorbs energy tulang dan ligament complex
-          Penurunan level glycosaminoglycan
-          Peningakatan aktivitas osteoclastic pada tulang-ligament junction yang menyebabkan peningkatan resorpsi tulang pada area tersebut.
E.      Tulang
-          Dua minggu pertama setelah imobilisasi dapat terdeteksi
-          Terjadi penurunan densitas tulang yang berpotensi terjadinya fraktur.





Pada bagian tubuh yang mengalami cidera, dimana setelah post operasi diperlukan penanganan dengan CPM, yaitu continous passive movement, dapat dilakukan dengan alat CPM dan secara manual. Latihan gerak pasif maksudnya pergerakan yang dilakukan pada bagian yang mengalami cidera, dimana cidera tersebut dalam balutan atau perban, gerakan itu dilakukan dengan alat atau bantuan fisioterapist.
Fungsi dari CPM yaitu
-          Menstimulasi perbaikan jaringan artikulat yaitu cartilage, tendon, dan ligament.
-          Mencegah adhesi dan kekakuan sendi
-          Meningkatan linear dan maksimum stress, ketegangan linear, dan kekuatan tendon.
-          Menstimulasi metabolism chondrocyte PRG4 yang baik untuk kesehatan cartilage dan sendi.
-          Menjaga ROM dan mencegah pemendekan

Thursday, 27 March 2014



Untuk memastikan kedua tungkai kaki yang panjang sebelah perlu dilakukan pemeriksaan berikut:
-          Pemeriksaan pada posisi berdiri, inspeksi kedua kaki simetris? Ketinggian crista iliaca simetris (posterior, superior dan anterior) simetris?  Scoliosis? Chest simetris?
-          Pemeriksaan pada posisi duduk sama dengan posisi berdiri
-          Pemeriksaan pada posisi tidur terlentang, inspeksi kedua maleolus kiri kanan simetris? Tekuk kedua lutut, kemudian lihat apakah ketinggian lutut simetris? Ukur 3 kepastian berikut dengan meterline
·         Bone length : ukur dari throchanter major hip ke tuberositas tibia
·         Appreciate length: ukur dari umbilicus ke maleolus lateral ankle melewati pattela
·         True length: ukur dari crista iliaca ke maleolus medial ankle
Kemudian pastikan pemeriksaan dengan uji panjang tungkai:
·         Pasien dari posisi tidur terlentang
·         Genggam kedua maleolus lateral medial oleh FT
·         Minta pasien duduk
·         Inspeksi apakah kedua maleolus kiri dan kanan simetris?
Berikut penjelasan mengenai short leg syndrome
a.       False Short leg
Asimetris panjang tungkai yang palsu disebabkan oleh blocking malposisi sacroiliaca pada sacrum anterior dalam posisi nutasi. Posisi yang benar seharusnya iliaca berotasi ke anterior. Blocking sacroiliaca menyebabkan tungkai terlihat asimetris yang mengakibatkan perubahan postural menghasilkan nyeri karena kontraktur otot lumbosacral atau nyeri dari lumbal disfunction.
b.      True short leg
Pada medical Xray terlihat asimetris tungkai yang tidak dapat dikoreksi.




The Aging Spine
Penuaan juga mempengaruhi segmen tulang belakang. Berikut efek aging pada spine:
A.      Efek pada Corpus vertebrae
Penuaan menyebabkan penurunan densitas tulang secara progresif yang dimulai pada usia 30-40 tahun dan berlangsung terus sepanjang hidup seseorang. Proses ini banyak dialami oleh wanita setelah 8-10 tahun post menopause. Penuaan mempengaruhi tulang rawan, khususnya corpus vertebrae. Penurunan masa tulang 1-2% per tahun dan dapat mencapai 12% dalam 2 tahun berdasakan oophorectomy. Penurunan ini terkait masa tulang atau osteopenia, menyebabkan kompresi, fraktur, yang dapat terjadi secara spontan atau trauma mendadak.

B.      Efek pada diskus intervertebralis

Penuaan menyebabkan diskus dehidrasi dan fisiochemical substance terganggu.  Pada serabut collagen menjadi kaku, mengeras, dan tidak elastic seiring penuaan yang menimbulkan formasi fibrous pada serabut collagen. Proses ini disebut maturation collagen dan proses ini terus meningkat setelah kisaran usia 40 tahun.

Nucleus pulposus
Sedikit demi sedikit, nucleus pulposus menurun struktut gelatin homogeneusnya, secara otomatis kemampuan shock absorber dari nucleus pulposus menurun. Selain itu terjadi perubahan alignment serabut annulus fibrous yang menurunkan tingkat elastisitasnya. Annulus fibrosus dan nucleus pulposus berkurang cairannya seiring bertambah usia. Proses aging ini mempengaruhi cartilaginous endplates yang mengurangi sumber nutrisi nucleus, yang selama ini nutrisi nucleus didapatkan dari endplates. Penurunan kemampuan dickus intervertebralis mnyebabkan penurunan mobilitas spine dan mudah terjadi kompresi diskus dan pergeseran diskus ke posterior atau posterolateral.

C.      Osteopit
Osteopit dapat terbentuk dari degenerasi diskus intervertebralis  ketika ujung-ujung endplate terkompresi dengan penipisan yang terjadi pada diskus intervertbralis.

D.      Facet Joints
Kekakuan sistem ligamentous, penurunan ketebalan diskus menyebabkan  instabilitas intervertebral joint dan dalam beberapa kasus terjadi joint hipomobility. Degenerasi diskus juga akan menyebabkan facet joint menjadi arthrosis dan terganggunya kelenturan ligament interspinosus. Pada kasus hiperlordosis, dua segmen spinal dapat berkontak pada regio lumbal yang dikenal dengan kissing spine , bila terjadi terus secara progresif beberapa derajat akan menjadi true arthrosis dengan kompresi antar corpus vertebrae.

E.       Trophostatic syndrome pada menopause



Degenerasi seluruh diskus intervertebralis pada intensitas maksimal  disebut trophostatic syndrome pada wanita menopause. Beratnya beban abdomen dan penurunan postur abdomen, secara bersamaan dengan postural collapse dan kompresi columna vertebralis menimbulkan deformitas. Hiperlordosis menyebabkan peningkatan stress pada facet lower lumbal joint. Peningkatan stress menimbulkan peningkatan pembagian beban dan menyebabkan anterolistesis dari sudut kurva lumbal. Konsekuensi dari stress yang sama terjadi retrolistesos vertebrae superior lumbal yang menyebabkan posisi istirahat vertebrae dalam posisi posterior pada subjacent vertebrae, meningkatkan pembagian beban pada facet joint.  Deformitas yang terjadi pada prosesus spinosus yang saling berkontak satu sama lain menjadi arthrosis.

F.       Foramen Intervertbralis
Foramen intervetbralis juga mengalami perubahan sebagai hasil dari proliferasi osteopit dan degenerasi diskus  sehingga terjadi penyempitan pada foramen intervetebralis.



Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer