Saturday, 2 March 2013



KAJIAN TEORI FRAKTUR COLLUM FEMUR DENGAN
AUSTIN-MOORE PROSTHESIS

2.1 Fraktur Colum Femur
Collum Femur adalah tempat yang paling sering terkena pada manula sebagian besar adalah wanita berusia 60 Th keatas dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur columna femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian dalam kependudukan. Namun hal ini bukan semata – mata akibat penuaan, fraktur cenderung cendrung terjadi pada penderita osteopenia diatas rata – rata, banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan dan kelemahan jaringan tulang misalnya osteomalacia, diabetes militus, stroke, alkoholisme, dan penyakit kronis lain.

2.1.1. Mekanisme cidera
Cidera sering terjadi akibat jatuh (atau pukulan) pada trohanter mayor. Atau kaki wanita manula tersandung karpet dan pinggulnya terpuntir kearah ekstensi rotasi. Beberapa pasien mempunyai riwayat terkena fraktur compresi colum femur dimasa lalu.
Sekali mengalami fraktur, caput dan colum bergeser kestadium yang semakin berat (Garden, 1961). Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terinfeksi. Stadium II adalah fraktur lengkap tapi tidak bergeser. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang. Dan Stadium IV adalah fraktur berubah dengan cepat menjadi stadium IV.

2.1.2. Patologi
Caput femoris mendapat persendiaan darah dari tiga sumber (1) pembuluh intermedula pada colum femur. (2) Pembuluh cervical asendens pada retikulum capsular, dan (3) pembuluh darah pada ligamentum capitis femoris. Pasokan intramedula selalu tergantung oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat robek, kalau terdapat banyak pergeseran. Pada manula pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat kecil dan, pada 20% kasus tidak ada. Itulah yang menyebabkan tingginya insidensi cecrosis avaskuler pada fraktur colum femur yang disertai dislokasi.
Fraktur transcervical, menurut definisi, bersifat intracapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk karena (1) robekan pembuluh capsul, cidera itu melenyapkanpersendian darah utama pada caput, (2) tulang intraarticular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan callus, dan (3) cairan sinovial mencegah pembentukan hematome akibat fraktur itu. Karena itu ketetapan aposisi dan infaksi fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam caput femoris dengan mengurangi temponade (Harper, Barnes and Gregg, 1991).

2.1.3.      Gambaran Klinis
Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Tungkai pasien terletak pada posisi eksternal rotasi dan kaki tampak pendek. Tetapi, hati-hati, tidak semua fraktur pinggul sedemikian jelas. Pada fraktur yang terinpaksi pasien mungkin masih dapat berjalan, dan pasien yang sangat lemah atau cacat mental tidak mengeluh sekali pun mengalami fraktur bilateral.

2.2. Anatomi dan Biomekanik Hip Joint
Hip joint merupakan sendi yang arah gerakannya sangat luas atau yang biasa disebut dengan Ball and Socked joint. Hip joint juga bagian terpenting dalam pembentuk postur seseorang dan berperan penting dalam setiap aktivitas terutama dalam berjalan. Hip joint ini terbentuk atas beberapa tulang, ligamen, dan otot dimana kesemuanya itu saling berhubungan dan saling menguatkan.
Beberapa tulang pembentuk hip joint :
  1. Acetabulum
Acetabulum merupakan pertemuan antara os ilium, os ischium, dan os pubis yang bertugas sebagai mangkuk sendi. Dilapisi hyalin cartilage dan tertutup lagi acetabulum labrium yang merupakan fibro cartilage, keduanya tebal ditepi dan tipis di center
  1. Os Femur
Pada bagian Os femur terdapat dua bagian yang sangat terkait dalam pergerakan sendi Hip Joint, bagian itu adalah :
A.    Caput femur
Caput femur merupakan tulang yang berbentuk setengah bola dilapisi hyalin cartilage, kedistal sebagai collum femoris (sering fraktur), kedistal terdapat trochanter mayor dan minor, selanjutnya kedistal sebagai (shaff of) femur.
  1. Collum Femur
Collum femur merupakan processus tulang yang berbentuk piramidal yang menghubungkan corpus dengan caput femur dan membentuk sudut pada bagian medial. Sudut terbesar terjadi pada saat bayi dan akan berkurang seiring dengan pertumbuhan, sehingga pada saat pubertas akan membentuk suatu kurva pada aksis corpus kurva. Pada saat usia dewasa, collum femur membentuk sudut sebesar 1250 dan bervariasi tergantung pada perkembangan pelvis wanita lebih besar.

2.2.1. Ligamen
Ada beberapa ligament pembentuk hip joint, dimana ligamen-ligament ini sangat kuat sebagai penyambung antara acetabulum dan caput femur. Ada lima ligament terkuat pada hip joint, antara lain :
  1. Ligamentum Capitis Femoris
Ligament ini diliputi oleh membran sinovial yang terbentang dari fosa acetabuli dimana terdapat bantalan lemak menuju ke caput femoris, selain itu ligament ini mengandung arteria yang menuju caput femoris yang datang dari r.acetabuli arteria abturatoria. Caput femoris disuplai oleh A circumfleksa medialis dan A circumfleksa lateralis.
  1. Ligamentum Pubofemoral
Berasal dari crista obturatoria dan membrana obturatoria yang berdekatan. Ligament ini memamcar kedalam capsula articularis zona orbicularis pada khususnya melanjukan diri melalui jalan ini ke femoris.
  1. Tranverse Acetabulum Ligament
Ligament ini berfungsi menjembatani incisura acerabuli dan seluruh permukaan caput femoris.
  1. Iliofemoral Ligament
Berasal dari spina iliaca anterior  inferior dan pinggiran acetabulum serta membentang ke linea intertrochanterica. Ligament ini mempunyai daya rengang sebesar 350 kg.
  1. Ischiofemoral Ligament
Berasal dari ischium di bawah dan berjalan hampir horizontal melewati collum femoris menuju ke perlekatan pars lateralis ligament iliofemoral. Ligamnet ini mencegah rotasi medial paha.

2.2.2. Osteokinematik Hip Joint
Hip merupakan sendi Ball and Socked joint sehingga gerakan sendinya sangat luas kesegala arah, adapun gerakan yang terjadi pada hip joint adalah :

2.            Fleksi
Otot penggerak utamanya adalah :
2.2.Iliacus :
Origonya : Superior 2/3 dari fossa iliaca crest, anterior crest, anterior sacroiliaca, dan iliolumbal ligament, ala of sacrum.
Insersionya : tendon dari psoas major, dan body of femur
2.3.Psoas mayor :
Origo : sides of vertebral bodies dan conesponding intervertebralis disc of T12-L5 dan procesus transversus dari L1-L5.
Insersio : Leser trochanter of femur
Sedangkan otot lain yang berhubungan dengan gerak fleksi adalah
2.4.Sartorius :
Origo : anterior superior iliac spine, upper aspec of iliac notch
Insersio : Proksimal aspec of medial surface tibia
3.            ekstensi
3.2.Gluteus Maksimus
Origo : Posterior gluteal line of ilium, iliac crest, dorsum of sacrum dan cocyx, saerotuberous ligament
Insersio : iliotibial tract, gluteal tuberositas femur
·         Semitendinosus :
Origo : ishial tuberositas
Insersio : Proksimal aspect of medial surface tibia
·         Semimembrannosus
Origo : ischial tuberositas
Insersio : Medial condilus tibia
·         Biceps Femoris :
Origo : Ischial tuberositas, lateral tip of linea aspec femur dan lateral intermuscular septum
Insersio : Lateral aspect of head fibula
4.            Abduksi
·         Gluteus medius
Origo : outer surface ilium antara dan posterior dan anterior gluteal lines
Insersio : Greater trohanter femur
·         Gluteal Minimus :
Origo : outer surface ilium antara anterior dan posterior gluteal lines
Insersio : greater trohanter femur
Sedangkan otot lain yang berhubungan dengan gerakan ini adalah :
·         Tensor Facia Latae
Origo : anterior superior iliac spine, anterior aspect of auterlip ofiliac crest
Insertio: illiotibial tractus aproximately 1/3 dwon the tight
4. Adduksi
·         Adductor Magnus
Origo : inferior rami of pubis dan ischium ischial tuberosity
Insertio:a line fro great trochanter  to linea aspera femur,linea aspera ,adductor tubercole ,medil supra condilare line of femur
·         Adductor longus
Origo : Anterior aspec of pubis
Insersio : Linea aspera along middle 1/3 femur
·         Adductor brevis
Origo : Inferior ramus of pubis
Insersio : line lesser trohanter to linea aspera, upper portion of linea aspera
·         Pectineus
Origo : pectineal line of pubis
Insersio : Line from lesser trohanter to linea aspera
·         Gracilis
Origo : Body and ramus of pubis
Insersio : proksimal aspecct of medial surface tibia

5. Medial rotasi
·         Tensor facia latae
·         Gluteaus minimus
·         Gluteus medius
6.      Lateral rotasi
·         Piriformis
Origo : anterior suface sacrum, sacrotuberous ligament
Insersio : Freater trohanter femur
·         Gemellus superior
Origo : iscial tuberositas
Insersio : Greater trohanter femur
·         Obturator internus :
Origo : Obturatory membran dan forament, inner surface of pelvis, inferior rami of pubis dan ischium
Insersio : greater trohanter femur
·         Obturator Eksternus :
Origo : rami of pubis dan ischium, outer surface of obturatory membran
Insersio : Greater trohanter femur
·         Quadrratus femoris
Origo : ischial tubrosity
Insersio : quadrate tuberosity femur

2.3. Austin-moore Prothesis

2.3.1 Definisi Austin-Moore Prothesis
      Austin Moore Prothesis adalah operasi dengan mengganti atau memindahkan hanya satu dari permukaan sendi dengan bentuk yang sama, sedangkan pada fraktur collum femur yang diganti adalah caput femur. Dengan cara memasukkan batang protese kedalam saluran tulang sumsum (medularycanal) dari tulang femur, biasanya juga menggunakan semen sebagai fiksasi sehingga permukaan sendi yang normal tidak terganggu.

2.3.2. Indikasi Pemasangan Austin-Moore Prothesis
1.      Kondisi Lokal
a.       Trauma akut seperti: Fraktur sub capital
b.      Trauma terdahulu (fraktur, dislokasi yang tidak direduksi atau reposisi )
c.       Infeksi arthritis (Pyogenic)
d.      Artritis seperti remathoid dan osteoartrosis
e.       Tuberculosis sendi Hip
f.       Tumor Jaringan lunak sebagaimana atau menyeluruh
Indikasi yang mutlak seperti :
a.       Kekakuan kedua sendi Hip
b.      Keterbatasan salah satu fungsi tungkai karena nyeri dan kaku pada sebagaimana atau seluruh sendi (multiple stiff Joint)
2.      Kondisi Umum
Luasnya nyeri, gerak dan keterbatasan fungsi atau mungkin ketiganya dan salah satunya menjadi pertimbangan operasi.

2.3.3.   Kontra Indikasi Operasi Austin-Moore Prothese
Sepsis yang tersembunyi atau laten adalah kontra indikasi utama terhadap pergantian sendi. Arthroplasti yang terinfeksi merupakan bencana. Pasien dibawah usia 60 Tahun dipertimbangkan hanya kalau operasi lain tidak dapat dilakukan.

2.3.4.      Tata Pelaksanaan Operasi Austin-Moore Prothesis
1.      Letak sayatan (incision)
2.      anterolateral : antara tensor fasia latae gluteus
3.      Posterolateral : melalui bagian belakang kapsul
4.      Lateral : dengan charnley mendekati trocahnter mayor memotong dan fiksasi dengan wire
5.      Caput femur dipindahkan dan diganti dengan protese
6.      Fiksasi dengan semen atau jiak keseluruhan tulang telah tanpa menggunakan semen, tapi dengan press-fit fiksasi.

2.3.5.      Komplikasi Post Operasi Austin-Moore Prosthesis
1.      Dislokasi
Posisi terpenting yang sering terjadi dislokasi tergantung sayatan operasi :
a.       Anterolateral dan lateral : Hip dislokasi apabila ekstensi berlebihan, eksternal rotasi dan adduksi atau kombinasi dari ketiganya.
b.      Posterolateral : Hip dislokasi apabila fleksi berlebihan, internal rotasi dan adduksi atau kombinasi dari ketiganya.
2.      Pembendungan (wear)
Bahan yang dapat menyebabkan pembendungan adalah bahan pits dan holes atau penggalan dari runtuhan serpihan dari bahan dengan pengulangan beban pada permukaan.
3.      Trombus Vena
Banyak kasus program prophylactic warfirin atau aspirin memberikan resiko penggumpalan vena.
4.      Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada bagian distal sampai dengan ujung bawah batang protese atau pada bagian bawah dari batang dapat menonjol keluar melalui dinding lateral dari femur.
5.      Nyeri pada Post Operasi.
Nyeri dapat terjadi pada daerah yang telah dilakukan operasi yang timbul karena adanya bekas luka sayatan operasi.
6.      Kegagalan
Pada operasi total Hip replacement yang dilakukan 0,5 – 1 % mengalami kegagalan (Dandy 1993). Penyebab dari ini adalah kehilangan (loosening) atau karena infeksi dalam (deep infection).
7.      Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada tiap saat setelah operasi dilakukan, walaupun operasi telah mendapatkan penanganan (pencegahan dini untuk mencegah agar infeksi tidak terjadi). Infeksi sekunder dapat menyerang bagian tubuh yang telah ataubekas di operasi.
8.      Oedema
Oedema dapat terjadi pada saat setelah operasi dilakukan, karena adanya bekas luka sayatan operasi yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi  darah.
9.      Kekuatan Otot
Biasanya terjadi karena bagian hip yang dioperasi jarang sekali digerakan sehingga otot yang berada disekitarnya menjadi tidak berkontraksi atau beraktifitas jika terus didiamkan akan mengakibatkan atropi dan kekuatan dari otot tersebut menjadi berkurang.

2.4. Asuhan Fisioterapi
2.4.1. Assessment      
a.   Anamnesa      
Anamnesis pada pasien post operasi AMP fraktur collum Femur mencakup identitas pasien (nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, agama, tanggal masuk RS, diagnosa medis, tgl operasi, jenis operasi dan tanggal pemeriksaan) dan riwayat penyakit (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu), data didapat dengan cara wawancara secara langsung pada pasien atau keluarga pasien, selain itu data dapat kita dapatkan dari dokter yang merujuk dan perawat.
b.   Inspeksi
Ini dilihat sejak pasien masuk keruangan fisioterapi. Inspeksi yang dilakukan dimulai dari warna kulit pasien, oedema, atropy otot, dan bekas sayatan saat operasi serta melihat kemampuan berjalan saat latihan berjalan sehingga bisa diketahui kondisi serta kemampuan gerak dan fungsinya.
c.       Pemeriksaan Gerak dan Fungsi
Pemeriksaan ini meliputi fungsi gerak pasif dan aktif, pada tungkai yang patologis, gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang mengindikasikan, dan tidak melakukan gerakan yang menjadi kontra indikasi. Dari hasil pemeriksaan ini bisasanya didapat keterbatasan gerak karena adanya nyeri, oedema, kekakuan dan spasme otot.

a.       Test Khusus
a.       Palpasi
Biasanya palpasi dilakukan setelah pemeriksaan fungsi dengan tujuan untuk mengetahui respon dan struktur yang bersangkutan setelah aktifitas palpasi dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedema dan spasme, pada anggota gerak bawah setelah operasi AMP.
b.      Antropometri Panjang tungkai
Pengukuran ini dilakukan untuk membuat perbandingan antara sisi yang sakit (dalam hal ini sisi yang mengalami operasi) dan sisi yang sehat untuk menentukan apakah ada pemendekan dari pada tungkai.
c.       Pemeriksaan kekuatan otot, terutama otot penggerak hip dan knee, yang dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle test (MMT)
d.      Nyeri
Nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh yang bersifat subjektif, pada post AMP sering ditemukan nyeri pada wilayah sayatan operasi. Salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan adalh VAS (Visual Analog Scale)
e.       ROM (Range Of Motion)
Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan dituliskan dengan metode ISOM (International Standar Of Measurement)

2.4.2. Diagnosa Fisioterapi
diagnosa fisioterapi dibuat berdasarkan analisa dari hasil pemeriksaan fisioterapi. Diagnosa tersebut haruslah menggambarkan anatomi jaringan spesifik, patologi dan ganggun gerak dan fungsi.



2.4.3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan, harus ditentukan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, yang mencakup tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Adapun penentuan tujuan dilakukan berdasarkan problema fisioterapi yang ditemukan dalam proses assessment.

2.4.4. Intervensi
Intervensi yang dilakukan haruslah sesuai dengan kebutuhan pasien atau keluhan utama pasien, agar dalam melakukan intervensi selanjutnya pasien dapat melakukannya dengan rasa nyaman dan sesuai pada tujuan akhir yang akan dicapai. Adapun berbagai intervensi yang dapat dilakukan antara lain, yaitu :
  1. Latihan untuk meningkatkan ROM
Latihan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi pada tungkai, terutama gerak ekstensi hip, abduksi hip, dan rotasi hip. Namun juga dapat dilaksukan untuk meningkatkan gerak sendi yang lain, yang ditemukan dalam pemeriksaan, sebagai akibat dari immobilissi yang lama ataupun kaena adanya gangguan lain.
Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ROM, dilakukan secara bertahap dari latihan gerak secara pasif dan meningkat menjadi gerak aktif baik active-assissted ataupun free-active.
Manfaat dari latihan gerak aktif dan pasif itu antara lain :
1.      Meningkatkan sirkulsi
2.      Meningkatkan lingkup gerak
3.      Mencegah terjadinya kontraktur
  1. Isometrik Exercise
Isometrik exercise adalah latihan dimana tidak terjadi pemanjangan serabut otot namun tension otot tersebut meningkat.
Dengan melatih otot disekitar hip joint terutama dengan latihan Quadricep exercise.
Manfaat isometrik Exercise :
1.      Meningkatkan sirkulsi darah
2.      Relaksasi otot karena ada fase contraksi dan rileks
3.      Memelihara kekuatan otot
4.      Meningkatkan ROM
  1. Pemeliharaan fungsi vasculer, pumping foot dan ankle, aktifitas quadriceps dan deep breathing, akan sangat diperlukan, terutama bila operasi dilakukan pada kelompok manula, dimana komplikasi akibat operasi akan lebih beresiko pada kelompok usia tersebut, dan juga pada manula telah terjadi penurunan fungsi struktur dan fungsional jaringan tubuh.
  2. Mobilisasi di tempat tidur
Pasien post operasi AMP akan memerlukan bantuan untuk bergerak di atas tempat tidur, baik dalam merubah posisi tidur ataupun untuk penentuan ADL. (Active Daily Living). Dalam melakukan aktifitas tersebut yang perlu diperhatikan adalah posisi pasien terutama posisi hip, yaitu posisi hip harus terjadi dalam posisi abduksi, fleksi 60o. Mobilisasi dapat dimulai pada hari pertama post operasi.

  1. Latihan Weight Bearing
Awal dimulainya latihan weight bearing tergantung pada letak insisi, komplikasi pasca bedah dan hasil pemeriksaan X Ray pada post operasi hari pertama. Bila insisinya pada posterolateral, latihan dapat dimulai pada hari pertama, namun bila insisi pada antero lateral latihan dimulai pada hari ke-5 karena kemungkinan dapat timbul dislokasi ke arah ekstensi.
Duduk dan berjalan akan menjadi lebih mudah dan lebih nyaman ketika drain suction dilepas. Latihan jalan pada saat awal biasanya menggunakan alat bantu berupa kruk atau pun walker tergantung pada kondisi pasien. Pada saat latihan jalan sisi tungkai yang dioperasi harus menerima beban berat badan agar implan yang dipasang dapat tertanam dengan baik, dan dengan memperhatikan gerakan ekstensi, fleksi, adduksi dan eksternal rotasi hip yang tidak berlebihan agar tidak terjadi dislokasi.

2.4.5. Evaluasi           
Evaluasi dapat dilakukan secara berkala (misal dua kali seminggu) atau setiap hari, dimana tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah terapi yang kita berikan bermanfaat atau berguna bagi penyembuhan pasien, ataukah harus dirubah jika tidak ada perubahan terhadap penyembuhan keadaan pasien. Evaluasi yang dapat kita lakukan dapat lihat dari perubahan masalah yang dihadapi pasien.



PRO FISIOTERAPI PADA PENDERITA POST OPERASI AUSTIN-MOORE PROSTHESIS


3.1. ASSESSMENT
1.      Anamnesa
A.    Identitas Pasien
Nama                                          : Ny G
Usia                                            : 82 Tahun
Jenis Kelamin                             : Wanita
Pekerjaan                                    : -
Alamat                                       : Palmerah Utara No 56
Agama                                        : Budha
Tanggal Masuk Rumah sakit      : 03 Agustus 2005
Diagnosa Medis                         : Fraktur colum femur kiri
Tanggal Operasi                         : 04 Agustus 2005-08-17
Jenis Operasi                              : Austin Moore Prothesis
Tanggal Pemeriksaan                 : 09 Agustus 2005

B.     Riwayar Penyakit
1.      Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi dan tidak mampu menggerakkan tungkai kirinya.
2.      Riwayat penyakit sekarang : pada tanggal 2 Agustus 2005pasien jatuh terpeleset dari kamar tidur dengan posisi terduduk dan langsung dibawa ke RS Pelni, kemudian tanggal 03 Agustus 2005 pasien berobat keRS Siaga raya dan dirawat, pasien menjalani operasi pemasangan AMP pada tanggal 04 Agustus 2005
3.      Riwayat Penyakit terdahulu      : pasien mengeluh pernah memiliki gangguan pencernaan, dan pernah melakukan pengangkatan lambung 1 tahun yang lalu.

Pemeriksaan
A.    Pemeriksaan Umum
Kesadaran             : Compos Metis
Blood Presure       : 160 / 80 mmHg
HR                        : 24 x / menit
RR                         : 88 x / menit

B.     Inspeksi
-          Pasien datang dengan menggunakan bed dengan possi tidur terlentang dengan Hip abduksi dengan di ganjal bantal
-          Tungkai kiri terbalut verban dan tampak adanya oedema kulit tampak kering dan pucat
-          Pasien masih menggunakan infus dan kateter
-          Tungkai kanan terlihat mormal

C.    Palpasi
-          Oedema pada bagian posterior lateral, medial tungkai 
-          Suhu lokal kedua tungkai Afeoris

D.    Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Active
GERAK SENDI
KANAN
KIRI
Fleksi Hip
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (-)
Ekstensi Hip
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Abduksi Hip
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Adduksi Hip
 (contra indikasi gerakan)
Fleksi Knee
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Ekstensi Knee
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Dorsi fleksi ankle
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Plantar fleksi ankle
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Inversi ankle
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)
Eversi ankle
Gerakan aktif, nyeri (-)
Gerakan terbatas, nyeri (+)

E.     Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif
-          Hip kiri gerakan terbatas karena oedema dan nyeri pada post operasi, Hip kanan dalam batas normal.
-          Ankle kiri gerakan terbatas karena adanya oedema dan ankle kanan normal

F.     Pemeriksaan fungsi gerak dasar Isometerik
-          Otot fleksi Hip terlihat tidak ada kekuatan atau mengalami kelemahan
-          Otot Knee mengalami kelemahan
-          Otot dorsal dan plantar fleksi ankle mengalami kelemahan untuk melawn gerakan

G. Pemeriksaan Khusus
1. Antropometri
A.    Panjang tungkai
Panjang Tungkai
Kanan
Kiri
True length
81 Cm
81 Cm
Bone Lenght

Femur
43 Cm
43 Cm
Tibia
40 Cm
40 Cm
Appereance lenght
89 Cm
89 Cm

B.     Lingkar segment (09 Agustus 2005)
Lingkar segmet
Kanan
Kiri
Rungkai atas
29 cm
33 cm
Basis
24 cm
26,5 cm
Rungkai bawah
25 cm
28 cm
(11 Agustus 2005)
Lingkar segmet
Kanan
Kiri
Tungkai atas
29 cm
31 cm
Rungkai parala
24 cm
25 cm
Tungkai bawah
25 cm
26 cm
            (12 Agustus 2005)
Lingkar segmet
Kanan
Kiri
Tungkai atas
29 cm
32,5 cm
Basis parala
24 cm
27 cm
Tungkai bawah
25 cm
28 cm
            (15 Agustus 2005)
Lingkar segmet
Kanan
Kiri
Tungkai atas
29 cm
30 cm
Basis parala
24 cm
25 cm
Tungkai bawah
25 cm
25,5 cm

2. Kekuatan Otot (tanggal 09 agustus 2005)
Otot
Kiri
Kanan
Flekor hip
2+
5
Exrensor hip
Tidak dilakukan
5
Abdul ror hip
3-
5
Addul ror hip
Tidak dilakukan
5
Flexor knee
Tidak dilakukan
5
Exrensor knee
Tidak dilakukan
5
Dursi flexor ankle
3-
5
Plentar flexor ankle
3-
3
(11 Agustus 2005)
Otot
Kiri
Kanan
Flekor hip
-3
5
Exrensor hip
-
5
Abdul ror hip
3
5
Addul ror hip
-
5
Flexor knee
3
5
Exrensor knee
3
5
Dursi flexor ankle
3+
5
Plentar flexor ankle
3+
5
(12 Agustus 2005)
Otot
Kiri
Kanan
Flekor hip
4
5
Exrensor hip
4
5
Abdul ror hip
4
5
Addul ror hip
-
5
Flexor knee
3+
5
Exrensor knee
3+
5
Dursi flexor ankle
4
5
Plentar flexor ankle
4
5
(15 Agustus 2005)
Otot
Kiri
Kanan
Flekor hip
3
5
Exrensor hip
3
5
Abdul ror hip
3
5
Addul ror hip
-
5
Flexor knee
3
5
Exrensor knee
3
5
Dursi flexor ankle
3+
5
Plentar flexor ankle
3+
5

3. Pengukuran ROM
Tgl  9 Agustus  2005
a.       Flexi hip kiri = 300 kanan = N
b.      Dorso flexi ankle kiri = 550 kanan = N
c.       Plantar plexi kiri = 250 kanan = N
          Tgl  11 Agustus  2005
a.       Plexi hip kiri = 400 kanan = N
b.      Dorso plexi kiri = 700 kanan = N
c.       Plantar flexi = 300 kanan = N
         Tgl  12  Agustus 2005
a.       Flexi hip kiri = 500 kanan = N
b.      Dorso flexi kiri = 850 kanan = N
c.       Plantar flexi = 300 kanan = N
          TGL  15 Agustus 2005
a.       Flexi hip kiri = 300 kanan = N
b.        Dorso flexi kiri = 900 kanan = N
c.         Plantar flexi kiri = 300 kanan = N

2.      Pengukuran nyeri
Tanggal 09 agustus 2005













 


              
Tidak ada nyeri                                      Nyeri sekali

11 Agustus 2005
Tidak ada nyeri
12 Agustus 2005
Tidak ada nyeri

15 Agustus 2005











 


Tidak ada nyeri                                   Nyeri sekali
     
3.2.   Problem Fisioterapi
1.      nyeri padea daerah operasi (Hip kiri )
2.      Adanya kelemahan otot tungkai atas kiri
3.      Gangguan gerak fungsional (berjalan)
4.      Oedema pada tungkai kiri
5.      Keterbatasan ROM Hip, Knee dan ankle kiri

3.3.      Diagnosa
Gangguan mobilisasi sendi, Motor fungtion, kinerja otot pada tungkai kiri yang berkaitan dengan post operasi AMP kiri fraktur collum femur kiri.

3.4.      Rencna Fisioterapi
  1. Jangka Pendek :
A.    Mengurangi Nyeri
B.     Meningkatkan kekuatan otot
C.     Melatih fungsional (Berjalan)
D.    Mengurangi Oedema
E.     Meningkatkan ROM
  1. Jangka Panjang
Mengembalikan dan meningkatkan kemampuan fungsional pasien dalam melaksnakan activity daily living (ADL) secara mandiri (berjalan secara PWB).




3.5.      Intervensi
Hari I : 09 Agustus 2005
-          Breathing exercise merupakan suatu bentuk latihan pernafsan yang di lakukan dengan cara meregangkan otot-otot pernafasan yang bertujuan untuk memobilisasi dada, meningkatkan ventilasi mencegah komplikasi berlanjut dan menyelaraskan irama dan frekwensi pernafasan, gerakan tersebut diiringi oleh exspirasi melalui mulut dan inspirasi melalui hidung ini dapat dilakukan pada posisi tidur, duduk dan berdiri. Pada Ny G kami berikan latihan sambil tiduran dengan posisi yang nyaman dan rileks.
-          Pumping exercise  adalah pengaturan posisi 45o elevasi tungkai dan menggerakkan secara aktive dorsofleksiankle yang bertujuan untuk melancarkan sirkulasi dan mengurangi oedema.
-          Quadricep Exercise dilakukan dengan cara isometrik exercise dengan posisi tungkai lurus (abduksi) dan instruksikan pasien untuk menekan tangn fisioterapi yang di letakkan dibawah poplitea ini bertujuan untuk mengurangi oedema dan meningkatkan kekuatan otot quadriceps.
-          Active Assited exercise, fleksi hip abduksi Hip, adalah latihan gerak aktif dengan bantuan kekuatan dari luar (fisioterapi) sebesar yang diperlukan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot, mobilisasi sendi aktif dan mengajarkan gerak tertentu.
Hari II : 10 Agustus 2005-08-18
-          Pumping exercise
-          Quadriceps eexercise
-          Active assisted exercise fleksi hip abduksi
-          Latihan duduk merupakan latihan yang diberikan sesuadah tingkat keseimbangan dan kekuatan otot pasien dari tidur keduduk sudah baik, posisi yang perlu dihindari dalam duduk adalah keadaan yang kontra indikasi terhadap post AMP.
-          Latihan berjalan merupakan latihan yang diberikan setelah pasien mampu menjaga keseimbangannya pada posisi duduk dan dari duduk ke berdiri sudah baik serta telah memiliki nilai mmt minimal 3+ (gerakan melawan grafitasi dan dapat sedikit melawan tahanan), saat ini Ny G tidak diberikan karena Ny G merasa pusing dan ketakutan (keseimbangannya masih buruk).
Hari III : 11 Agustus 2005-08-18
-          karena pasien tampak kelelahan setelah sebelumnya berjemur dengan posisi duduk maka tidak dilakukan exercise hanya latihan berjalan PWB dengan wrker
Hari IV : 12 Agustus 2005-08-18
-          Pumping exercise
-          Quadriceps isometerik
-          Active resisted exercise, fleksi Hip, abduksi hip, fleksi knee, ekstensi knee dan plantar dan dorsal fleksi ankle
-          Latihan duduk
-          Latihan berjalan PWB dengan Walker adalah latihan  berjalan dengan sedikit memanfaatkan tungkai patologis untuk menumpu, gerakan diawali dengan mengangkat walker – mengangkat tungkai yang sakit – mengangkat tungkai yang sehat.

3.6.   Evaluasi
Tanggal 11 agustus 2005
-          nyeri hilang
-          Oedema berkurang
-          Ada peningkatan ROM
-          Ada peningkatan kekuatan otot
-          Pasien sudah bisa berjalandengan menggunakan walker dengan bantuan fisioterapis
Tanggal 12 agustus 2005
-          Nyeri berkurang
-          Oedema bertambahkarena sebelumnya terlalu lama berjemur dengan posisi duduk
-          Peningkatan kekuatan otot
-          Ada peningkatan ROM
-          Pasien bisa berjalan dengn walker
Tanggal 15 Agustus 2005
-          Oedem ada penurunan
-          Pasien bisa berjalan dengan walker dengan sedikit bantuan
-          Penurunan kekuatan ROM, Kekuatan otot karena nyeri disebabkan oleh overload exercise mandiri selama diruangan.





















 


















0 comments:

Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer