KAJIAN TEORI FRAKTUR COLLUM FEMUR
DENGAN
AUSTIN-MOORE PROSTHESIS
2.1 Fraktur Colum Femur
Collum Femur adalah tempat yang paling
sering terkena pada manula sebagian besar adalah wanita berusia 60 Th keatas
dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur
columna femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur
dalam pengkajian dalam kependudukan. Namun hal ini bukan semata – mata akibat
penuaan, fraktur cenderung cendrung terjadi pada penderita osteopenia diatas
rata – rata, banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan
dan kelemahan jaringan tulang misalnya osteomalacia, diabetes militus, stroke,
alkoholisme, dan penyakit kronis lain.
2.1.1. Mekanisme cidera
Cidera sering terjadi akibat jatuh (atau
pukulan) pada trohanter mayor. Atau kaki wanita manula tersandung karpet dan
pinggulnya terpuntir kearah ekstensi rotasi. Beberapa pasien mempunyai riwayat
terkena fraktur compresi colum femur dimasa lalu.
Sekali mengalami fraktur, caput dan colum
bergeser kestadium yang semakin berat (Garden, 1961). Stadium I adalah fraktur
yang tak sepenuhnya terinfeksi. Stadium II adalah fraktur lengkap tapi tidak
bergeser. Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang. Dan
Stadium IV adalah fraktur berubah dengan cepat menjadi stadium IV.
2.1.2. Patologi
Caput femoris mendapat persendiaan darah
dari tiga sumber (1) pembuluh intermedula pada colum femur. (2) Pembuluh
cervical asendens pada retikulum capsular, dan (3) pembuluh darah pada
ligamentum capitis femoris. Pasokan intramedula selalu tergantung oleh fraktur,
pembuluh retinakular juga dapat robek, kalau terdapat banyak pergeseran. Pada
manula pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat kecil dan, pada 20%
kasus tidak ada. Itulah yang menyebabkan tingginya insidensi cecrosis avaskuler
pada fraktur colum femur yang disertai dislokasi.
Fraktur transcervical, menurut definisi,
bersifat intracapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk karena (1) robekan
pembuluh capsul, cidera itu melenyapkanpersendian darah utama pada caput, (2)
tulang intraarticular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada kontak
dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan callus, dan (3) cairan
sinovial mencegah pembentukan hematome akibat fraktur itu. Karena itu ketetapan
aposisi dan infaksi fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya.
Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam
caput femoris dengan mengurangi temponade (Harper, Barnes and Gregg, 1991).
2.1.3. Gambaran Klinis
Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang
diikuti nyeri pinggul. Tungkai pasien terletak pada posisi eksternal rotasi dan
kaki tampak pendek. Tetapi, hati-hati, tidak semua fraktur pinggul sedemikian
jelas. Pada fraktur yang terinpaksi pasien mungkin masih dapat berjalan, dan
pasien yang sangat lemah atau cacat mental tidak mengeluh sekali pun mengalami
fraktur bilateral.
2.2. Anatomi dan Biomekanik Hip Joint
Hip joint merupakan sendi yang arah
gerakannya sangat luas atau yang biasa disebut dengan Ball and Socked joint.
Hip joint juga bagian terpenting dalam pembentuk postur seseorang dan berperan
penting dalam setiap aktivitas terutama dalam berjalan. Hip joint ini terbentuk
atas beberapa tulang, ligamen, dan otot dimana kesemuanya itu saling
berhubungan dan saling menguatkan.
Beberapa tulang pembentuk hip joint :
- Acetabulum
Acetabulum merupakan pertemuan antara os
ilium, os ischium, dan os pubis yang bertugas sebagai mangkuk sendi. Dilapisi
hyalin cartilage dan tertutup lagi acetabulum labrium yang merupakan fibro
cartilage, keduanya tebal ditepi dan tipis di center
- Os Femur
Pada bagian Os femur terdapat dua bagian yang sangat terkait dalam
pergerakan sendi Hip Joint, bagian itu adalah :
A.
Caput femur
Caput femur merupakan tulang yang berbentuk setengah bola dilapisi
hyalin cartilage, kedistal sebagai collum femoris (sering fraktur), kedistal
terdapat trochanter mayor dan minor, selanjutnya kedistal sebagai (shaff of)
femur.
- Collum Femur
Collum femur merupakan processus tulang yang
berbentuk piramidal yang menghubungkan corpus dengan caput femur dan membentuk
sudut pada bagian medial. Sudut terbesar terjadi pada saat bayi dan akan
berkurang seiring dengan pertumbuhan, sehingga pada saat pubertas akan
membentuk suatu kurva pada aksis corpus kurva. Pada saat usia dewasa, collum
femur membentuk sudut sebesar 1250 dan bervariasi tergantung pada
perkembangan pelvis wanita lebih besar.
2.2.1. Ligamen
Ada beberapa ligament pembentuk hip
joint, dimana ligamen-ligament ini sangat kuat sebagai penyambung antara
acetabulum dan caput femur. Ada lima ligament terkuat pada hip joint, antara
lain :
- Ligamentum Capitis Femoris
Ligament ini diliputi oleh membran
sinovial yang terbentang dari fosa acetabuli dimana terdapat bantalan lemak
menuju ke caput femoris, selain itu ligament ini mengandung arteria yang menuju
caput femoris yang datang dari r.acetabuli arteria abturatoria. Caput femoris
disuplai oleh A circumfleksa medialis dan A circumfleksa lateralis.
- Ligamentum Pubofemoral
Berasal dari crista obturatoria dan
membrana obturatoria yang berdekatan. Ligament ini memamcar kedalam capsula
articularis zona orbicularis pada khususnya melanjukan diri melalui jalan ini
ke femoris.
- Tranverse Acetabulum Ligament
Ligament ini berfungsi menjembatani
incisura acerabuli dan seluruh permukaan caput femoris.
- Iliofemoral Ligament
Berasal dari spina iliaca anterior inferior dan pinggiran acetabulum serta
membentang ke linea intertrochanterica. Ligament ini mempunyai daya rengang
sebesar 350 kg.
- Ischiofemoral Ligament
Berasal dari ischium di bawah dan
berjalan hampir horizontal melewati collum femoris menuju ke perlekatan pars
lateralis ligament iliofemoral. Ligamnet ini mencegah rotasi medial paha.
2.2.2. Osteokinematik Hip Joint
Hip merupakan sendi Ball and Socked joint sehingga gerakan
sendinya sangat luas kesegala arah, adapun gerakan yang terjadi pada hip joint
adalah :
2.
Fleksi
Otot penggerak
utamanya adalah :
2.2.Iliacus :
Origonya : Superior 2/3 dari fossa iliaca crest, anterior
crest, anterior sacroiliaca, dan iliolumbal ligament, ala of sacrum.
Insersionya : tendon dari psoas major, dan body of femur
2.3.Psoas mayor :
Origo : sides of vertebral bodies dan conesponding
intervertebralis disc of T12-L5 dan procesus transversus dari L1-L5.
Insersio : Leser trochanter of femur
Sedangkan otot lain
yang berhubungan dengan gerak fleksi adalah
2.4.Sartorius :
Origo : anterior superior iliac spine, upper aspec of iliac
notch
Insersio : Proksimal aspec of medial surface tibia
3.
ekstensi
3.2.Gluteus Maksimus
Origo : Posterior gluteal line of ilium, iliac crest,
dorsum of sacrum dan cocyx, saerotuberous ligament
Insersio : iliotibial tract, gluteal tuberositas femur
·
Semitendinosus :
Origo : ishial tuberositas
Insersio : Proksimal aspect of medial surface tibia
·
Semimembrannosus
Origo : ischial tuberositas
Insersio : Medial condilus tibia
·
Biceps Femoris :
Origo : Ischial tuberositas, lateral tip of linea aspec femur dan
lateral intermuscular septum
Insersio : Lateral aspect of head fibula
4.
Abduksi
·
Gluteus medius
Origo : outer surface ilium antara dan posterior dan
anterior gluteal lines
Insersio : Greater trohanter femur
·
Gluteal Minimus :
Origo : outer surface ilium antara anterior dan posterior
gluteal lines
Insersio : greater trohanter femur
Sedangkan otot lain
yang berhubungan dengan gerakan ini adalah :
·
Tensor Facia Latae
Origo : anterior superior iliac spine, anterior aspect of
auterlip ofiliac crest
Insertio: illiotibial tractus
aproximately 1/3 dwon the tight
4. Adduksi
·
Adductor Magnus
Origo : inferior rami of pubis dan ischium ischial
tuberosity
Insertio:a line fro great trochanter to linea aspera femur,linea aspera ,adductor
tubercole ,medil supra condilare line of femur
·
Adductor longus
Origo : Anterior aspec of pubis
Insersio : Linea aspera along middle 1/3
femur
·
Adductor brevis
Origo : Inferior ramus of pubis
Insersio : line lesser trohanter to linea aspera, upper portion of
linea aspera
·
Pectineus
Origo : pectineal line of pubis
Insersio : Line from lesser trohanter to linea aspera
·
Gracilis
Origo : Body and ramus of pubis
Insersio : proksimal aspecct of medial surface tibia
5. Medial rotasi
·
Tensor facia latae
·
Gluteaus minimus
·
Gluteus medius
6.
Lateral rotasi
·
Piriformis
Origo : anterior suface sacrum, sacrotuberous ligament
Insersio : Freater trohanter femur
·
Gemellus superior
Origo : iscial tuberositas
Insersio : Greater trohanter femur
·
Obturator internus :
Origo : Obturatory membran dan forament, inner surface of pelvis,
inferior rami of pubis dan ischium
Insersio : greater trohanter femur
·
Obturator Eksternus :
Origo : rami of pubis dan ischium, outer surface of obturatory membran
Insersio : Greater trohanter femur
·
Quadrratus femoris
Origo : ischial tubrosity
Insersio : quadrate tuberosity femur
2.3. Austin-moore Prothesis
2.3.1
Definisi Austin-Moore Prothesis
Austin Moore
Prothesis adalah operasi dengan mengganti atau memindahkan hanya satu dari
permukaan sendi dengan bentuk yang sama, sedangkan pada fraktur collum femur
yang diganti adalah caput femur. Dengan cara memasukkan batang protese kedalam
saluran tulang sumsum (medularycanal) dari tulang femur, biasanya juga
menggunakan semen sebagai fiksasi sehingga permukaan sendi yang normal tidak
terganggu.
2.3.2. Indikasi Pemasangan
Austin-Moore Prothesis
1.
Kondisi Lokal
a.
Trauma akut seperti: Fraktur sub
capital
b.
Trauma terdahulu (fraktur,
dislokasi yang tidak direduksi atau reposisi )
c.
Infeksi arthritis (Pyogenic)
d.
Artritis seperti remathoid dan
osteoartrosis
e.
Tuberculosis sendi Hip
f.
Tumor Jaringan lunak sebagaimana
atau menyeluruh
Indikasi yang mutlak
seperti :
a.
Kekakuan kedua sendi Hip
b.
Keterbatasan salah satu fungsi
tungkai karena nyeri dan kaku pada sebagaimana atau seluruh sendi (multiple
stiff Joint)
2.
Kondisi Umum
Luasnya nyeri, gerak dan keterbatasan fungsi
atau mungkin ketiganya dan salah satunya menjadi pertimbangan operasi.
2.3.3. Kontra Indikasi Operasi Austin-Moore
Prothese
Sepsis yang tersembunyi atau laten adalah
kontra indikasi utama terhadap pergantian sendi. Arthroplasti yang terinfeksi
merupakan bencana. Pasien dibawah usia 60 Tahun dipertimbangkan hanya kalau
operasi lain tidak dapat dilakukan.
2.3.4. Tata Pelaksanaan Operasi
Austin-Moore Prothesis
1.
Letak sayatan (incision)
2.
anterolateral : antara tensor
fasia latae gluteus
3.
Posterolateral : melalui bagian
belakang kapsul
4.
Lateral : dengan charnley
mendekati trocahnter mayor memotong dan fiksasi dengan wire
5.
Caput femur dipindahkan dan
diganti dengan protese
6.
Fiksasi dengan semen atau jiak
keseluruhan tulang telah tanpa menggunakan semen, tapi dengan press-fit
fiksasi.
2.3.5. Komplikasi Post Operasi
Austin-Moore Prosthesis
1.
Dislokasi
Posisi terpenting yang sering terjadi dislokasi tergantung sayatan
operasi :
a.
Anterolateral dan lateral : Hip
dislokasi apabila ekstensi berlebihan, eksternal rotasi dan adduksi atau
kombinasi dari ketiganya.
b.
Posterolateral : Hip dislokasi
apabila fleksi berlebihan, internal rotasi dan adduksi atau kombinasi dari
ketiganya.
2.
Pembendungan (wear)
Bahan yang dapat menyebabkan pembendungan
adalah bahan pits dan holes atau penggalan dari runtuhan serpihan dari bahan
dengan pengulangan beban pada permukaan.
3.
Trombus Vena
Banyak kasus program prophylactic warfirin atau
aspirin memberikan resiko penggumpalan vena.
4.
Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada bagian distal sampai
dengan ujung bawah batang protese atau pada bagian bawah dari batang dapat
menonjol keluar melalui dinding lateral dari femur.
5.
Nyeri pada Post Operasi.
Nyeri dapat terjadi pada daerah yang telah
dilakukan operasi yang timbul karena adanya bekas luka sayatan operasi.
6.
Kegagalan
Pada operasi total Hip replacement yang
dilakukan 0,5 – 1 % mengalami kegagalan (Dandy 1993). Penyebab dari ini adalah
kehilangan (loosening) atau karena infeksi dalam (deep infection).
7.
Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada tiap saat setelah
operasi dilakukan, walaupun operasi telah mendapatkan penanganan (pencegahan
dini untuk mencegah agar infeksi tidak terjadi). Infeksi sekunder dapat
menyerang bagian tubuh yang telah ataubekas di operasi.
8.
Oedema
Oedema dapat terjadi pada saat setelah operasi
dilakukan, karena adanya bekas luka sayatan operasi yang dapat menyebabkan
terganggunya sirkulasi darah.
9.
Kekuatan Otot
Biasanya terjadi karena bagian hip yang
dioperasi jarang sekali digerakan sehingga otot yang berada disekitarnya
menjadi tidak berkontraksi atau beraktifitas jika terus didiamkan akan
mengakibatkan atropi dan kekuatan dari otot tersebut menjadi berkurang.
2.4. Asuhan Fisioterapi
2.4.1. Assessment
a. Anamnesa
Anamnesis pada pasien post operasi AMP fraktur
collum Femur mencakup identitas pasien (nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
alamat, agama, tanggal masuk RS, diagnosa medis, tgl operasi, jenis operasi dan
tanggal pemeriksaan) dan riwayat penyakit (keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang dan riwayat penyakit dahulu), data didapat dengan cara wawancara
secara langsung pada pasien atau keluarga pasien, selain itu data dapat kita dapatkan
dari dokter yang merujuk dan perawat.
b. Inspeksi
Ini dilihat sejak pasien masuk keruangan
fisioterapi. Inspeksi yang dilakukan dimulai dari warna kulit pasien, oedema,
atropy otot, dan bekas sayatan saat operasi serta melihat kemampuan berjalan saat
latihan berjalan sehingga bisa diketahui kondisi serta kemampuan gerak dan
fungsinya.
c.
Pemeriksaan Gerak dan Fungsi
Pemeriksaan ini meliputi fungsi gerak pasif dan
aktif, pada tungkai yang patologis, gerakan yang dilakukan adalah gerakan yang
mengindikasikan, dan tidak melakukan gerakan yang menjadi kontra indikasi. Dari
hasil pemeriksaan ini bisasanya didapat keterbatasan gerak karena adanya nyeri,
oedema, kekakuan dan spasme otot.
a.
Test Khusus
a.
Palpasi
Biasanya palpasi dilakukan setelah
pemeriksaan fungsi dengan tujuan untuk mengetahui respon dan struktur yang
bersangkutan setelah aktifitas palpasi dilakukan terutama pada kulit dan
subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedema dan spasme, pada anggota gerak
bawah setelah operasi AMP.
b.
Antropometri Panjang tungkai
Pengukuran ini dilakukan untuk membuat
perbandingan antara sisi yang sakit (dalam hal ini sisi yang mengalami operasi)
dan sisi yang sehat untuk menentukan apakah ada pemendekan dari pada tungkai.
c.
Pemeriksaan kekuatan otot,
terutama otot penggerak hip dan knee, yang dilakukan dengan menggunakan metode
manual muscle test (MMT)
d.
Nyeri
Nyeri merupakan suatu mekanisme
pertahanan tubuh yang bersifat subjektif, pada post AMP sering ditemukan nyeri
pada wilayah sayatan operasi. Salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat
digunakan adalh VAS (Visual Analog Scale)
e.
ROM (Range Of Motion)
Pemeriksaan ROM dilakukan dengan
menggunakan goniometer dan dituliskan dengan metode ISOM (International Standar
Of Measurement)
2.4.2. Diagnosa Fisioterapi
diagnosa fisioterapi dibuat berdasarkan
analisa dari hasil pemeriksaan fisioterapi. Diagnosa tersebut haruslah
menggambarkan anatomi jaringan spesifik, patologi dan ganggun gerak dan fungsi.
2.4.3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan, harus
ditentukan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, yang mencakup tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Adapun penentuan tujuan dilakukan berdasarkan
problema fisioterapi yang ditemukan dalam proses assessment.
2.4.4. Intervensi
Intervensi yang dilakukan haruslah sesuai
dengan kebutuhan pasien atau keluhan utama pasien, agar dalam melakukan
intervensi selanjutnya pasien dapat melakukannya dengan rasa nyaman dan sesuai
pada tujuan akhir yang akan dicapai. Adapun berbagai intervensi yang dapat
dilakukan antara lain, yaitu :
- Latihan untuk meningkatkan ROM
Latihan yang dilakukan bertujuan untuk
meningkatkan lingkup gerak sendi pada tungkai, terutama gerak ekstensi hip,
abduksi hip, dan rotasi hip. Namun juga dapat dilaksukan untuk meningkatkan
gerak sendi yang lain, yang ditemukan dalam pemeriksaan, sebagai akibat dari
immobilissi yang lama ataupun kaena adanya gangguan lain.
Latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
ROM, dilakukan secara bertahap dari latihan gerak secara pasif dan meningkat
menjadi gerak aktif baik active-assissted ataupun free-active.
Manfaat
dari latihan gerak aktif dan pasif itu antara lain :
1.
Meningkatkan sirkulsi
2.
Meningkatkan lingkup gerak
3.
Mencegah terjadinya kontraktur
- Isometrik Exercise
Isometrik exercise adalah latihan dimana tidak
terjadi pemanjangan serabut otot namun tension otot tersebut meningkat.
Dengan melatih otot disekitar hip joint
terutama dengan latihan Quadricep exercise.
Manfaat
isometrik Exercise :
1.
Meningkatkan sirkulsi darah
2.
Relaksasi otot karena ada fase
contraksi dan rileks
3.
Memelihara kekuatan otot
4.
Meningkatkan ROM
- Pemeliharaan fungsi vasculer, pumping foot dan ankle, aktifitas quadriceps dan deep breathing, akan sangat diperlukan, terutama bila operasi dilakukan pada kelompok manula, dimana komplikasi akibat operasi akan lebih beresiko pada kelompok usia tersebut, dan juga pada manula telah terjadi penurunan fungsi struktur dan fungsional jaringan tubuh.
- Mobilisasi di tempat tidur
Pasien post operasi AMP akan memerlukan bantuan
untuk bergerak di atas tempat tidur, baik dalam merubah posisi tidur ataupun
untuk penentuan ADL. (Active Daily Living). Dalam melakukan aktifitas tersebut
yang perlu diperhatikan adalah posisi pasien terutama posisi hip, yaitu posisi
hip harus terjadi dalam posisi abduksi, fleksi 60o. Mobilisasi dapat
dimulai pada hari pertama post operasi.
- Latihan Weight Bearing
Awal dimulainya latihan weight bearing
tergantung pada letak insisi, komplikasi pasca bedah dan hasil pemeriksaan X
Ray pada post operasi hari pertama. Bila insisinya pada posterolateral, latihan
dapat dimulai pada hari pertama, namun bila insisi pada antero lateral latihan
dimulai pada hari ke-5 karena kemungkinan dapat timbul dislokasi ke arah
ekstensi.
Duduk dan berjalan akan menjadi lebih mudah dan
lebih nyaman ketika drain suction dilepas. Latihan jalan pada saat awal
biasanya menggunakan alat bantu berupa kruk atau pun walker tergantung pada
kondisi pasien. Pada saat latihan jalan sisi tungkai yang dioperasi harus
menerima beban berat badan agar implan yang dipasang dapat tertanam dengan
baik, dan dengan memperhatikan gerakan ekstensi, fleksi, adduksi dan eksternal
rotasi hip yang tidak berlebihan agar tidak terjadi dislokasi.
2.4.5. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan secara berkala
(misal dua kali seminggu) atau setiap hari, dimana tujuan dari evaluasi ini
adalah untuk mengetahui apakah terapi yang kita berikan bermanfaat atau berguna
bagi penyembuhan pasien, ataukah harus dirubah jika tidak ada perubahan
terhadap penyembuhan keadaan pasien. Evaluasi yang dapat kita lakukan dapat lihat
dari perubahan masalah yang dihadapi pasien.
PRO FISIOTERAPI
PADA PENDERITA POST OPERASI AUSTIN-MOORE PROSTHESIS
3.1. ASSESSMENT
1.
Anamnesa
A.
Identitas Pasien
Nama :
Ny G
Usia :
82 Tahun
Jenis Kelamin :
Wanita
Pekerjaan :
-
Alamat :
Palmerah Utara No 56
Agama :
Budha
Tanggal Masuk Rumah sakit :
03 Agustus 2005
Diagnosa Medis :
Fraktur colum femur kiri
Tanggal Operasi :
04 Agustus 2005-08-17
Jenis Operasi :
Austin Moore Prothesis
Tanggal Pemeriksaan :
09 Agustus 2005
B.
Riwayar Penyakit
1.
Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri pada daerah operasi dan
tidak mampu menggerakkan tungkai kirinya.
2.
Riwayat penyakit sekarang : pada
tanggal 2 Agustus 2005pasien jatuh terpeleset dari kamar tidur dengan posisi
terduduk dan langsung dibawa ke RS Pelni, kemudian tanggal 03 Agustus 2005
pasien berobat keRS Siaga raya dan dirawat, pasien menjalani operasi pemasangan
AMP pada tanggal 04 Agustus 2005
3.
Riwayat Penyakit terdahulu : pasien mengeluh pernah memiliki gangguan
pencernaan, dan pernah melakukan pengangkatan lambung 1 tahun yang lalu.
Pemeriksaan
A.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos
Metis
Blood Presure : 160 / 80
mmHg
HR : 24 x /
menit
RR : 88 x
/ menit
B.
Inspeksi
-
Pasien datang dengan menggunakan
bed dengan possi tidur terlentang dengan Hip abduksi dengan di ganjal bantal
-
Tungkai kiri terbalut verban dan
tampak adanya oedema kulit tampak kering dan pucat
-
Pasien masih menggunakan infus dan
kateter
-
Tungkai kanan terlihat mormal
C.
Palpasi
-
Oedema pada bagian posterior lateral,
medial tungkai
-
Suhu lokal kedua tungkai Afeoris
D.
Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Active
GERAK SENDI
|
KANAN
|
KIRI
|
Fleksi Hip
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (-)
|
Ekstensi Hip
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Abduksi Hip
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Adduksi Hip
|
(contra indikasi gerakan)
|
|
Fleksi Knee
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Ekstensi Knee
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Dorsi fleksi ankle
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Plantar fleksi
ankle
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Inversi ankle
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
Eversi ankle
|
Gerakan aktif,
nyeri (-)
|
Gerakan terbatas,
nyeri (+)
|
E.
Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif
-
Hip kiri gerakan terbatas karena
oedema dan nyeri pada post operasi, Hip kanan dalam batas normal.
-
Ankle kiri gerakan terbatas karena
adanya oedema dan ankle kanan normal
F.
Pemeriksaan fungsi gerak dasar Isometerik
-
Otot fleksi Hip terlihat tidak ada
kekuatan atau mengalami kelemahan
-
Otot Knee mengalami kelemahan
-
Otot dorsal dan plantar fleksi
ankle mengalami kelemahan untuk melawn gerakan
G. Pemeriksaan Khusus
1. Antropometri
A.
Panjang tungkai
Panjang Tungkai
|
Kanan
|
Kiri
|
True length
|
81 Cm
|
81 Cm
|
Bone Lenght
|
||
Femur
|
43 Cm
|
43 Cm
|
Tibia
|
40 Cm
|
40 Cm
|
Appereance lenght
|
89 Cm
|
89 Cm
|
B.
Lingkar segment (09 Agustus 2005)
Lingkar segmet
|
Kanan
|
Kiri
|
Rungkai atas
|
29 cm
|
33 cm
|
Basis
|
24 cm
|
26,5 cm
|
Rungkai bawah
|
25 cm
|
28 cm
|
(11 Agustus 2005)
Lingkar segmet
|
Kanan
|
Kiri
|
Tungkai atas
|
29 cm
|
31 cm
|
Rungkai parala
|
24 cm
|
25 cm
|
Tungkai bawah
|
25 cm
|
26 cm
|
(12
Agustus 2005)
Lingkar segmet
|
Kanan
|
Kiri
|
Tungkai atas
|
29 cm
|
32,5 cm
|
Basis parala
|
24 cm
|
27 cm
|
Tungkai bawah
|
25 cm
|
28 cm
|
(15
Agustus 2005)
Lingkar segmet
|
Kanan
|
Kiri
|
Tungkai atas
|
29 cm
|
30 cm
|
Basis parala
|
24 cm
|
25 cm
|
Tungkai bawah
|
25 cm
|
25,5 cm
|
2. Kekuatan Otot (tanggal 09 agustus 2005)
Otot
|
Kiri
|
Kanan
|
Flekor hip
|
2+
|
5
|
Exrensor hip
|
Tidak dilakukan
|
5
|
Abdul ror hip
|
3-
|
5
|
Addul ror hip
|
Tidak dilakukan
|
5
|
Flexor knee
|
Tidak dilakukan
|
5
|
Exrensor knee
|
Tidak dilakukan
|
5
|
Dursi flexor ankle
|
3-
|
5
|
Plentar flexor
ankle
|
3-
|
3
|
(11 Agustus 2005)
Otot
|
Kiri
|
Kanan
|
Flekor hip
|
-3
|
5
|
Exrensor hip
|
-
|
5
|
Abdul ror hip
|
3
|
5
|
Addul ror hip
|
-
|
5
|
Flexor knee
|
3
|
5
|
Exrensor knee
|
3
|
5
|
Dursi flexor ankle
|
3+
|
5
|
Plentar flexor
ankle
|
3+
|
5
|
(12 Agustus 2005)
Otot
|
Kiri
|
Kanan
|
Flekor hip
|
4
|
5
|
Exrensor hip
|
4
|
5
|
Abdul ror hip
|
4
|
5
|
Addul ror hip
|
-
|
5
|
Flexor knee
|
3+
|
5
|
Exrensor knee
|
3+
|
5
|
Dursi flexor ankle
|
4
|
5
|
Plentar flexor
ankle
|
4
|
5
|
(15 Agustus 2005)
Otot
|
Kiri
|
Kanan
|
Flekor hip
|
3
|
5
|
Exrensor hip
|
3
|
5
|
Abdul ror hip
|
3
|
5
|
Addul ror hip
|
-
|
5
|
Flexor knee
|
3
|
5
|
Exrensor knee
|
3
|
5
|
Dursi flexor ankle
|
3+
|
5
|
Plentar flexor
ankle
|
3+
|
5
|
3. Pengukuran ROM
Tgl 9 Agustus 2005
a.
Flexi hip kiri = 300
kanan = N
b.
Dorso flexi ankle kiri = 550
kanan = N
c.
Plantar plexi kiri = 250
kanan = N
Tgl
11 Agustus 2005
a.
Plexi hip kiri = 400
kanan = N
b.
Dorso plexi kiri = 700
kanan = N
c.
Plantar flexi = 300
kanan = N
Tgl
12 Agustus 2005
a.
Flexi hip kiri = 500
kanan = N
b.
Dorso flexi kiri = 850
kanan = N
c.
Plantar flexi = 300
kanan = N
TGL
15 Agustus 2005
a.
Flexi hip kiri = 300
kanan = N
b.
Dorso flexi kiri = 900
kanan = N
c.
Plantar flexi kiri = 300
kanan = N
2.
Pengukuran nyeri
Tanggal
09 agustus 2005
Tidak
ada nyeri Nyeri
sekali
11 Agustus 2005
Tidak ada nyeri
12
Agustus 2005
Tidak ada nyeri
15 Agustus 2005
Tidak ada nyeri Nyeri sekali
3.2. Problem Fisioterapi
1.
nyeri padea daerah operasi (Hip
kiri )
2.
Adanya kelemahan otot tungkai atas
kiri
3.
Gangguan gerak fungsional
(berjalan)
4.
Oedema pada tungkai kiri
5.
Keterbatasan ROM Hip, Knee dan
ankle kiri
3.3. Diagnosa
Gangguan mobilisasi sendi, Motor
fungtion, kinerja otot pada tungkai kiri yang berkaitan dengan post operasi AMP
kiri fraktur collum femur kiri.
3.4. Rencna Fisioterapi
- Jangka Pendek :
A.
Mengurangi Nyeri
B.
Meningkatkan kekuatan otot
C.
Melatih fungsional (Berjalan)
D.
Mengurangi Oedema
E.
Meningkatkan ROM
- Jangka Panjang
Mengembalikan dan meningkatkan kemampuan
fungsional pasien dalam melaksnakan activity daily living (ADL) secara mandiri
(berjalan secara PWB).
3.5. Intervensi
Hari
I : 09 Agustus 2005
-
Breathing exercise merupakan suatu
bentuk latihan pernafsan yang di lakukan dengan cara meregangkan otot-otot
pernafasan yang bertujuan untuk memobilisasi dada, meningkatkan ventilasi
mencegah komplikasi berlanjut dan menyelaraskan irama dan frekwensi pernafasan,
gerakan tersebut diiringi oleh exspirasi melalui mulut dan inspirasi melalui
hidung ini dapat dilakukan pada posisi tidur, duduk dan berdiri. Pada Ny G kami
berikan latihan sambil tiduran dengan posisi yang nyaman dan rileks.
-
Pumping exercise adalah pengaturan posisi 45o elevasi
tungkai dan menggerakkan secara aktive dorsofleksiankle yang bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi dan mengurangi oedema.
-
Quadricep Exercise dilakukan
dengan cara isometrik exercise dengan posisi tungkai lurus (abduksi) dan
instruksikan pasien untuk menekan tangn fisioterapi yang di letakkan dibawah
poplitea ini bertujuan untuk mengurangi oedema dan meningkatkan kekuatan otot
quadriceps.
-
Active Assited exercise, fleksi
hip abduksi Hip, adalah latihan gerak aktif dengan bantuan kekuatan dari luar
(fisioterapi) sebesar yang diperlukan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
otot, mobilisasi sendi aktif dan mengajarkan gerak tertentu.
Hari II : 10 Agustus 2005-08-18
-
Pumping exercise
-
Quadriceps eexercise
-
Active assisted exercise fleksi
hip abduksi
-
Latihan duduk merupakan latihan
yang diberikan sesuadah tingkat keseimbangan dan kekuatan otot pasien dari
tidur keduduk sudah baik, posisi yang perlu dihindari dalam duduk adalah
keadaan yang kontra indikasi terhadap post AMP.
-
Latihan berjalan merupakan latihan
yang diberikan setelah pasien mampu menjaga keseimbangannya pada posisi duduk
dan dari duduk ke berdiri sudah baik serta telah memiliki nilai mmt minimal 3+
(gerakan melawan grafitasi dan dapat sedikit melawan tahanan), saat ini Ny G
tidak diberikan karena Ny G merasa pusing dan ketakutan (keseimbangannya masih
buruk).
Hari III : 11 Agustus 2005-08-18
-
karena pasien tampak kelelahan
setelah sebelumnya berjemur dengan posisi duduk maka tidak dilakukan exercise
hanya latihan berjalan PWB dengan wrker
Hari IV : 12 Agustus 2005-08-18
-
Pumping exercise
-
Quadriceps isometerik
-
Active resisted exercise, fleksi
Hip, abduksi hip, fleksi knee, ekstensi knee dan plantar dan dorsal fleksi
ankle
-
Latihan duduk
-
Latihan berjalan PWB dengan Walker
adalah latihan berjalan dengan sedikit
memanfaatkan tungkai patologis untuk menumpu, gerakan diawali dengan mengangkat
walker – mengangkat tungkai yang sakit – mengangkat tungkai yang sehat.
3.6.
Evaluasi
Tanggal 11 agustus 2005
-
nyeri hilang
-
Oedema berkurang
-
Ada peningkatan ROM
-
Ada peningkatan kekuatan otot
-
Pasien sudah bisa berjalandengan
menggunakan walker dengan bantuan fisioterapis
Tanggal 12 agustus 2005
-
Nyeri berkurang
-
Oedema bertambahkarena sebelumnya
terlalu lama berjemur dengan posisi duduk
-
Peningkatan kekuatan otot
-
Ada peningkatan ROM
-
Pasien bisa berjalan dengn walker
Tanggal 15 Agustus 2005
-
Oedem ada penurunan
-
Pasien bisa berjalan dengan walker
dengan sedikit bantuan
-
Penurunan kekuatan ROM, Kekuatan
otot karena nyeri disebabkan oleh overload exercise mandiri selama diruangan.
0 comments:
Post a Comment