Friday 21 February 2014




A.    Pengertian Sprain Ankle

Sprain ankle  adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata.
Ligament lateral complex ankle terdiri atas ligament talofibular anterior, ligament talofibular posterior, ligament talocalcaneus, ligament calcaneocuboideum, dan ligament calcaneafibular. Ligament lateral complex ankle berfungsi sebagai stabilisator, tetapi yang paling sering terjadi cidera adalah ligamentum talofibular anterior. Jika gaya yang terjadi pada ankle lebih besar, maka ligamentum calcaneofibular juga ikut rusak. Keadaan ini menyebabkan nyeri dan bengkak, serta penurunan fungsi seperti kesulitan berjalan.

B.     Epidemiologi Sprain Ankle

Sprain ankle merupakan tipe injury ankle yang paling banyak terjadi pada olahragawan. Sprain adalah overstretch dan kerobekan pada ligamentum. Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan bagian lateral ankle yaitu ligamentum lateral complex.

C.    Etiologi

Sprain ankle dapat terjadi pada atlet maupun non atlet, anak-anak maupun orang dewasa. sprain ankle dapat terjadi ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, melangkah di permukaan yang tidak rata, perputaran kaki ke dalam atau ke luar yang berlebihan yang menyebabkan kerobekan ligament lateral kompleks ankle.
Sprain pada ligamentum lateral complex dihasilkan oleh gaya inversi dan plantar fleksi ankle yang tiba-tiba, dimana seringkali terjadi selama olahraga atletik atau exercise ketika berat tubuh yang diterima oleh kaki saat menumpuh tidak sempurna diatas permukaan yang tidak rata menyebabkan tapak kaki (dorsum kaki) dalam posisi inversi saat gaya tersebut terjadi. Akibatnya, ligamentum lateral complex mengalami overstretch.

D.    Anatomi Ankle
Pergelangan kaki dan kaki merupakan anggota ekstremitas bawah yang berfungsi  sebagai stabilisasi dan penggerak. Di mana terdiri dari 28 tulang dan  paling sedikit 29 sendi, yang mana memiliki fungsi utama sebagai membentuk dasar penyangga, sebagai peredam kejut, dan sebagai penyesuai mobilitas.
1.      Struktur Tulang
 Pada ankle terdiri atas pengelompokan , diantaranya :
1.      Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea
2.      Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa  Cuneiforme
3.      Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus ( Subtalar joint/Talo calcanel joint ).
Pergelangan kaki dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula sebagai ”garpu” yang bersendi langsung dengan : Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah.
foot_anatomy_bones01afoot_anatomy_bones01afoot_anatomy_bones01a






2.1 Struktur Tulang Ankle

Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc           :
-          Longitudinal Arc  : merupakan kontinum dari calcaneus dan caput metatarsal .
-          Transverse Arc      : bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum, lateral cuneiforme, mid cuneiform dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar.

2.      Struktur Otot – otot
2.2 Struktur Otot Ankle

M. soleus berasal dari caput fibulae dan sepertiga atas facies dorsalis fibulae, dari linea musculi solei pada tibia dan dari arcus tendineus antara caput fibulae dan tibia yaitu arcus tendinesus musculi solei terletak distalis M. popliteus. Ujung tendon besar otot bersatu dengan ujung tendon M. gastrocnemius dan berinsertio pada tubercalcanei sebagai tendon calcaneus (achiles tendon).  Diantara facies proksimalis tubercalcanei dan tendon ini terdapat bursa tendinis calcanei.
M. gastrocnemius berasal dari bagian proksimalis condylus medialis femoris dengan caput mediale dan dengan caput laterale disebelah proksimalis condylus lateralis femoris. Beberapa serabut dari caput mediale dan caput laterale juga berasal dari capsula articularis sendi lutut. Kedua caput tersebut berjalan ke distalis, membentuk batas inferior fossa poplitea dan bergabung dengan tendon M. soleus.
M. tibialis anterior berasal dari daerah yang lebar facies lateralis tibia, membrana interossea dan fascia cruris. Otot ini mempunyai venter tiga sisi yang berakhir pada tendon yang berjalan di bawah retinaculum musculorum extensorum superius dan retinaculum musculorum extensorum inferius dan dibungkus oleh selubung sinovial. Otot ini berinsertio pada facies plantaris os. Cuneiforme mediale dan os. metatarsale pertama. Bursa subtendinea musculi tibialis anterior terletak antara tendon dan os. Cuneiforme mediale.
M. tibialis posterior berasal dari membrana interossea dan permukaan tibia yang berhubungan dan fibula. Tendon turun ke bawah pada sulcus malleolaris di belakang malleolaris medialis dalam selubung sinovial diantara sustenaculum tali dan tuberositas ossis navicularis dan sampai ke tapak kaki. Otot ini dibagi atas dua bagian. Yang tebal adalah pars medialis melekat pada tuberositas ossis navicularis. Sedangkan bagian lateralis merupakan bagian lemah, berinsertio pada ketiga tulang cuneiforme.
M. peroneus longus berasal capsula articularis sendi tibiofibularis, caput fibulae dan bagian proksimalis fibula. Otot ini berakhir berupa tendon panjang yang berjalan di belakang malleolus lateralis melewati alur di belakang malleolus fibularis di dalam selubung sinovial bersama dengan tendon M. peroneus brevis, berjalan dibawah retinaculum musculorum peroneorum superius. Tendon ini mencapai tempat insertio dengan jalan melalui sulcus tendinis musculi peronei longi ossis cuboidea di dalam saluran fibrosa yang berjalan dari system lateral di belakang tuberositas ossis metatarsalis quinti miring ke arah pinggir medialis kaki. Bersama-sama dengan M. peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat.
M. peroneus brevis berasal dari facies lateralis fibulae. Tendon otot ini bersama-sama dengan tendon M. peroneus longus berjalan dalam selubung sinovial yang sama pada sulcus tendinis musculi peronei longi, di bawah retinaculum musculorum superius. Otot ini bekerja seperti M. peroneus longus.

3.      Struktur Sendi Ankle
a.       Distal Tibio Fibular Joint
Merupakan Syndesmosis joint dengan satu kebebasan gerak kecil, membuka dan menutup garpu. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan interroseum membrane/ ligament.
Arthokinematik dan osteokinematik adalah gerak geser dalam bidang sagital sangat kecil dan gerak angulasi dalam bidang frontal sebagai membuka dan menutup garpu .
b.      Ankle Joint ( Talo Crural Joint )
Merupakan hinge joint yang dibentuk oleh cruris ( tibia dan fibula ) dan os. Talus. Diperkuat oleh ligamenta tibio fibular ligament sisi superior, juga posterior , inferior dan anterior, Tibiotalar ligament serta posterior, inferior dan anterior Talofibular ligament .
Arthrokinematik dan osteokinematiknya adalah gerakan hanya plantar flexi ( ROM : 40 – 500  hard end feel ), Dorsal fleksi ( ROM : 20 – 300 elastic end feel ) . Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi untuk gerak dorsal fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah anterior.
c.       Subtalar Joint ( Talo Calcaneal Joint )
Merupakan jenis sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Diperkuat oleh Talocalcaneal ligament.
Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi ( valgus ) dan adduksi ( varus ), yang ROM keduanya adalah hard end feel.
d.      Inter Tarsal Joint
1)      Talo Calcaneo Navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi yang kompleks, termasuk jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh plantar calcaneonavicular ligament.
2)      Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama alonavicularis membentuk transverse tarsal ( mid tarsal joint ). Diperkuat ligament: Spring ligament, Dorsal talo navicular ligamnet, Bifurcatum ligament, Calcaneo cuboid ligamnet, Plantar calcaneocuboid ligament.
3)      Cuneo navicular joint, navicular bersendi dengan cuneiforme I, II, III ,  berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih kecil , bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama ; plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke plantar.
4)      Cuboideocuneonavicular joint , sendi utamanya adalah cuneiform II-cuboid berupa plan joint. Gerak terpenting adalah inversi dan eversi. Saat inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform III.
5)      Intercuneiforms joint, dengan navicular membentuk transverse arc saat inversi-eversi terjadi pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya  berupa gerak translasi antar os. Tarsal satu terhadap lainnya.
6)      Tarso Metatarsal Joint
      Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III, sehingga  sendi ini paling stabil dan gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak  Metatrsal ke distal.

e.       Metatarso Phalangeal Joint
Distal metatarsal berbentuk konveks  membentuk sendi ovoid-hinge dengan gerak : fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi. MLPP = Ekstensi 110  , CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu kearah distal searah sumbu longitudinal phalank.
f.       Proximal dan Distal Interphalangeal Joint
Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang berbentuk konkav membentuk sendi hinge. Gerakanya adalah fleksi-ekstensi. MLPP = Fleksi 100  , CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu ke arah distal searah axis sumbu longitudinal phalang.
Ankle_Anatomy






2.3 Struktur Sendi dan Ligament Ankle
4.      Struktur Ligament Ankle
Ligamentum pada ankle joint dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu ligamentum talonaviculare, ligamentum talocalcaneum lateral, ligamentum talocalcaneum medial, dan ligamentum talocalcaneum posterior. Ligamentum tarsi dorsal termasuk ligamentum bifurcatum dengan serabut ligamentum calcaneocuboid, ligamentum intercuneiform dorsal, ligamentum cuneocuboid dorsal, ligamentum cuboidonaviculare dorsal, ligamentum cuneonavicular dorsal, dan ligamentum calcaneocuboid dorsal. Ligamentum tarsi plantaria menghubungkan masing- masing ossa tarsi pada permukaan plantaris. Ligamentum tersebut meliputi ligamentum plantar longum yang berjalan dari tuberositas calcanei ke cuboid dan ossi metatarsal. Ligamentum calcaneinavicular plantar atau spring ligamentum sangat penting untuk stabilisasi kaki. Pars medial ligamentun plantar longum, ligamentum calcaneocuboideum plantar merupakan bagian yang sangat penting.
Selain itu juga terdapat ligamentum cuneonavicular plantar, ligamentum cuboideonavicular plantar, ligamentum intercuneiform plantar, ligamentum cuneocuboid plantar dan ligamentum interrosea yaitu ligamentum  cuneocuboideum interossum dan ligamentum intercuneiform interrosea. Pada ligamentum antara tarsal dan metatarsal terdapat ligamentum tarsometatarso dorsal, ligamentum tarsometatarso plantar dan ligamentum cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamentum metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis metatarsal.   Ligament pada lateral kaki antara lain adalah ligamentum talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inverse. Ligamentum calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi dan ligamentum calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi.   

5.      Struktur Tendon Ankle

2.4 Struktur Tendon Ankle

Pada daerah dorsum pedis selubung sinovial terdapat tendon musculus tibialis anterior, ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum longus. Tendon-tendon dan selubung tendon pada daerah ini terikat pada tempatnya oleh retinaculum musculorum ekstensor inferior.
Pada sisi lateral ossi tarsal di daerah trochlea peroneal os. calcaneus terdapat selubung tendon peroneal bersama untuk musculi peronei. Tendon musculus peroneus longus meninggalkan selubung tendon sinovial dan melanjutkan diri menyilang di daerah plantaris di dalam selubungnya sendiri. Tendon ini berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Selubung tendon bersama untuk musculi peronei terfiksasi pada tempatnya oleh retinaculum musculus peroneus superior dan retinaculum musculus peroneus inferior.
Tendon musculus peroneus brevis berjalan dalam selubung sinovial yang sama pada sulcus tendinis musculi peronei longi, di bawah retinaculum musculorum superius. Tendon ini berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Pada facies lateralis calcanei, tendon otot ini terfiksasi bagian proksimalisnya yaitu di atas trochlea peronealis calcanei oleh retinaculum musculorum peroneorum inferius dimana terdapat evaginasi selubung sinovial bersama yang membungkus tendon. Tendon otot ini melekat pada tuberositas ossis metatarsalis quinti. Apabila terjadi cidera pada tendon muskulus peroneus longos dan brevis akan berpengaruh terhadap gerakan plantar fleksi.
 Tendon-tendon otot-otot fleksor terletak pada sisi medial di belakang malleolus medial. Selubung-selubung tendonnya berjalan di bawah retinaculum musculus fleksor pedis (ligamentum lacinatum) yang terdiri dari lapisan superficial, memperkuat fascia cruris dan lapisan profunda. Di bawah lapisan ini lewat tiga tendon masing-masing terbungkus oleh selubung sinovialnya sendiri diantaranya musculus tibialis posterior, flexor digitorum longus dan flexor hallucis longus.
Pada bagian plantaris terdapat lima selubung tendon sesuai dengan jari masing-masing. Selubung ini tidak berhubungan satu dengan yang lain dan diperkuat oleh selubung fibrosa yang masing-masing terdiri dari pars anulare dan pars cruciforme. Pars anulare tediri dari berkas-berkas serabut sirkular dan terletak pada daerah sendi. Pars cruciforme diantara sendi-sendi dan persilangan kumpulan serabut-serabut jaringan penyambung. Pada bagian rongga tengah facies plantaris tidak ditemui selubung tendon.


6.      Vaskularisasi Jaringan
Pembuluh darah merupakan jaringan tertutup yang menghubungkan ke jantung yang membawa darah ke seluruh sel tubuh. Pembuluh darah dibagi menjadi 3 bagian utama berdasarkan struktur dan fungsi yaitu arteri, vena dan kapiler. Dinding arteri dan vena terdiri atas 3 lapisan yaitu tunica intima (tunica interna), tunica media dan tunica adventitia (tunica externa). Dinding arteri mempunyai dua pola spesifik yaitu elastisitas dan kontraktilitas.
Dinding muskular arteri dan vena dapat melebar dan berkontraksi terhadap perubahan diameter pembuluh. Jarak bukaan dalam pembuluh darah dinamakan lumen. Ketika diameter pembuluh membesar disebut vasodilatasi, dan ketika menyempit disebut vasokontriksi. Vasodilatasi dan vasokontriksi terjadi karena 2 faktor yaitu stimulus saraf secara langsung melalui pusat vasomotor di medula oblongata dan respon refleks lokal karena perubahan tekanan dan temperatur.

E.     Patologi Medik
2.5 Sprain Ankle
Ligamentum berfungsi sebagai penahan dan penjaga tulang-tulang dan sendi pada ankle. Ligamentum merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif. Sprain ankle dapat terjadi ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, melangkah di permukaan yang tidak rata, perputaran kaki ke dalam atau ke luar yang berlebihan yang menyebabkan kerobekan ligament lateral kompleks ankle. Sprain ankle dapat dikelompokkan menjadi 3 derajat berdasarkan derajat kerusakannya, yaitu:
1.      Derajat I, ditandai dengan : ligametum teregang tetapi tidak mengalami kerobekan. Pergelangan kaki biasanya tidak terlalu membengkak, nyeri ringan dan sedikit bengkak namun dapat meningkatkan resiko terjadinya cidera berulang.
2.      Derajat II, ditandai dengan : sebagian ligamentum mengalami kerobekan, pembengkakan dan memar tampak dengan jelas, nyeri hebat (aktualitas tinggi), penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan) dan biasanya berjalan menimbulkan nyeri.
3.      Derajat III, ditandai dengan: ligamentum mengalami robekan total, sehingga terjadi pembengkakan dan kadang perdarahan di bawah kulit. Akibatnya pergelangan kaki menjadi tidak stabil dan tidak mampu menahan beban.
Dikatakan sprain ankle jika dijumpai kerobekan mikroskopis pada ligament atau tendon yang disebabkan terjadinya radang atau inflamasi. Setelah terjadinya cidera tubuh akan menghasilkan zat-zat kimiawi seperti Prostaglandin, Histamin, dan Bradikinin sehingga akan menurunkan ambang rangsang saraf A delta dan C yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan atau inflamasi primer. Nyeri yang ditimbulkan ketika inflamasi primer akan dibawa ke ganglia dorsalis yang memicu produksi “P” substace yang akan ditranportasi melalui serabut saraf dan akan disusul terjadinya inflamasi. “P” substance yang akan ditransportasi ke central akan menurunkan ambang rangsang traktus spinothalamicus atas dan bawahnya, dan ini merupakan proses divergensi sehingga nyeri akan terasa pada daerah trauma dan disekitarnya. Pada tendon peroneus longus dan brevis apabila terjadi strain akan mngakibatkan nyeri pada saat berkontraksi. Adanya nyeri menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
Otot merupakan stabilisasi aktif pada sendi, adanya penurunan kekuatan otot menyebabkan stabilisasi pada sendi menurun. Stabilisasi sendi yang menurun membuat keseimbangan pada sendi saat melakukan gerakan menurun. Pada ligament akan mengalami laxity yang mengakibatkan instability. Ligament yg tidak stabil mengakibatkan imbalance pada ankle. Sehingga mengakibatkan gangguan pada refleks active stabilizing. Hal ini membuat sendi rawan terhadap cidera. Adanya cidera berulang pada sendi menimbulkan nyeri berulang yang sering disebut nyeri kronik.
 Pada kasus sprain ankle kronik selalu ditemukan ketidakstabilan dari sendi ankle dan terganggunya feedback proprioceptive. Dengan terjadinya kerusakan pada ligament sehingga merusak mekanoreseptor. Cidera yang berulang-ulang dalam waktu yang lama akan mengakibatkan penurunan dari kesadaran proprioseptive, ketidakstabilan postural, mengarah pada rasa yang tidak terkoordinasi dan hilangnya kontrol gerakan. Agar ankle mempunyai control yang baik, saraf dan otot harus berfungsi secara sinergis. Jika terjadi kekurangan disalah satunya maka akan timbul ketidakstabilan. Berubahnya rasa keseimbangan akan mengakibatkan meningkatnya ketidakstabilan ankle karena meningkatnya gerakan tubuh yang menjauh dari centre of gravity.
Ligamentum yang paling sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular anterior.  Pada trauma yang lebih berat atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah tidak memadai lagi karena suatu trauma yang pernah dialaminya, maka juga ligamentum calcaneofibular dapat teregang secara berlebihan atau robek. Sedangkan, ligamentum talofibular posterior sangat jarang terjadi kerusakan dibanding kedua ligament diatas. Beberapa orang yang mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya bunyi “Ceklek” atau letupan saat terjadi injury. Setelah injury terjadi, pasien mengalami kesulitan berjalan karena pada posisi lateral ankle mulai nyeri dan bengkak.

F.     Patologi Fungsi


2.6 Trigger Point Otot

Sprain ankle dapat mempengaruhi kualitas gerak dan fungsi ankle dan sendi tubuh yang lain seperti lutut dan hip. Akibat sprain ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas seseorang sehingga terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain untuk menghindari nyeri. Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian besar pola berjalannya berubah menjadi antalgic gait, dimana individu tersebut berjalan berjinjit untuk menghindari nyeri dan penekanan pada lateral dan anterior ankle ketika fase mid stance pada stand phase berjalan.
Kompensasi gerak dengan pola jalan antalgic gait, akan membuat m. gastrocnemeus dan m. soleus bekerja dengan keras mempertahankan  posisi ankle yang menjinjit dimana lutut fleksi sehingga menimbulkan ketegangan pada otot-otot tersebut dan tendon achiles menerima tegangan yang besar dengan posisi yang memendek. Akibatnya, tendon achiles tightness, m. gastrocnemeus dan m. soleus spasme dan tightness. Selain itu, posisi ankle yang plantar fleksi dengan jari-jari kaki fleksi akan mempengaruhi m. tibialis anterior yang terus bekerja mempertahankan gerak plantar fleksi sehinga otot ini cenderung lemah dan spasme. Overkontraksi otot akan menimbulkan spasme otot dimana terjadi iskemik pada otot sehingga menimbulkan trigger point di otot.

G.    Proses Penyembuhan Luka
Pada saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka akan terjadi peradangan yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas kemerahan dan gangguan fungsi. Hal ini perlu diuraikan sehubungan dengan patofisiologi dan penggunaan ultrasound.  Adapun fase-fase penyembuhan luka secara fisiologis adalah sebagai berikut:
  1. Fase Perdarahan
Fase perdarahan adalah fase yang terjadi antara 20 - 30 menit infiltrasi fibrin mengubah perdarahan menjadi hematoma setelah terjadi trauma. Pada fase tahap ini perdarahan berhenti setelah dikeluarkan fibrin untuk menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan keluarnya hematoma dan keluarnya zat - zat iritan.
  1. Fase Peradangan
Fase peradangan adalah fase yang terjadi antara 24 - 36 jam setelah trauma. Fase peradangan aktif ditandai dengan radang tinggi dengan gejala - gejala panas, merah dan bengkak pada daerah trauma. Pada fase ini terjadi aktualitas nyeri yang tinggi dimana fase ini sebagai awal dari proses penyembuhan luka.  
  1. Fase Regenerasi
            Pada fase ini terdiri dari tiga fase :
a)      Fase proliferasi (2 - 4) hari
Pada fase ini ditandai dengan menurunnya rasa nyeri, jumlah protein pertahanan tubuh banyak dan jumlah fibroblast meningkat. Pada fase ini juga terjadi rekonstruksi jaringan pembentukan jaringan permukaan dan memberikan kekuatan pada daerah trauma. Sel - sel lain peningkatan, juga terjadi peningkatan sel - sel macrophage dan sel - sel endothelia untuk membentuk pembuluh - pembuluh darah baru yang terkenal dengan proses angiogenesis.
b)      Fase produksi (4 hari - 3 minggu)
Pada fase ini ditandai dengan penurunan proses pertahanan tubuh, diikuti dengan peningkatan fibroblast dan monosit yang tinggi, telah terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi baru serta peningkatan oksigenisasi pada daerah cidera. Beberapa fibroblast terbentuk menjadi myofibroblast yang memberikan efek wound contraction.
c)      Fase remodeling (3 minggu - 3 bulan)

H.    Tanda dan Gejala
1.      Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena
2.      Haemarthrosis / perdarahan sendi
3.      Nyeri pada persendian tulang
4.      Nyeri bila anggota badan digerakkan / diberi beban
5.      Fungsi persendian terganggu, terjadi kekakuan sendi
6.      Ketidakstabilan persendian  


0 comments:

Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer