Sunday 3 March 2013



a.       Pengertian
Muscle energy techniques (MET) merupakan teknik osteopatik yang memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung dan dengan kontrol gerak yang dilakukan oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isotonik atau isometrik yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. Muscle energy techniques memiliki prinsip manipulasi dengan cara yang halus, dengan kekuatan tahanan gerak yang minimal hanya sebesar 20-30% dari kekuatan otot, melibatkan kontrol pernapasan pasien, dan dengan repetisi yang optimal. Muscle energy techniques (MET) bekerja dengan merilekskan otot tanpa menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan melalui tekanan yang ringan dan lembut sehingga tidak membuat jaringan iritasi dan teregang kuat (Chaitow, 2006; Webster, 2001). 
Muscle energy techniques (MET) merupakan teknik isometrik dan isotonik yang digunakan untuk strengthening atau meningkatkan tonus otot yang lemah, melepaskan hipertonus, stretching ketegangan otot dan fascia, meningkatkan fungsi muskuloskeletal, mobilisasi sendi pada keterbatasan gerak sendi, dan meningkatkan sirkulasi lokal, dan mengurangi nyeri (Grubb et all, 2010; Chaitow, 2006; Fryer, 2011).
Intervensi pada keterbatasan gerak sendi dapat dimodifikasi menggunakan MET soft tissue stretching dan mobilisasi sistem osteoligamentous seperti yang ditunjukan dengan peningkatan ROM  melalui teknik pulse muscle energy technique (Chaitow, 2006).

b.      Bentuk-Bentuk Muscle Energy Techniques
Terdapat dua tipe muscle energy technique yaitu Post Isometric Relaxation (PIR) dan Reciprocal Inhibition (RI) yang dijelaskan sebagai berikut (Chaitow, 2006; Grubb, 2010):
1)      Isometric Muscle Energy Techniques
Isometric muscle energy techniques yang biasanya disebut post isometric relaxation (PIR) memiliki pengaruh utama yaitu mengurangi tonus pada otot yang mengalami hipertonus dan mengembalikan panjang istirahat normal otot. Mekanisme kerjanya yaitu secara singkat dimana gamma afferent kembali ke serabut intrafusal dan kembali ke panjangnya, yang merubah panjang istirahat serabut ekstrafusal otot.
2)      Isotonic Muscle Energy Techniques
Isotonic muscle energy techniques menggunakan teknik reciprocal innervations/inhibition yang memiliki prinsip kerja yaitu ketika otot angonist berkontraksi dan memendek, otot antagonist harus rileks dan memanjang sehingga gerakan terjadi dibawah pengaruh otot agonist. Kontraksi otot agonist reciprocal menghambat otot antagonist sehingga menimbulkan gerakan yang pelan, lebih kuatnya kontraksi otot angonist, hambatan lebih terjadi, dan otot antagonist lebih rileks.

c.       Pengaruh Neurofisiologis Muscle Energy Techniques
1)      Post Isometric Relaxation (PIR) Berpengaruh pada Golgi Tendon Organ (Chaitow, 2001)
PIR  mengacu pada pengurangan tonus otot agonist setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena receptor stretch yang disebut golgi tendon organ yang terletak pada otot agonist. Reseptor ini bereaksi terhadap overstretching otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi reaksi terhadap regangan berlebih, mencegah ruptur dan memiliki pengaruh lengthening karena relaksasi yang terjadi tiba-tiba pada seluruh otot dibawah pengaruh stretching.
Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent dari golgi tendon organ masuk ke akar dorsal spinal cord dan bertemu dengan inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron efferent dan oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun, yang  berjalan menghasilkan relaksasi dan pemanjangan otot agonist.
             
Gambar 2.30 : Fisiologi post isometric relaxation
Sumber : Muscle Energy Techniques, 2006
Diambil tanggal : 23 Februari 2012
2)      Reciprocal Inhibition (RI) Berpengaruh pada Muscle Spindle (Chaitow, 2001)
RI mengacu pada inhibisi otot antagonist ketika kontraksi isometrik yang terjadi dalam otot agonist. Hal ini terjadi karena receptor strecth dalam serabut otot agonist muscle spindle. Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang otot secara tetap dengan memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi, dalam hal ini arah muscle spindle memainkan bagian dalam proprioceptif. Dalam respon untuk peregangan, muscle spindle menghentikan impuls saraf yang meningkatkan kontraksi, hingga mencegah over stretching.
Muscle spindle menghentikan impuls yang membangkitkan serabut saraf afferent atau otot agonist, bertemu dengan excitatory motor neuron otot agonist (dalam spinal cord) dan pada waktu yang sama menghalangi motor neuron otot agonist mencegah kontraksinya. Hal ini menghasilkan relaksasi antagonist sehingga disebut reciprocal inhibition. Saat agonist berhenti berkontraksi melawan tahanan, muscle spindle berhenti membebaskan dan otot relaksasi, hal ini memiliki efek yang sama seperti post isometric relaxation.
       
        Gambar 2.31 : Fisiologi reciprocal inhibition
                                    Sumber : Muscle Energy Techniques, 2006
                                    Diambil tanggal : 23 Februari 2012
Singkatnya, ketika otot agonist berkontraksi melawan tahanan yang sama (secara isometric) terjadi respon stretch dua reseptor. Pertama muscle spindle bereaksi meregangkan otot dan direspon oleh inhibisi antagonist (RI), kedua golgi tendon organ merespon peregangan pada tendon,  kemudian dilakukan inhibisi lanjut oleh otot agonist (PIR), hal ini akan membuat muscle spindle menginhibisi secara efektif untuk memberikan relaksasi agonist.
Muscle spindle sensitif terhadap perubahan  panjang dan perubahan kecepatan serabut otot sedangkan golgi tendon organ sensitif terhadap lamanya perubahan tegangan otot. Stretching otot dapat mengakibatkan peningkatan aliran impuls  dari muscle spindle ke posterior horn cell (PHC) pada medulla spinalis. Sebaliknya, anterior horn cell (AHC) mengalirkan  peningkatan motor impuls ke serabut otot yang membuat perlindungan tegangan terhadap regangan tahanan.
Tetapi peningkatan tegangan terjadi beberapa detik dalam golgi tendon organ yang mengalirkan impuls ke PHC dan menghambat pengaruh peningkatan stimulus motor di AHC. Pengaruh hambatan ini menyebabkan pengurangan impuls motor dan terjadi rileksasi. Hal ini secara tidak langsung menerangkan bahwa lamanya regangan otot akan meningkatkan seluruh kemampuan regangan menyebabkan perlindungan relaksasi pada golgi tendon organ untuk menolak pencegahan kontraksi.
3)      Pada sirkulasi darah
Muscle energy techniques merupakan teknik yang dilakukan secara halus dan tanpa tekanan pada jaringan. Tekanan pada jaringan yang keras akan menimbulkan efek perlawanan atau pertahanan jaringan terhadap respon tekanan keras yang mengakibatkan kerusakan atau iritasi pada jaringan membentuk microtears atau luka kecil yang menimbulkan peradangan dan nyeri. Peradangan yang terjadi akan membuat darah mengisi jaringan yang mengalami luka dan menimbulkan nyeri yang menambah kerusakan pada jaringan. Jaringan yang mengalami ketegangan, pemendekan dan kekakuan akan mengakibatkan sirkulasi darah tidak lancar dan menjadi iskemik yang membentuk trigger point di otot atau spasme. Iskemik pada jaringan menyebabkan penumpukan zat iritan, penumpukan sisa metabolisme dan oksigen terhambat untuk masuk ke dalam jaringan (Chaitow, 2006).
Muscle energy techniques diaplikasikan pada jaringan yang mengalami ketegangan, pemendekan, dan kekakuan dengan tahanan yang diberikan pada otot secara halus atau dengan energy yang lembut dan tanpa tekanan paksa pada jaringan yang akan menimbulkan pengaruh rileksasi pada jaringan sehingga ketegangan pada jaringan berkurang, terjadi peningkatan sirkulasi darah, pengangkutan zat iritan, meningkatkan metabolisme, dan oksigen dapat masuk ke dalam jaringan (Chaitow, 2006).
4)      Pada Vena dan Limpatik
Kontraksi dan relaksasi otot merupakan mekanisme yang berpengaruh besar untuk gerakan vena dan cairan limpatik. Kontraksi otot yang ritmik meningkatkan darah pada otot dan aliran limpa, gaya mekanik terjadi pada fibroblast dalam jaringan konektif yang merubah tekanan intertisial dan meningkatkan aliran darah transcapilary. Kontraksi otot meningkatkan cairan jaringan intertisial dan aliran limpatik, dan aktivitas fisik meningkatkan aliran limpatik perifer dalam pembuluh yang terpusat pada pembuluh sangkar torak, dan dalam otot selama kontraksi konsentrik dan isometrik otot. Muscle energy techniques dapat membantu aliran limpatik dan membersihkan jalan keluar cairan jaringan sehingga memperbesar hipoalgesia dan merubah tekanan intramuscular dan tonus pasif jaringan (Fryer, 2000).
5)      Pada fascia
Fascia kaya akan nerve ending yang mampu berkontraksi dan elastis, fascia memberikan penyangga dan stabilitas pada struktur jaringan sehingga postur seimbang, fascia berperan dalam membantu sirkulasi vena dan limpatik, dan merespon kongesti jaringan oleh formasi jaringan fibrous yang meningkatkan konsentrasi ion hydrogen pada jaringan artikular dan periartikular otot (Fryer, 2011). 

Stress mekanik yang terjadi pada tubuh akan mempengaruhi fascia sehingga terjadi stress pada fascia yang menyebabkan ketegangan fascia karena kontraksi otot yang salah, perubahan posisi visceral, dan stress mekanikal secara bertahap yang terjadi pada tulang belakang otot (Fryer, 2011).
Ketegangan pada fascia akan menimbulkan efek penumpukan sisa metabolisme dan terjadi iskemik sehingga muncul fibrous. Fibrous atau abnormal crosslink yang terjadi pada fascia akan menyebabkan timbulnya trigger point pada otot atau titik nyeri yang menyebar dan terjadi perlengketan fascia dengan otot (Fryer, 2011).
Muscle energy techniques dapat melepaskan perlengketan yang terjadi pada fascia dengan melepaskan fibrous dan meningkatkan sirkulasi darah dan meningkatkan metabolisme dengan peregangan yang halus dan rileks serta tanpa paksaan terhadap jaringan sehingga nyeri berkurang (Chaitow, 2006).
6)      Pada otot
Otot yang over kontraksi akan mengakibatkan hipertonus. Hipertonus yang terjadi akan menyebabkan ketegangan otot. Hal ini  akan merubah fisiologi otot oleh mekanisme refleks. Ketika otot berkontraksi, panjang dan tonusnya berubah yang mempengaruhi fungsi biomekanikal, biokimia, dan immunologi. Kontraksi otot memerlukan energi dan hasil proses metabolisme dalam bentuk karbondioksida, asam laktat, dan pembuangan metabolisme lain yang harus ditransportasikan dan dibuang (Chaitow, 2006).
Muscle energy techniques memanjangkan otot yang terjadi pemendekan, mengurangi kontraktur, mengurangi hipertonus otot yang spastic dan secara fisiologikal memperkuat kelompok otot yang mengalami kelemahan.
MET dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan otot yang mengalami kelemahan dengan cara pasien mengkontraksikan otot yang mengalami kelemahan melawan tahanan fisioterapis secara kontraksi isometrik dengan halus dan lembut.
Peningkatan metabolisme pada otot akan mengurangi ketegangan otot, memanjangkan otot melalui pengaruh rileksasi muscle energy techniques, pengaruh rileksasi jaringan lunak otot diperoleh dengan mereduksi ketegangan jaringan kontraktil otot sehingga stress pada jaringan otot berkurang dan meningkatkan kekuatan otot serta menyeimbangkan kontraksi antara otot agonist dan antagonist pada otot postural yang mengalami ketidakseimbangan dimana satu sisi mengalami kelemahan dan sisi lain mengalami pemendekan otot akibat kesalahan postur (Grubb, 2010).
Teknik isometrik muscle energy techniques menggunakan resisten dengan minimal force dimana hanya beberapa serabut otot yang aktif sedangkan serabut lain terinhibisi. Selama rileksasi dimana pemendekan otot diregangkan secara ringan dengan menghindari stretch reflex sehingga menimbulkan efek analgesia dan otot menjadi lebih rileks. Force yang digunakan yaitu 20-30% akan menimbulkan recruitment pada serabut otot phasic daripada serabut otot tonik sehingga tercapai pengaruh stretching otot.
7)       Pada sendi
Kekakuan  sendi dapat menyebabkan pemendekan otot dan pemendekan otot dapat menyebabkan kekakuan sendi. Selain itu, adanya nyeri, spasme pada jaringan lunak, dan ketegangan otot dapat menyebabkan kekakuan sendi atau hipomobilitas sendi. MET dapat mengoreksi mobilitas sendi yang mengalami kekakuan dengan cara merilekskan otot yang mengalami pemendekan, spasme, dan ketegangan sehingga tercapai ROM baru (Gibbons, 2011).
Fisioterapi menggunakan teknik MET untuk membantu merilekskan otot yang mengalami pemendekan dan hipertonus. Jika sendi mengalami keterbatasan ROM, yang diidentifikasi bahwa yang menyebabkan keterbatasan ROM tersebut karena otot mengalami hipertonus, teknik ini dapat membantu menormalkan jaringan lunak  (Gibbons, 2011).


8)      Pada facet joint
Mekanisme kontraksi dan rileksasi muscle energy techniques pada otot paravertebral akan melepaskan stress pada kapsul sendi facet dan memobilisasi gerak segmen vertebrae dalam melepaskan nyeri yang menyebabkan terjadinya stretch reflex pada kapsul sendi facet. Hal ini terjadi sebagai akibat dari inhibisi aktivitas alpha motor neuron secara dinamik pada gerak sendi vertebra melalui kontraksi otot secara isometrik (Fryer, 2000).
Trauma kecil akan meningkatkan luka pada kapsul sendi zygapophysial dan menghasilkan efusi synovial. Gerak pasif sendi dan kontraksi otot yang ritmik dapat meningkatkan tekanan fluktuatif intra-synovial pada sendi zygapophysial yang meningkatkan aliran trans-synovial keluar dari sendi untuk mengurangi efusi (Fryer, 2000).

d.      Prinsip Teknik Muscle Energy Techniques
Prinsip pelaksanaan muscle energy techniques antara lain (Chaitow, 2006):
1)      Palpasi
Sebelum menerapkan teknik muscle energy techniques, fisioterapi melakukan pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness, hipomobiliti, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk menentukan target jaringan yang akan dilakukan treatment. Palpasi dapat dilakukan dengan melakukan gerak pasif pada segmen tubuh pasien yang mengalami hipomobiliti, spasme, dan tightness. Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan relatif halus dan rileks pada otot atau sendi saat dilakukan gerak pasif untuk menentukan besarnya ketegangan tonus otot atau mobilitas sendi.
2)      Menutup Mata
Fisioterapis melakukan pemeriksaan palpasi pada target jaringan sambil menutup mata, untuk merasakan seberapa besar ketegangan tonus otot atau mobilitas sendi sambil menggerakkan segment yang dilakukan pemeriksaan secara pasif secara perlahan dan halus serta merasakan end feel pada sendi. Setelah menemukan bagian otot atau sendi yang mengalami spasme, tightness, hipertonus, hipermobile, hipomobiliti, dan sebagainya, fisioterapis menandai penemuannya kemudian membuka mata.
3)      Kontrol Tahanan Gerak
Tahanan gerak pada saat dilakukan kontraksi isometric pada otot agonist hanya sebesar 20-30% dari kekuatan otot pasien/fisioterapis. Maksud dari kecilnya tahanan gerak ini agar otot tidak mengalami regangan atau stretch yang berlebihan dan pada jaringan lain agar tidak mengalami stress berlebihan yang menambah kerusakan jaringan dan mengiritasi jaringan sehingga menambah inflammasi pada jaringan.

4)      Waktu Kontraksi
Waktu kontraksi isometric yang dilakukan yaitu 10 detik. Panjang waktu kontraksi ini dibutuhkan untuk beban kerja Golgi tendon terhadap pengaruh secara neurologis pada serabut intrafusal muscle spindle yang mengambat tonus otot dan memberikan kesempatan pada otot untuk mendapatkan panjang istirahat otot yang baru.
5)      Teknik Pulse
MET ditambahkan teknik pulse atau dorongan pada sendi yang mengalami keterbatasan atau hipomobiliti sangat baik untuk melepaskan retriksi dan perlengketan pada kapsul ligament sendi. Teknik pulse MET yang diterapkan pada hipomobiliti sendi dengan dorongan ke anterior secara halus dan perlahan mengikuti gerak sendi dan pernapasan pasien.
6)      Pernapasan
Pernapasan pada MET sangat penting karena rileksasi yang diberikan lebih besar dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi isometric, pasien diinstruksikan untuk mengembuskan napas dengan perlahan dan rileks serta setelah MET, pasien diinstruksikan untuk menarik dan menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan dan otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien dengan rileksasi yang dihasilkan.
7)      Regangan atau Stretching
Setelah melakukan isometric selama 10 detik, fisioterapis meregangkan otot selama 30 detik dengan perlahan dan halus. Peregangan ini tidak boleh dilakukan lebih atau kurang dari 30 detik. Regangan yang kurang dari 30 detik tidak akan memaksimalkan fleksibilitas otot dan menambah panjang istirahat otot yang baru. Sedangkan regangan yang lebih dari 30 detik akan menimbulkan stress regangan berlebih pada otot dan jaringan.
8)      Waktu pengulangan
Pengulangan yang dilakukan hanya 5X sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot.

e.       Penggunaan Muscle Energy Techniques
1)      Mengurangi pemendekan otot.
2)      Mengurangi hipertonus otot.
3)      Ketidakseimbangan otot.
4)      Hipomobiliti sendi.
5)      Memperkuat otot atau kelompok otot yang mengalami kelemahan.
6)      Nyeri miofascial.
7)      Memulihkan gerak sendi akibat disfungsi articular.
f.       Penggunaan Muscle Energy Techniques yang tidak Dianjurkan
1)      Fraktur yang tidak stabil
2)      Osteoporosis
3)      Arthritis pada sendi yang sudah parah
4)      Sendi yang menyatu atau tidak stabil.


0 comments:

Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer