Thursday, 21 February 2013



Sindroma Terowongan Karpal (CTS) merupakan suatu entrapment neuropathy yang paling sering terjadi, biasanya unilateral pada tahap awal dan dapat menjadi bilateral. Entrapment neuropathy adalah trauma saraf perifer terisolasi yang terjadi pada lokasi tertentu dimana secara mekanis mengalami tekanan oleh terowongan jaringan ikat atau tulang rawan atau adanya deformitas oleh suatu jaringan. Pada CTS ini terjadi entrapment neuropathy yang bersifat kronik pada n medianus yang menginervasi kulit telapak tangan, punggung tangan di daerah ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan setengah sisi radial jari manis pada saat melalui Terowongan karpal.
CTS merupakan patologi yang paling umum terjadi hal ini dibuktikan dengan angka kejadianya yaitu 1- 3 kasus per seribu orang pertahunya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 sampel pada populasi umum pertahunnya. Angka Kejadian dapat meningkat menjadi 150 kasus dari seribu sample pertahunnya,

dengan prevalensi lebih besar yaitu meningkat menjadi 500 kasus dari 1.000 sampel pada kelompok yang memiliki resiko tinggi terkena CTS. Sebuah studi juga mengatakan bahwa 3 dari 10000 pekerja kehilangan waktu kerja karena menderita CTS (Asworth, 2011)
Terowongan karpal itu sendiri adalah suatu terowongan kecil yang terdapat dibagian sentral pergelangan tangan dimana di bentuk oleh, tulang carpalia sebagai dasar dan sisi terowongan yang keras dan kaku serta atapnya di bentuk oleh flexor retinaculum (ligamentum carpi transversum dan ligamentum carpi palmare), selain n. medianus yang berasal dari segmen, Terowongan karpal juga di lewati sembilan tendon fleksor jari - jari. Ada beberapa faktor resiko dari CTS yaitu dari aktifitas sehari-hari contohnya mengetik komputer, memeras baju, mengendarai motor, melukis, menulis dan menjahit dengan tangan tentunya aktifitas tersebut banyak melibatkan gerak fleksi wrist yang terus menerus.
Degenerasi juga dapat menjadi faktor resiko dari CTS, hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukanya “kasus CTS pada populasi manusia antara usia 45-64 tahun dan hanya 10% dari penderita CTS yang berusia di bawah 31 tahun. Beberapa patologi pun dapat menjadi faktor resiko dari CTS diantaranya tumor dan rheumatoid athriritis. (Werner, 2009)
Penekanan nervus yang berulang-ulang dapat mengakibatkan venousstasis yang menyebabkan darah didalam saraf,
yang mengandung sisa metabolisme sulit untuk keluar hal ini juga menyebabkan darah dari luar saraf yang mengandung oksigen tidak dapat masuk kedalam saraf akibatnya pasokan darah menurun sehingga serabut saraf akan mengalami hipoksia.
Pada Serabut saraf yang mengalami hipoksia akan terjadi peningkatan permeabilitas membran sel neural sehingga sangat mudah dilalui oleh impuls saraf dan pada akhirnya, berakibat timbulnya paraesthesia. Selain paraesthesia, hipoksia dalam serabut saraf juga dapat mengakibatkan kerusakan lapisan sel endothelial dan terjadi inflamasi yang dapat memicu pelepasan zat-zat iritan (algogen) yaitu histamin, bradikinin, prostagalandin dan lain-lain yang dapat meningkatkan stimulus serabut saraf polimodal akibatnya thresshold menurun dan mengakibatkan sensitisasi saraf yang di tandai hiperalgesia yang lama kelamaan menjadi allodynia sehingga terjadi neurophatik pain.
Inflamasi juga di tandai dengan timbulnya oedeme karena kebocoran protein, oedeme tersebut mengakibatkan tekanan intrafasikular meningkat sehingga dapat menyebabkan bertambahnya gangguan mikrosirkulasi dalam saraf dan terjadi penurunan axoplasmic flow karena axoplasmic flow membutuhkan pasokan darah sebagai energi untuk mengalirkan intraselular material tanpa pasokan darah, maka axoplasmic flow akan melambat,
karena sirkulasi yang kurang baik maka proses inflamasi dan penyembuhan jaringan akan berlangsung lama sehingga menjadi inflamasi kronik dan oedeme epineural pada saraf pun akan berlangsung lama dan terus menerus.
Hal tersebut memicu aktifnya proses proliferasi fibroblastik yaitu proses pembentukan jaringan fibrosis intraneural pada jaringan epineural dan intrafasikular kemudian fibrosis dapat kembali menyebabkan peningkatan tekanan intraneural kembali, proses ini disebut siklus iritasi, bila proses ini terjadi dalam waktu lama maka akan memicu pembentukan scar tissue.
Scar tissue tersebut dapat mengakibatkan penurunan elastisitas serabut saraf. Scar tissue juga dapat mengaktifkan ectopic discharge yang memicu aksi potensial yang akan diterima oleh serabut saraf nociceptif nervi nervorum yang kemudian akan dihantarkan ke dorsal horn sehingga akan timbul nyeri yang bersifat kronik.
Apabila saraf itu diregang maka akan timbul nerve tension pain. Selain itu scar tissue atau dikenal dengan neurofibrosis juga dapat menimbulkan paraesthesia menetap. Terjadinya penekanan n. medianus pada CTS melibatkan beberapa struktur jaringan spesifik yaitu yang terjadi secara primer karena penebalan dari ligamen carpi transversum akibat degenerasi sehingga kadar air dalam matriks menurun akibatnya kelenturan jaringan menurun dan terjadi kontraktur yang akan menekan n.medianus dalam Terowongan karpal.
Selain melibatkan tendon fleksor yang mengalami proses immuno reaction dari inflamasi yang kemudian terjadi adhesi dan penebalan yang dapat dapat menimbulkan penekanan pada n. medianus hal ini biasa diakibatkan overuse atau rhemathoid arthritis selain itu subluksasi os.lunatum pun dapat terlibat dalam penyempitan Terowongan karpal.
Gangguan gerak dan fungsi yang terjadi pada CTS adalah nyeri dan paraesthesia yang menyebar ke kulit telapak tangan, punggung tangan didaerah ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan setengah sisi radial jari manis terutama saat posisi wrist palmar fleksi, nyeri akan terasa lebih berat pada malam hari kemudian berkurang setelah tangan digoyang-goyangkan atau diletakan di atas bahu.
Untuk mengatasi hal-hal diatas maka beberapa tenaga medis ikut terlibat dalam penangananya terutama fisioterapi yang lebih memfokuskan terhadap pemulihan gerak dan fungsi sesuai dengan yang tercantum dalam General Meeting of Physical Therapist ( WPCT, 2011) dikemukakan bahwa:
“Physical therapy provides services to individuals and population to develop, maintain and restore maximum movement and functional ability throughout the lifespan. This includes providing services in circumstances where movement and function are threatened by ageing, injury, diseases, disorders, conditions or enviromental factors. Functional movement is central to what it means to be healthy”.

Oleh sebab itu sesuai dengan hal diatas maka fisioterapi sebagi tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi empat hal yaitu promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dan bertujuan untuk memulihkan dan mengembalikan gerak dan fungsi seseorang sehingga keadaan sehat dapat tercapai serta aktifitas kerja menjadi tidak terhambat.
Fisioterapi memiliki banyak cara dalam penanganan masalah-masalah yang di timbulkan oleh CTS diantaranya dengan mengaplikasikan beberapa modalitas elektroterapi yaitu MWD, US, TENS, dan IFC selain itu juga dapat diaplikasikan metode-metode manual terapi yang tepat diantaranya adalah massage, stretching ligament carpi transversum, stretching tendon fleksor jari-jari tangan, neural mobilization dan dengan metode latihan nerve gliding exercise. Tetapi pada penelitian ini penulis mencoba memadukan metode-metode intervensi dengan elektroterapi dan manual terapi.
Pemberian modalitas elektroterapinya yaitu dengan Microwave Diathermy (MWD) merupakan tindakan efektif terhadap nyeri akibat trauma ataupun degeneratif. Efek teraupetik dengan pemasan lokal akan menimbulkan peningkatan proses metabolisme lokal, penyerapan zat-zat iritan dan parasthesia hasil inflamasi kronik, sensasi hangat menimbulkan efek sedative sehingga nyeri dan parasthesia berkurang.
Ultrasound yang merupakan alat yang menghasilkan arus bolak-balik berfrekuensi tinggi yang dirubah menjadi gelombang suara oleh piezoelektrik,
pada CTS alat ini bertujuan untuk melepaskan perlengketan jaringan yang terjadi pada n.medianus,
ligamen carpi transversum dan tendon fleksor dengan micromassage yang ditimbulkan oleh efek mekanik, dan micromassage juga dapat menimbulkan efek termal pada jaringan yang akan mengakibatkan efek vasodilatasi pada pembuluh darah saraf tepi sehingga sirkulasi darah meningkat dan dapat mempercepat proses penyembuhan inflamasi kronik yang terjadi pada n. medianus.
Salah satu exercise yang untuk mengurangi nyeri dan kemampuan fungsional pergelangan tangan pada CTS adalah nerve gliding exercise yang bertujuan untuk melepas penekanan dan mengembalikan mobilitas n.medianus.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dikemukakan diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan meniliti lebih dalam melalui penelitian yang akan dipaparkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Efek Penambahan Nerve Gliding Exercise Pada Intervensi MWD dan US  Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus CTS.


1 comments:

Wahyu-K said...

Latihan tendon gliding memeng bagus untuk carpal tunnel syndrome yang ditandai dengan kesemutan pada telapak tangan

Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer