Friday, 21 February 2014



A.     Pengertian

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kerusakan jaringan otak yang menetap tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup, terjadi pada usia dini dan menghalangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan kelainan postur dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa gangguan pada cortex cerebri, ganglia basalis dan cerebellum.
Menurut Shepherd (1995) CP didefinisikan sebagai sekumpulan kelainan otak non progresif yang menyebabkan lesi atau perkembangan yang abnormal pada kehidupan janin atau awal masa anak-anak. Miller dan Bachrach (1998) mendefinisikan CP sebagai sekumpulan gangguan motorik yang diakibatkan dari kerusakan pada otak yang terjadi sebelum, selama dan sesudah kelahiran. Kerusakan otak pada anak mempengaruhi sistem motorik dan akibatnya anak tersebut mempunyai koordinasi yang lemah, keseimbangan yang lemah, pola gerak yang abnormal atau gabungan dari karakteristik tersebut.
Dalam kamus kedokteran dorlan (2005) definisi CP yaitu setiap kelompok gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau terlambat, seperti paraplegia spastik, hemiplegia atau tetraplegia, yang sering disertai dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.

B.      Etiologi

Penyebab terjadinya cerebral palsy dapat dilihat dari sudut pandang kapan terjadinya, yaitu pada saat prenatal, natal dan postnatal.  Kerusakan pada otak saat prenatal terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh:
1.      Ibu menderita infeksi atau penyakit saat mengandung, sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya. Misalnya infeksi sypilis, rubella, typhus abdominalis
2.       Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggu, tali pusat tertekan sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf dalam otak
3.      Bayi dalam kandungan terkena radiasi, dimana radiasi langsung dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga  struktur dan fungsi terganggu
4.      Rh bayi tidak sama dengan ibunya, dimana Rh (resus) ibu dengan bayi harus sama agar proses metabolism berfungsi normal. Jika berbeda, maka mengakibatkan adanya penolakan yang  menyebabkan kelainan metabolisme ibu-bayi
5.      Ibu mengalami trauma (kecelakaan/benturan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat
Kerusakan pada otak saat natal terjadi saat bayi dilahirkan. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh:
1.      Proses kelahiran terlalu lama sehingga bayi kekurangan oksigen, dimana apabila kekurangan oksigen terjadi dapat menyebabkan terganggunya system metabolism dalam otak bayi dan mengakibatkan jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan
2.      Kelahiran dipaksa dengan menggunakan tang (forcep), dimana tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya jaringan syaraf otak 
3.      Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan, yang diberikan pada saat ibu dioperasi dapat mempengaruhi system persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya
4.      Bayi lahir sebelum waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya belum matang sehingga fisiologisnya mengalami kelainan dan rentannya bayi dalam terkena infeksi atau penyakit yang dapat merusak system persyarafan pusat bayi
Kerusakan pada otak saat postnatal terjadi pada masa mulai bayi dilahirkan sampai anak berusia 5 tahun. Usia 5 tahun dijadikan patokan karena perkembangan otak dianggap telah selesai. Kerusakannya dapat terjadi disebabkan oleh:
1.      Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi, misalnya pukulan atau benturan pada kepala yang cukup keras
2.      Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit meningitis, encephalitis, influenza yang akut
3.      Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat mengakibatkan  kekurangan oksigen (anoxia)
4.       Keracunan karbonmonoksida
5.      Tercekik
6.      Tumor otak

C.      Klasifikasi Cerebral Palsy

Klasifikasi cerebral palsy dapat dilihat dari jumlah anggota badan yang berkelainan dan letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik).
1.      Ditinjau dari jumlah anggota badan yang berkelainan
Jumlah anggota gerak manusia ada empat, yaitu dua buah kaki dan dua buah tangan
a)      Satu anggota gerak  (monoplegia) terjadi pada satu anggota gerak saja, misalnya salah satu tangan, salah satu kaki, tangan kanan atau kiri, kaki kanan atau kiri
b)       Dua anggota gerak:
-          diplegia, terjadi pada kedua tangan atau terjadi pada kedua kaki (disebut juga: paraplegia);
-           hemiplegia, kelumpuhan yang terjadi pada separuh anggota gerak secara vertical, misalnya satu tangan dan kaki pada sebelah kiri atau sebelah kanan
-           Tiga anggota gerak (triplegia), terjadi pada dua tangan dan satu kaki atau dua kaki dan satu tangan
-           Empat anggota gerak (tetraplegia/quadriplegia), terjadi pada keempat anggota gerak  
                                                

2.    Ditinjau dari letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik)  
Bila ditinjau dari letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik), anak cerebral palsy dibedakan atas:
a)      Spastik (spasticity), karakteristiknya adanya kekakuan, kejang  pada sebagian atau seluruh ototnya; kaku otot organ bicara seperti lidah, pita suara dan rahang bawah menyebabkan kelainan dalam bicara. Cerebral palsy spastic ini letak kelainannya terjadi di tractus pyramidalis (cerebral cortex).
b)      Dyskenisia, ditandai dengan tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak dalam diri individu CP, terbagi lagi menjadi:  
c)      Athetosis, yaitu gerakan-gerakan yang tidak terkontrol (unvoluntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Letak kelainannya terjadi di basal ganglion.
d)      Rigid, yaitu kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sulit dibengkokan dan hiperektensi pada leher dan punggung. Cerebral palsy rigid ini terjadi karena adanya pendarahan di dalam otak, adanya luka sistem ekstrapiramidalis atau extrapyramidalis system (sistem yang berbentuk piramid pada bagian luar dari otak).
e)      hipotonia/atonia, yaitu tidak adanya ketegangan otot, tidak mampu merespon rangsangan yang diberikan
f)        tremor, yaitu adanya getaran-getaran kecil (ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau pada kepala, letak kelainan terjadi di ganglia basal
g)      Ataxia, yaitu anak cerebal palsy yang mengalami gangguan keseimbangan, tidak adanya koordinasi dan hipotania. Letak kelainannya di otak kecil (cerebellum).
h)      Campuran, yaitu gangguan gerak campuran, misal: rigid dan spastic.




D.     Cerebral Palsy Spastic Diplegi

Secara umum, Cerebral Palsy yang dikenal sebagai gangguan yang berefek pada gerakan dan postur. Pada cerebral spastic otot-otot menjadi kaku dan canggung.
Tipe ini digolongkan berdasarkan bagian mana dari tubuh yang
terpengaruh. Spastic diplegic merupakan gangguan yang mengenai pada keempat ekstremitas tubuh (ekstremitas atas dan bawah) dengan tingkat spastic ekstremitas bawah lebih berat daripada ekstremitas atas. Cerebral palsy.
Definisi spastik menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) adalah bersifat atau ditandai dengan spasme. Hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan gerakan kaku.
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral (Dorlan, 2005). Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utamanya mengenai kedua belah kaki (Dorlan, 2005).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CP Spastik Diplegia adalah suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat daripada anggota gerak atas, dengan karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian bawah menuju ekstremitas bawah. Pada CP spastik diplegia kadang-kadang disertai dengan retardasi mental, kejang dan gambaran ataksia.

E.      Patologi

Cp spastic diplegi dari beberapa literature diasumsikan oleh karena adanya haemorage dan periventricular leukomalacia pada area substantia alba yang merupakan area terbesar dari kortek motor. Periventricular leukomalacia adalah nekrosis dari substantia alba sekitar ventrikel akibat menurunnya kadar oksigen dan arus darah pada otak yang biasanya terjadi pada spastic diplegi. Periventricular leukomalacia sering terjadi bersamaan dengan lesi haemoragic dan potensi terjadi selama apnoe pada bayi premature. Baik periventricular leukomalacia maupun lesi haemoragic dapat menyebabkan spastic diplegi. Hal ini sekaligus menguatkan arti pathogenesis adalah kejadian kerusakan pada white matter.

F.       Anatomi Otak


Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat memengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak memengaruhi perkembangan psikologi kognitif. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentukpembelajaran lainnya.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensi aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini dikirimkan pada celah yang dikenal sebagai sinapsis. Avertebrata seperti serangga mungkin mempunyai jutaan neuron pada otaknya, vertebrata besar bisa mempunyai hingga seratus miliar neuron.
            Otak terdiri atas beberapa bagian yaitu :
1.      Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
·         Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
·         Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
·         Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
·         Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.



Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional. Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada halaman tersendiri. Anda bisa membacanya dengan  

2.      Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.


3.      Brainstem (Batang Otak)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu dekat dengan anda.

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
·         Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
·         Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
·         Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah berhubungan dengan kemampuan supranatural seperti melihat dengan mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan para dokter saraf karena tidak terbukti dan tidak ada dasar ilmiahnya.


4.      Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya Anda lebih memperhatikan anak Anda sendiri dibanding dengan anak orang yang tidak Anda kenal. Mengapa? Karena Anda punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Anda. Begitu juga, ketika Anda membenci seseorang, Anda malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi karena Anda punya hubungan emosional dengan orang yang Anda benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung  menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

G.     Karakteristik Cerebral Palsy
Karakteristik anak cerebral palsy secara umum sebagai berikut: 
1)      Motorik, mengalami gangguan dalam gerak, berpindah tempat, dan berjalan
2)      Sensoris, mengalami gangguan penyerta seperti penglihatan, pendengaran, kemampuan kesan gerak dan raba (taktil-kinestetik)
3)      Kecerdasan, berentang mulai paling dasar sampai gifted; 45% keterbelakangan mental, 35% normal dan di atas rata-rata, sisanya sedikit di bawah rata-rata
4)      Persepsi, mengalami gangguan dalam persepsi dimana tahapan persepsi: stimulus – indera – syaraf sensoris – otak (menerima, menafsirkan, menganalisis) – persepsi.  
5)      Kognisi, yaitu interaksi dinamis individu dengan lingkungan  melalui persepsi dengan menggunakan media sensoris (indera), dimana proses kognisi: memperoleh, menyimpan, menganalisis, dan mengaplikasikan yang telah diperoleh. Hal ini berhubungan dengan otak
6)      Berbicara, mengalami gangguan dalam berbicara dimana dalam berbicara berhubungan dengan otot-otot bicara, proses interaksi dengan lingkungan
7)      Simbolisasi, merupakan bentuk tertinggi dari kemampuan mental dan memerlukan konsentrasi secara abstrak, dimana ada proses menerima dan menyampaikan, hal ini berhubungan dengan sensoris penglihatan dan pendengaran
8)      Emosi dan penyesuaian sosial, dimana respon dan sikap masyarakat/lingkungan sekitar mempengaruhi pembentukan pribadi anak CP secara umum, dan khususnya yang berkaitan dengan konsep dirinya

H.     Tanda dan Gejala
Pada anak dengan CP spastik diplegi biasanya ditandai dengan kelemahan anggota gerak bawah. Adanya spastisitas pada tungkai bawah. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi pada gerakan ekstrimas bawah serta gangguan pola jalan. Pada gangguan pola jalan terdapat ciri khas yaitu pola jalan menggunting (scissor gait) dengan fleksi hip dan knee,endorotasi dan adduksi hip,plantar fleksi dan inversi kaki. 






A.    Pengertian Sprain Ankle

Sprain ankle  adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata.
Ligament lateral complex ankle terdiri atas ligament talofibular anterior, ligament talofibular posterior, ligament talocalcaneus, ligament calcaneocuboideum, dan ligament calcaneafibular. Ligament lateral complex ankle berfungsi sebagai stabilisator, tetapi yang paling sering terjadi cidera adalah ligamentum talofibular anterior. Jika gaya yang terjadi pada ankle lebih besar, maka ligamentum calcaneofibular juga ikut rusak. Keadaan ini menyebabkan nyeri dan bengkak, serta penurunan fungsi seperti kesulitan berjalan.

B.     Epidemiologi Sprain Ankle

Sprain ankle merupakan tipe injury ankle yang paling banyak terjadi pada olahragawan. Sprain adalah overstretch dan kerobekan pada ligamentum. Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan bagian lateral ankle yaitu ligamentum lateral complex.

C.    Etiologi

Sprain ankle dapat terjadi pada atlet maupun non atlet, anak-anak maupun orang dewasa. sprain ankle dapat terjadi ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, melangkah di permukaan yang tidak rata, perputaran kaki ke dalam atau ke luar yang berlebihan yang menyebabkan kerobekan ligament lateral kompleks ankle.
Sprain pada ligamentum lateral complex dihasilkan oleh gaya inversi dan plantar fleksi ankle yang tiba-tiba, dimana seringkali terjadi selama olahraga atletik atau exercise ketika berat tubuh yang diterima oleh kaki saat menumpuh tidak sempurna diatas permukaan yang tidak rata menyebabkan tapak kaki (dorsum kaki) dalam posisi inversi saat gaya tersebut terjadi. Akibatnya, ligamentum lateral complex mengalami overstretch.

D.    Anatomi Ankle
Pergelangan kaki dan kaki merupakan anggota ekstremitas bawah yang berfungsi  sebagai stabilisasi dan penggerak. Di mana terdiri dari 28 tulang dan  paling sedikit 29 sendi, yang mana memiliki fungsi utama sebagai membentuk dasar penyangga, sebagai peredam kejut, dan sebagai penyesuai mobilitas.
1.      Struktur Tulang
 Pada ankle terdiri atas pengelompokan , diantaranya :
1.      Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea
2.      Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa  Cuneiforme
3.      Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus ( Subtalar joint/Talo calcanel joint ).
Pergelangan kaki dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula sebagai ”garpu” yang bersendi langsung dengan : Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah.
foot_anatomy_bones01afoot_anatomy_bones01afoot_anatomy_bones01a






2.1 Struktur Tulang Ankle

Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc           :
-          Longitudinal Arc  : merupakan kontinum dari calcaneus dan caput metatarsal .
-          Transverse Arc      : bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum, lateral cuneiforme, mid cuneiform dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar.

2.      Struktur Otot – otot
2.2 Struktur Otot Ankle

M. soleus berasal dari caput fibulae dan sepertiga atas facies dorsalis fibulae, dari linea musculi solei pada tibia dan dari arcus tendineus antara caput fibulae dan tibia yaitu arcus tendinesus musculi solei terletak distalis M. popliteus. Ujung tendon besar otot bersatu dengan ujung tendon M. gastrocnemius dan berinsertio pada tubercalcanei sebagai tendon calcaneus (achiles tendon).  Diantara facies proksimalis tubercalcanei dan tendon ini terdapat bursa tendinis calcanei.
M. gastrocnemius berasal dari bagian proksimalis condylus medialis femoris dengan caput mediale dan dengan caput laterale disebelah proksimalis condylus lateralis femoris. Beberapa serabut dari caput mediale dan caput laterale juga berasal dari capsula articularis sendi lutut. Kedua caput tersebut berjalan ke distalis, membentuk batas inferior fossa poplitea dan bergabung dengan tendon M. soleus.
M. tibialis anterior berasal dari daerah yang lebar facies lateralis tibia, membrana interossea dan fascia cruris. Otot ini mempunyai venter tiga sisi yang berakhir pada tendon yang berjalan di bawah retinaculum musculorum extensorum superius dan retinaculum musculorum extensorum inferius dan dibungkus oleh selubung sinovial. Otot ini berinsertio pada facies plantaris os. Cuneiforme mediale dan os. metatarsale pertama. Bursa subtendinea musculi tibialis anterior terletak antara tendon dan os. Cuneiforme mediale.
M. tibialis posterior berasal dari membrana interossea dan permukaan tibia yang berhubungan dan fibula. Tendon turun ke bawah pada sulcus malleolaris di belakang malleolaris medialis dalam selubung sinovial diantara sustenaculum tali dan tuberositas ossis navicularis dan sampai ke tapak kaki. Otot ini dibagi atas dua bagian. Yang tebal adalah pars medialis melekat pada tuberositas ossis navicularis. Sedangkan bagian lateralis merupakan bagian lemah, berinsertio pada ketiga tulang cuneiforme.
M. peroneus longus berasal capsula articularis sendi tibiofibularis, caput fibulae dan bagian proksimalis fibula. Otot ini berakhir berupa tendon panjang yang berjalan di belakang malleolus lateralis melewati alur di belakang malleolus fibularis di dalam selubung sinovial bersama dengan tendon M. peroneus brevis, berjalan dibawah retinaculum musculorum peroneorum superius. Tendon ini mencapai tempat insertio dengan jalan melalui sulcus tendinis musculi peronei longi ossis cuboidea di dalam saluran fibrosa yang berjalan dari system lateral di belakang tuberositas ossis metatarsalis quinti miring ke arah pinggir medialis kaki. Bersama-sama dengan M. peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat.
M. peroneus brevis berasal dari facies lateralis fibulae. Tendon otot ini bersama-sama dengan tendon M. peroneus longus berjalan dalam selubung sinovial yang sama pada sulcus tendinis musculi peronei longi, di bawah retinaculum musculorum superius. Otot ini bekerja seperti M. peroneus longus.

3.      Struktur Sendi Ankle
a.       Distal Tibio Fibular Joint
Merupakan Syndesmosis joint dengan satu kebebasan gerak kecil, membuka dan menutup garpu. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan interroseum membrane/ ligament.
Arthokinematik dan osteokinematik adalah gerak geser dalam bidang sagital sangat kecil dan gerak angulasi dalam bidang frontal sebagai membuka dan menutup garpu .
b.      Ankle Joint ( Talo Crural Joint )
Merupakan hinge joint yang dibentuk oleh cruris ( tibia dan fibula ) dan os. Talus. Diperkuat oleh ligamenta tibio fibular ligament sisi superior, juga posterior , inferior dan anterior, Tibiotalar ligament serta posterior, inferior dan anterior Talofibular ligament .
Arthrokinematik dan osteokinematiknya adalah gerakan hanya plantar flexi ( ROM : 40 – 500  hard end feel ), Dorsal fleksi ( ROM : 20 – 300 elastic end feel ) . Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi untuk gerak dorsal fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah anterior.
c.       Subtalar Joint ( Talo Calcaneal Joint )
Merupakan jenis sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Diperkuat oleh Talocalcaneal ligament.
Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi ( valgus ) dan adduksi ( varus ), yang ROM keduanya adalah hard end feel.
d.      Inter Tarsal Joint
1)      Talo Calcaneo Navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi yang kompleks, termasuk jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh plantar calcaneonavicular ligament.
2)      Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama alonavicularis membentuk transverse tarsal ( mid tarsal joint ). Diperkuat ligament: Spring ligament, Dorsal talo navicular ligamnet, Bifurcatum ligament, Calcaneo cuboid ligamnet, Plantar calcaneocuboid ligament.
3)      Cuneo navicular joint, navicular bersendi dengan cuneiforme I, II, III ,  berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih kecil , bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama ; plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke plantar.
4)      Cuboideocuneonavicular joint , sendi utamanya adalah cuneiform II-cuboid berupa plan joint. Gerak terpenting adalah inversi dan eversi. Saat inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform III.
5)      Intercuneiforms joint, dengan navicular membentuk transverse arc saat inversi-eversi terjadi pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya  berupa gerak translasi antar os. Tarsal satu terhadap lainnya.
6)      Tarso Metatarsal Joint
      Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III, sehingga  sendi ini paling stabil dan gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak  Metatrsal ke distal.

e.       Metatarso Phalangeal Joint
Distal metatarsal berbentuk konveks  membentuk sendi ovoid-hinge dengan gerak : fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi. MLPP = Ekstensi 110  , CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu kearah distal searah sumbu longitudinal phalank.
f.       Proximal dan Distal Interphalangeal Joint
Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang berbentuk konkav membentuk sendi hinge. Gerakanya adalah fleksi-ekstensi. MLPP = Fleksi 100  , CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah gerak angular, traksi selalu ke arah distal searah axis sumbu longitudinal phalang.
Ankle_Anatomy






2.3 Struktur Sendi dan Ligament Ankle
4.      Struktur Ligament Ankle
Ligamentum pada ankle joint dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu ligamentum talonaviculare, ligamentum talocalcaneum lateral, ligamentum talocalcaneum medial, dan ligamentum talocalcaneum posterior. Ligamentum tarsi dorsal termasuk ligamentum bifurcatum dengan serabut ligamentum calcaneocuboid, ligamentum intercuneiform dorsal, ligamentum cuneocuboid dorsal, ligamentum cuboidonaviculare dorsal, ligamentum cuneonavicular dorsal, dan ligamentum calcaneocuboid dorsal. Ligamentum tarsi plantaria menghubungkan masing- masing ossa tarsi pada permukaan plantaris. Ligamentum tersebut meliputi ligamentum plantar longum yang berjalan dari tuberositas calcanei ke cuboid dan ossi metatarsal. Ligamentum calcaneinavicular plantar atau spring ligamentum sangat penting untuk stabilisasi kaki. Pars medial ligamentun plantar longum, ligamentum calcaneocuboideum plantar merupakan bagian yang sangat penting.
Selain itu juga terdapat ligamentum cuneonavicular plantar, ligamentum cuboideonavicular plantar, ligamentum intercuneiform plantar, ligamentum cuneocuboid plantar dan ligamentum interrosea yaitu ligamentum  cuneocuboideum interossum dan ligamentum intercuneiform interrosea. Pada ligamentum antara tarsal dan metatarsal terdapat ligamentum tarsometatarso dorsal, ligamentum tarsometatarso plantar dan ligamentum cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamentum metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis metatarsal.   Ligament pada lateral kaki antara lain adalah ligamentum talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inverse. Ligamentum calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi dan ligamentum calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi.   

5.      Struktur Tendon Ankle

2.4 Struktur Tendon Ankle

Pada daerah dorsum pedis selubung sinovial terdapat tendon musculus tibialis anterior, ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum longus. Tendon-tendon dan selubung tendon pada daerah ini terikat pada tempatnya oleh retinaculum musculorum ekstensor inferior.
Pada sisi lateral ossi tarsal di daerah trochlea peroneal os. calcaneus terdapat selubung tendon peroneal bersama untuk musculi peronei. Tendon musculus peroneus longus meninggalkan selubung tendon sinovial dan melanjutkan diri menyilang di daerah plantaris di dalam selubungnya sendiri. Tendon ini berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Selubung tendon bersama untuk musculi peronei terfiksasi pada tempatnya oleh retinaculum musculus peroneus superior dan retinaculum musculus peroneus inferior.
Tendon musculus peroneus brevis berjalan dalam selubung sinovial yang sama pada sulcus tendinis musculi peronei longi, di bawah retinaculum musculorum superius. Tendon ini berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Pada facies lateralis calcanei, tendon otot ini terfiksasi bagian proksimalisnya yaitu di atas trochlea peronealis calcanei oleh retinaculum musculorum peroneorum inferius dimana terdapat evaginasi selubung sinovial bersama yang membungkus tendon. Tendon otot ini melekat pada tuberositas ossis metatarsalis quinti. Apabila terjadi cidera pada tendon muskulus peroneus longos dan brevis akan berpengaruh terhadap gerakan plantar fleksi.
 Tendon-tendon otot-otot fleksor terletak pada sisi medial di belakang malleolus medial. Selubung-selubung tendonnya berjalan di bawah retinaculum musculus fleksor pedis (ligamentum lacinatum) yang terdiri dari lapisan superficial, memperkuat fascia cruris dan lapisan profunda. Di bawah lapisan ini lewat tiga tendon masing-masing terbungkus oleh selubung sinovialnya sendiri diantaranya musculus tibialis posterior, flexor digitorum longus dan flexor hallucis longus.
Pada bagian plantaris terdapat lima selubung tendon sesuai dengan jari masing-masing. Selubung ini tidak berhubungan satu dengan yang lain dan diperkuat oleh selubung fibrosa yang masing-masing terdiri dari pars anulare dan pars cruciforme. Pars anulare tediri dari berkas-berkas serabut sirkular dan terletak pada daerah sendi. Pars cruciforme diantara sendi-sendi dan persilangan kumpulan serabut-serabut jaringan penyambung. Pada bagian rongga tengah facies plantaris tidak ditemui selubung tendon.


6.      Vaskularisasi Jaringan
Pembuluh darah merupakan jaringan tertutup yang menghubungkan ke jantung yang membawa darah ke seluruh sel tubuh. Pembuluh darah dibagi menjadi 3 bagian utama berdasarkan struktur dan fungsi yaitu arteri, vena dan kapiler. Dinding arteri dan vena terdiri atas 3 lapisan yaitu tunica intima (tunica interna), tunica media dan tunica adventitia (tunica externa). Dinding arteri mempunyai dua pola spesifik yaitu elastisitas dan kontraktilitas.
Dinding muskular arteri dan vena dapat melebar dan berkontraksi terhadap perubahan diameter pembuluh. Jarak bukaan dalam pembuluh darah dinamakan lumen. Ketika diameter pembuluh membesar disebut vasodilatasi, dan ketika menyempit disebut vasokontriksi. Vasodilatasi dan vasokontriksi terjadi karena 2 faktor yaitu stimulus saraf secara langsung melalui pusat vasomotor di medula oblongata dan respon refleks lokal karena perubahan tekanan dan temperatur.

E.     Patologi Medik
2.5 Sprain Ankle
Ligamentum berfungsi sebagai penahan dan penjaga tulang-tulang dan sendi pada ankle. Ligamentum merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif. Sprain ankle dapat terjadi ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, melangkah di permukaan yang tidak rata, perputaran kaki ke dalam atau ke luar yang berlebihan yang menyebabkan kerobekan ligament lateral kompleks ankle. Sprain ankle dapat dikelompokkan menjadi 3 derajat berdasarkan derajat kerusakannya, yaitu:
1.      Derajat I, ditandai dengan : ligametum teregang tetapi tidak mengalami kerobekan. Pergelangan kaki biasanya tidak terlalu membengkak, nyeri ringan dan sedikit bengkak namun dapat meningkatkan resiko terjadinya cidera berulang.
2.      Derajat II, ditandai dengan : sebagian ligamentum mengalami kerobekan, pembengkakan dan memar tampak dengan jelas, nyeri hebat (aktualitas tinggi), penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan) dan biasanya berjalan menimbulkan nyeri.
3.      Derajat III, ditandai dengan: ligamentum mengalami robekan total, sehingga terjadi pembengkakan dan kadang perdarahan di bawah kulit. Akibatnya pergelangan kaki menjadi tidak stabil dan tidak mampu menahan beban.
Dikatakan sprain ankle jika dijumpai kerobekan mikroskopis pada ligament atau tendon yang disebabkan terjadinya radang atau inflamasi. Setelah terjadinya cidera tubuh akan menghasilkan zat-zat kimiawi seperti Prostaglandin, Histamin, dan Bradikinin sehingga akan menurunkan ambang rangsang saraf A delta dan C yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan atau inflamasi primer. Nyeri yang ditimbulkan ketika inflamasi primer akan dibawa ke ganglia dorsalis yang memicu produksi “P” substace yang akan ditranportasi melalui serabut saraf dan akan disusul terjadinya inflamasi. “P” substance yang akan ditransportasi ke central akan menurunkan ambang rangsang traktus spinothalamicus atas dan bawahnya, dan ini merupakan proses divergensi sehingga nyeri akan terasa pada daerah trauma dan disekitarnya. Pada tendon peroneus longus dan brevis apabila terjadi strain akan mngakibatkan nyeri pada saat berkontraksi. Adanya nyeri menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
Otot merupakan stabilisasi aktif pada sendi, adanya penurunan kekuatan otot menyebabkan stabilisasi pada sendi menurun. Stabilisasi sendi yang menurun membuat keseimbangan pada sendi saat melakukan gerakan menurun. Pada ligament akan mengalami laxity yang mengakibatkan instability. Ligament yg tidak stabil mengakibatkan imbalance pada ankle. Sehingga mengakibatkan gangguan pada refleks active stabilizing. Hal ini membuat sendi rawan terhadap cidera. Adanya cidera berulang pada sendi menimbulkan nyeri berulang yang sering disebut nyeri kronik.
 Pada kasus sprain ankle kronik selalu ditemukan ketidakstabilan dari sendi ankle dan terganggunya feedback proprioceptive. Dengan terjadinya kerusakan pada ligament sehingga merusak mekanoreseptor. Cidera yang berulang-ulang dalam waktu yang lama akan mengakibatkan penurunan dari kesadaran proprioseptive, ketidakstabilan postural, mengarah pada rasa yang tidak terkoordinasi dan hilangnya kontrol gerakan. Agar ankle mempunyai control yang baik, saraf dan otot harus berfungsi secara sinergis. Jika terjadi kekurangan disalah satunya maka akan timbul ketidakstabilan. Berubahnya rasa keseimbangan akan mengakibatkan meningkatnya ketidakstabilan ankle karena meningkatnya gerakan tubuh yang menjauh dari centre of gravity.
Ligamentum yang paling sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular anterior.  Pada trauma yang lebih berat atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah tidak memadai lagi karena suatu trauma yang pernah dialaminya, maka juga ligamentum calcaneofibular dapat teregang secara berlebihan atau robek. Sedangkan, ligamentum talofibular posterior sangat jarang terjadi kerusakan dibanding kedua ligament diatas. Beberapa orang yang mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya bunyi “Ceklek” atau letupan saat terjadi injury. Setelah injury terjadi, pasien mengalami kesulitan berjalan karena pada posisi lateral ankle mulai nyeri dan bengkak.

F.     Patologi Fungsi


2.6 Trigger Point Otot

Sprain ankle dapat mempengaruhi kualitas gerak dan fungsi ankle dan sendi tubuh yang lain seperti lutut dan hip. Akibat sprain ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas seseorang sehingga terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain untuk menghindari nyeri. Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian besar pola berjalannya berubah menjadi antalgic gait, dimana individu tersebut berjalan berjinjit untuk menghindari nyeri dan penekanan pada lateral dan anterior ankle ketika fase mid stance pada stand phase berjalan.
Kompensasi gerak dengan pola jalan antalgic gait, akan membuat m. gastrocnemeus dan m. soleus bekerja dengan keras mempertahankan  posisi ankle yang menjinjit dimana lutut fleksi sehingga menimbulkan ketegangan pada otot-otot tersebut dan tendon achiles menerima tegangan yang besar dengan posisi yang memendek. Akibatnya, tendon achiles tightness, m. gastrocnemeus dan m. soleus spasme dan tightness. Selain itu, posisi ankle yang plantar fleksi dengan jari-jari kaki fleksi akan mempengaruhi m. tibialis anterior yang terus bekerja mempertahankan gerak plantar fleksi sehinga otot ini cenderung lemah dan spasme. Overkontraksi otot akan menimbulkan spasme otot dimana terjadi iskemik pada otot sehingga menimbulkan trigger point di otot.

G.    Proses Penyembuhan Luka
Pada saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka akan terjadi peradangan yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas kemerahan dan gangguan fungsi. Hal ini perlu diuraikan sehubungan dengan patofisiologi dan penggunaan ultrasound.  Adapun fase-fase penyembuhan luka secara fisiologis adalah sebagai berikut:
  1. Fase Perdarahan
Fase perdarahan adalah fase yang terjadi antara 20 - 30 menit infiltrasi fibrin mengubah perdarahan menjadi hematoma setelah terjadi trauma. Pada fase tahap ini perdarahan berhenti setelah dikeluarkan fibrin untuk menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan keluarnya hematoma dan keluarnya zat - zat iritan.
  1. Fase Peradangan
Fase peradangan adalah fase yang terjadi antara 24 - 36 jam setelah trauma. Fase peradangan aktif ditandai dengan radang tinggi dengan gejala - gejala panas, merah dan bengkak pada daerah trauma. Pada fase ini terjadi aktualitas nyeri yang tinggi dimana fase ini sebagai awal dari proses penyembuhan luka.  
  1. Fase Regenerasi
            Pada fase ini terdiri dari tiga fase :
a)      Fase proliferasi (2 - 4) hari
Pada fase ini ditandai dengan menurunnya rasa nyeri, jumlah protein pertahanan tubuh banyak dan jumlah fibroblast meningkat. Pada fase ini juga terjadi rekonstruksi jaringan pembentukan jaringan permukaan dan memberikan kekuatan pada daerah trauma. Sel - sel lain peningkatan, juga terjadi peningkatan sel - sel macrophage dan sel - sel endothelia untuk membentuk pembuluh - pembuluh darah baru yang terkenal dengan proses angiogenesis.
b)      Fase produksi (4 hari - 3 minggu)
Pada fase ini ditandai dengan penurunan proses pertahanan tubuh, diikuti dengan peningkatan fibroblast dan monosit yang tinggi, telah terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi baru serta peningkatan oksigenisasi pada daerah cidera. Beberapa fibroblast terbentuk menjadi myofibroblast yang memberikan efek wound contraction.
c)      Fase remodeling (3 minggu - 3 bulan)

H.    Tanda dan Gejala
1.      Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena
2.      Haemarthrosis / perdarahan sendi
3.      Nyeri pada persendian tulang
4.      Nyeri bila anggota badan digerakkan / diberi beban
5.      Fungsi persendian terganggu, terjadi kekakuan sendi
6.      Ketidakstabilan persendian  


Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer