A.
Pengertian Sprain Ankle
Sprain ankle adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada
ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan
plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/
tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata.
Ligament lateral complex ankle terdiri atas ligament talofibular anterior,
ligament talofibular posterior, ligament talocalcaneus, ligament
calcaneocuboideum, dan ligament calcaneafibular. Ligament lateral complex ankle
berfungsi sebagai stabilisator, tetapi yang paling sering terjadi cidera adalah
ligamentum talofibular anterior. Jika gaya yang terjadi pada ankle lebih besar,
maka ligamentum calcaneofibular juga ikut rusak. Keadaan ini
menyebabkan nyeri dan bengkak, serta penurunan fungsi seperti kesulitan
berjalan.
B.
Epidemiologi Sprain Ankle
Sprain
ankle merupakan tipe injury ankle yang paling banyak terjadi pada
olahragawan. Sprain adalah overstretch dan kerobekan pada
ligamentum. Hampir 85% sprain ankle terjadi pada struktur jaringan
bagian lateral ankle yaitu ligamentum lateral complex.
C.
Etiologi
Sprain ankle dapat terjadi pada atlet maupun non
atlet, anak-anak maupun orang dewasa. sprain ankle dapat terjadi ketika sedang
berolahraga, aktivitas fisik, melangkah di permukaan yang tidak rata,
perputaran kaki ke dalam atau ke luar yang berlebihan yang menyebabkan
kerobekan ligament lateral kompleks ankle.
Sprain
pada ligamentum lateral complex dihasilkan oleh gaya inversi dan plantar fleksi
ankle yang tiba-tiba, dimana seringkali terjadi selama olahraga atletik atau
exercise ketika berat tubuh yang diterima oleh kaki saat menumpuh tidak
sempurna diatas permukaan yang tidak rata menyebabkan tapak kaki (dorsum kaki)
dalam posisi inversi saat gaya tersebut terjadi. Akibatnya, ligamentum lateral
complex mengalami overstretch.
D.
Anatomi Ankle
Pergelangan kaki dan kaki merupakan anggota ekstremitas bawah yang
berfungsi sebagai stabilisasi dan
penggerak. Di mana terdiri dari 28 tulang dan
paling sedikit 29 sendi, yang mana memiliki fungsi utama sebagai membentuk
dasar penyangga, sebagai peredam kejut, dan sebagai penyesuai mobilitas.
1.
Struktur Tulang
Pada ankle terdiri
atas pengelompokan , diantaranya :
1.
Fore foot, terdiri
dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea
2.
Mid foot, terdiri
dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa
Cuneiforme
3.
Rear foot, terdiri
dari: Os, Talus dan Os Calcaneus ( Subtalar joint/Talo calcanel joint ).
Pergelangan kaki
dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula sebagai ”garpu” yang
bersendi langsung dengan : Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang,
Os. Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme
bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal
14 buah.
2.1 Struktur Tulang Ankle
Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc :
-
Longitudinal Arc : merupakan kontinum dari calcaneus dan caput
metatarsal .
-
Transverse Arc : bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum,
lateral cuneiforme, mid cuneiform dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada
bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar.
2.
Struktur Otot –
otot
2.2 Struktur Otot Ankle
M. soleus berasal dari caput fibulae dan sepertiga atas facies
dorsalis fibulae, dari linea musculi solei pada tibia dan dari arcus tendineus
antara caput fibulae dan tibia yaitu arcus tendinesus musculi solei terletak
distalis M. popliteus. Ujung tendon besar otot bersatu dengan ujung tendon M.
gastrocnemius dan berinsertio pada tubercalcanei sebagai tendon calcaneus
(achiles tendon). Diantara facies
proksimalis tubercalcanei dan tendon ini terdapat bursa tendinis calcanei.
M. gastrocnemius berasal dari bagian proksimalis condylus medialis
femoris dengan caput mediale dan dengan caput laterale disebelah proksimalis
condylus lateralis femoris. Beberapa serabut dari caput mediale dan caput
laterale juga berasal dari capsula articularis sendi lutut. Kedua caput
tersebut berjalan ke distalis, membentuk batas inferior fossa poplitea dan
bergabung dengan tendon M. soleus.
M. tibialis anterior berasal dari daerah yang lebar facies
lateralis tibia, membrana interossea dan fascia cruris. Otot ini mempunyai
venter tiga sisi yang berakhir pada tendon yang berjalan di bawah retinaculum
musculorum extensorum superius dan retinaculum musculorum extensorum inferius
dan dibungkus oleh selubung sinovial. Otot ini berinsertio pada facies
plantaris os. Cuneiforme mediale dan os. metatarsale pertama. Bursa subtendinea
musculi tibialis anterior terletak antara tendon dan os. Cuneiforme mediale.
M. tibialis posterior berasal dari membrana interossea dan
permukaan tibia yang berhubungan dan fibula. Tendon turun ke bawah pada sulcus
malleolaris di belakang malleolaris medialis dalam selubung sinovial diantara
sustenaculum tali dan tuberositas ossis navicularis dan sampai ke tapak kaki.
Otot ini dibagi atas dua bagian. Yang tebal adalah pars medialis melekat pada
tuberositas ossis navicularis. Sedangkan bagian lateralis merupakan bagian
lemah, berinsertio pada ketiga tulang cuneiforme.
M. peroneus longus berasal capsula articularis sendi
tibiofibularis, caput fibulae dan bagian proksimalis fibula. Otot ini berakhir
berupa tendon panjang yang berjalan di belakang malleolus lateralis melewati
alur di belakang malleolus fibularis di dalam selubung sinovial bersama dengan
tendon M. peroneus brevis, berjalan dibawah retinaculum musculorum peroneorum
superius. Tendon ini mencapai tempat insertio dengan jalan melalui sulcus
tendinis musculi peronei longi ossis cuboidea di dalam saluran fibrosa yang
berjalan dari system lateral di belakang tuberositas ossis metatarsalis quinti
miring ke arah pinggir medialis kaki. Bersama-sama dengan M. peroneus brevis,
merupakan pronator yang paling kuat.
M. peroneus brevis berasal dari facies lateralis fibulae. Tendon
otot ini bersama-sama dengan tendon M. peroneus longus berjalan dalam selubung
sinovial yang sama pada sulcus tendinis musculi peronei longi, di bawah
retinaculum musculorum superius. Otot ini bekerja seperti M. peroneus longus.
3.
Struktur Sendi
Ankle
a.
Distal Tibio
Fibular Joint
Merupakan
Syndesmosis joint dengan satu kebebasan gerak kecil, membuka dan menutup garpu.
Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament dan interroseum
membrane/ ligament.
Arthokinematik dan
osteokinematik adalah gerak geser dalam bidang sagital sangat kecil dan gerak
angulasi dalam bidang frontal sebagai membuka dan menutup garpu .
b.
Ankle Joint ( Talo
Crural Joint )
Merupakan hinge
joint yang dibentuk oleh cruris ( tibia dan fibula ) dan os. Talus. Diperkuat
oleh ligamenta tibio fibular ligament sisi superior, juga posterior , inferior
dan anterior, Tibiotalar ligament serta posterior, inferior dan anterior
Talofibular ligament .
Arthrokinematik dan
osteokinematiknya adalah gerakan hanya plantar flexi ( ROM : 40 – 500 hard end feel ), Dorsal fleksi ( ROM : 20 – 300
elastic end feel ) . Traksi terhadap talus selalu kearah distal. Translasi
untuk gerak dorsal fleksi kearah posterior dan gerak plantar fleksi kearah
anterior.
c.
Subtalar Joint (
Talo Calcaneal Joint )
Merupakan jenis
sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus dan Calcaneus. Diperkuat oleh Talocalcaneal
ligament.
Arthrokinematik dan
osteokinematik adalah gerakan yang terjadi berupa adduksi ( valgus ) dan
adduksi ( varus ), yang ROM keduanya adalah hard end feel.
d.
Inter Tarsal Joint
1)
Talo Calcaneo
Navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi yang kompleks, termasuk
jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh plantar calcaneonavicular ligament.
2)
Calcaneo cuboid
joint, merupakan plan joint, bersama alonavicularis membentuk transverse tarsal
( mid tarsal joint ). Diperkuat ligament: Spring ligament, Dorsal talo
navicular ligamnet, Bifurcatum ligament, Calcaneo cuboid ligamnet, Plantar
calcaneocuboid ligament.
3)
Cuneo navicular
joint, navicular bersendi dengan cuneiforme I, II, III , berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar
berukuran lebih kecil , bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama ;
plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke
plantar.
4)
Cuboideocuneonavicular
joint , sendi utamanya adalah cuneiform II-cuboid berupa plan joint. Gerak
terpenting adalah inversi dan eversi. Saat inversi cuboid translasi ke plantar
medial terhadap cuneiform III.
5)
Intercuneiforms
joint, dengan navicular membentuk transverse arc saat inversi-eversi terjadi
pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya
berupa gerak translasi antar os. Tarsal satu terhadap lainnya.
6)
Tarso Metatarsal
Joint
Cuneiforms
I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi dengan metatarsal
IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III,
sehingga sendi ini paling stabil dan
gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak Metatrsal ke distal.
e.
Metatarso
Phalangeal Joint
Distal metatarsal
berbentuk konveks membentuk sendi
ovoid-hinge dengan gerak : fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi. MLPP = Ekstensi
110
, CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah
gerak angular, traksi selalu kearah distal searah sumbu longitudinal phalank.
f.
Proximal dan Distal
Interphalangeal Joint
Caput proximal
phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang berbentuk konkav membentuk
sendi hinge. Gerakanya adalah fleksi-ekstensi. MLPP = Fleksi 100 , CPP = full ekstensi. Gerak translasi searah
gerak angular, traksi selalu ke arah distal searah axis sumbu longitudinal
phalang.
2.3 Struktur Sendi dan Ligament Ankle
4.
Struktur
Ligament Ankle
Ligamentum
pada ankle joint dapat dibagi dalam beberapa bagian yaitu ligamentum
talonaviculare, ligamentum talocalcaneum lateral, ligamentum talocalcaneum
medial, dan ligamentum talocalcaneum posterior. Ligamentum tarsi dorsal termasuk
ligamentum bifurcatum dengan serabut ligamentum calcaneocuboid, ligamentum
intercuneiform dorsal, ligamentum cuneocuboid dorsal, ligamentum
cuboidonaviculare dorsal, ligamentum cuneonavicular dorsal, dan ligamentum
calcaneocuboid dorsal. Ligamentum tarsi plantaria menghubungkan masing- masing
ossa tarsi pada permukaan plantaris. Ligamentum tersebut meliputi ligamentum
plantar longum yang berjalan dari tuberositas calcanei ke cuboid dan ossi
metatarsal. Ligamentum calcaneinavicular plantar atau spring ligamentum sangat
penting untuk stabilisasi kaki. Pars medial ligamentun plantar longum,
ligamentum calcaneocuboideum plantar merupakan bagian yang sangat penting.
Selain
itu juga terdapat ligamentum cuneonavicular plantar, ligamentum
cuboideonavicular plantar, ligamentum intercuneiform plantar, ligamentum
cuneocuboid plantar dan ligamentum interrosea yaitu ligamentum cuneocuboideum interossum dan ligamentum
intercuneiform interrosea. Pada ligamentum antara tarsal dan metatarsal
terdapat ligamentum tarsometatarso dorsal, ligamentum tarsometatarso plantar
dan ligamentum cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat
ligamentum metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis
metatarsal. Ligament pada lateral kaki
antara lain adalah ligamentum talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan
gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talofibular posterior yang berfungsi
untuk menahan gerakan kearah inverse. Ligamentum calcaneocuboideum yang
berfungsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi. Ligamentum talocalcaneus
yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi dan ligamentum
calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan kearah inversi.
5.
Struktur Tendon Ankle
2.4 Struktur Tendon Ankle
Pada
daerah dorsum pedis selubung sinovial terdapat tendon musculus tibialis
anterior, ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum longus.
Tendon-tendon dan selubung tendon pada daerah ini terikat pada tempatnya oleh
retinaculum musculorum ekstensor inferior.
Pada
sisi lateral ossi tarsal di daerah trochlea peroneal os. calcaneus terdapat
selubung tendon peroneal bersama untuk musculi peronei. Tendon musculus
peroneus longus meninggalkan selubung tendon sinovial dan melanjutkan diri
menyilang di daerah plantaris di dalam selubungnya sendiri. Tendon ini
berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Selubung tendon bersama untuk
musculi peronei terfiksasi pada tempatnya oleh retinaculum musculus peroneus
superior dan retinaculum musculus peroneus inferior.
Tendon
musculus peroneus brevis berjalan dalam selubung sinovial yang sama pada sulcus
tendinis musculi peronei longi, di bawah retinaculum musculorum superius.
Tendon ini berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki. Pada facies lateralis
calcanei, tendon otot ini terfiksasi bagian proksimalisnya yaitu di atas trochlea
peronealis calcanei oleh retinaculum musculorum peroneorum inferius dimana
terdapat evaginasi selubung sinovial bersama yang membungkus tendon. Tendon
otot ini melekat pada tuberositas ossis metatarsalis quinti. Apabila terjadi
cidera pada tendon muskulus peroneus longos dan brevis akan berpengaruh
terhadap gerakan plantar fleksi.
Tendon-tendon otot-otot fleksor terletak pada
sisi medial di belakang malleolus medial. Selubung-selubung tendonnya berjalan
di bawah retinaculum musculus fleksor pedis (ligamentum lacinatum) yang terdiri
dari lapisan superficial, memperkuat fascia cruris dan lapisan profunda. Di
bawah lapisan ini lewat tiga tendon masing-masing terbungkus oleh selubung
sinovialnya sendiri diantaranya musculus tibialis posterior, flexor digitorum
longus dan flexor hallucis longus.
Pada
bagian plantaris terdapat lima selubung tendon sesuai dengan jari
masing-masing. Selubung ini tidak berhubungan satu dengan yang lain dan
diperkuat oleh selubung fibrosa yang masing-masing terdiri dari pars anulare
dan pars cruciforme. Pars anulare tediri dari berkas-berkas serabut sirkular
dan terletak pada daerah sendi. Pars cruciforme diantara sendi-sendi dan
persilangan kumpulan serabut-serabut jaringan penyambung. Pada bagian rongga
tengah facies plantaris tidak ditemui selubung tendon.
6.
Vaskularisasi Jaringan
Pembuluh
darah merupakan jaringan tertutup yang menghubungkan ke jantung yang membawa
darah ke seluruh sel tubuh. Pembuluh darah dibagi menjadi 3 bagian utama
berdasarkan struktur dan fungsi yaitu arteri, vena dan kapiler. Dinding arteri
dan vena terdiri atas 3 lapisan yaitu tunica intima (tunica interna), tunica
media dan tunica adventitia (tunica externa). Dinding arteri mempunyai dua pola
spesifik yaitu elastisitas dan kontraktilitas.
Dinding
muskular arteri dan vena dapat melebar dan berkontraksi terhadap perubahan
diameter pembuluh. Jarak bukaan dalam pembuluh darah dinamakan lumen. Ketika
diameter pembuluh membesar disebut vasodilatasi, dan ketika menyempit disebut
vasokontriksi. Vasodilatasi dan vasokontriksi terjadi karena 2 faktor yaitu
stimulus saraf secara langsung melalui pusat vasomotor di medula oblongata dan
respon refleks lokal karena perubahan tekanan dan temperatur.
E.
Patologi Medik
2.5 Sprain Ankle
Ligamentum
berfungsi sebagai penahan dan penjaga tulang-tulang dan sendi pada ankle.
Ligamentum merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif.
Sprain ankle dapat terjadi ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik,
melangkah di permukaan yang tidak rata, perputaran kaki ke dalam atau ke luar
yang berlebihan yang menyebabkan kerobekan ligament lateral kompleks ankle.
Sprain ankle dapat dikelompokkan menjadi 3 derajat berdasarkan derajat
kerusakannya, yaitu:
1.
Derajat
I, ditandai dengan : ligametum teregang tetapi tidak mengalami kerobekan.
Pergelangan kaki biasanya tidak terlalu membengkak, nyeri ringan dan sedikit
bengkak namun dapat meningkatkan resiko terjadinya cidera berulang.
2.
Derajat
II, ditandai dengan : sebagian ligamentum mengalami kerobekan, pembengkakan dan
memar tampak dengan jelas, nyeri hebat (aktualitas tinggi), penurunan fungsi
ankle (gangguan berjalan) dan biasanya berjalan menimbulkan nyeri.
3.
Derajat
III, ditandai dengan: ligamentum mengalami robekan total, sehingga terjadi
pembengkakan dan kadang perdarahan di bawah kulit. Akibatnya pergelangan kaki
menjadi tidak stabil dan tidak mampu menahan beban.
Dikatakan
sprain ankle jika dijumpai kerobekan mikroskopis pada ligament atau
tendon yang disebabkan terjadinya radang atau inflamasi. Setelah terjadinya
cidera tubuh akan menghasilkan zat-zat kimiawi seperti Prostaglandin, Histamin,
dan Bradikinin sehingga akan menurunkan ambang rangsang saraf A delta dan C
yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan atau inflamasi primer. Nyeri yang
ditimbulkan ketika inflamasi primer akan dibawa ke ganglia dorsalis yang memicu
produksi “P” substace yang akan ditranportasi melalui serabut saraf dan akan
disusul terjadinya inflamasi. “P” substance yang akan ditransportasi ke central
akan menurunkan ambang rangsang traktus spinothalamicus atas dan bawahnya, dan
ini merupakan proses divergensi sehingga nyeri akan terasa pada daerah trauma
dan disekitarnya. Pada tendon peroneus longus dan brevis apabila terjadi strain
akan mngakibatkan nyeri pada saat berkontraksi. Adanya nyeri menyebabkan
immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
Otot
merupakan stabilisasi aktif pada sendi, adanya penurunan kekuatan otot
menyebabkan stabilisasi pada sendi menurun. Stabilisasi sendi yang menurun
membuat keseimbangan pada sendi saat melakukan gerakan menurun. Pada ligament
akan mengalami laxity yang mengakibatkan instability. Ligament yg tidak stabil
mengakibatkan imbalance pada ankle. Sehingga mengakibatkan gangguan pada
refleks active stabilizing. Hal ini membuat sendi rawan terhadap cidera. Adanya
cidera berulang pada sendi menimbulkan nyeri berulang yang sering disebut nyeri
kronik.
Pada kasus sprain ankle kronik selalu
ditemukan ketidakstabilan dari sendi ankle dan terganggunya feedback
proprioceptive. Dengan terjadinya kerusakan pada ligament sehingga merusak
mekanoreseptor. Cidera yang berulang-ulang dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan penurunan dari kesadaran proprioseptive, ketidakstabilan
postural, mengarah pada rasa yang tidak terkoordinasi dan hilangnya kontrol
gerakan. Agar ankle mempunyai control yang baik, saraf dan otot harus berfungsi
secara sinergis. Jika terjadi kekurangan disalah satunya maka akan timbul
ketidakstabilan. Berubahnya rasa keseimbangan akan mengakibatkan meningkatnya
ketidakstabilan ankle karena meningkatnya gerakan tubuh yang menjauh dari centre
of gravity.
Ligamentum
yang paling sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular
anterior. Pada trauma yang lebih berat
atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah tidak memadai lagi karena suatu
trauma yang pernah dialaminya, maka juga ligamentum calcaneofibular dapat
teregang secara berlebihan atau robek. Sedangkan, ligamentum talofibular
posterior sangat jarang terjadi kerusakan dibanding kedua ligament diatas.
Beberapa orang yang mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya
bunyi “Ceklek” atau letupan saat terjadi injury. Setelah injury terjadi,
pasien mengalami kesulitan berjalan karena pada posisi lateral ankle mulai
nyeri dan bengkak.
F.
Patologi Fungsi
2.6
Trigger Point Otot
Sprain ankle dapat mempengaruhi kualitas gerak dan
fungsi ankle dan sendi tubuh yang lain seperti lutut dan hip. Akibat sprain
ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas seseorang sehingga
terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain untuk menghindari nyeri.
Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian besar pola berjalannya berubah
menjadi antalgic gait, dimana individu tersebut berjalan berjinjit untuk
menghindari nyeri dan penekanan pada lateral dan anterior ankle ketika fase mid stance pada stand phase berjalan.
Kompensasi gerak
dengan pola jalan antalgic gait, akan membuat m. gastrocnemeus dan m. soleus
bekerja dengan keras mempertahankan
posisi ankle yang menjinjit dimana lutut fleksi sehingga menimbulkan
ketegangan pada otot-otot tersebut dan tendon achiles menerima tegangan yang
besar dengan posisi yang memendek. Akibatnya, tendon achiles tightness, m.
gastrocnemeus dan m. soleus spasme dan tightness. Selain itu, posisi ankle yang
plantar fleksi dengan jari-jari kaki fleksi akan mempengaruhi m. tibialis
anterior yang terus bekerja mempertahankan gerak plantar fleksi sehinga otot
ini cenderung lemah dan spasme. Overkontraksi otot akan menimbulkan spasme otot
dimana terjadi iskemik pada otot sehingga menimbulkan trigger point di otot.
G.
Proses
Penyembuhan Luka
Pada
saat tubuh mengalami kerusakan jaringan atau luka maka akan terjadi peradangan
yang ditandai dengan nyeri, bengkak, panas kemerahan dan gangguan fungsi. Hal
ini perlu diuraikan sehubungan dengan patofisiologi dan penggunaan ultrasound. Adapun fase-fase
penyembuhan luka secara fisiologis adalah sebagai berikut:
- Fase Perdarahan
Fase perdarahan adalah fase
yang terjadi antara 20 - 30 menit infiltrasi fibrin mengubah perdarahan menjadi
hematoma setelah terjadi trauma. Pada fase tahap ini perdarahan berhenti
setelah dikeluarkan fibrin untuk menutupi luka. Pada fase ini ditandai dengan
keluarnya hematoma dan keluarnya zat - zat iritan.
- Fase Peradangan
Fase peradangan adalah fase
yang terjadi antara 24 - 36 jam setelah trauma. Fase peradangan aktif ditandai
dengan radang tinggi dengan gejala - gejala panas, merah dan bengkak pada
daerah trauma. Pada fase ini terjadi aktualitas nyeri yang tinggi dimana fase
ini sebagai awal dari proses penyembuhan luka.
- Fase Regenerasi
Pada
fase ini terdiri dari tiga fase :
a)
Fase proliferasi (2 - 4) hari
Pada fase ini ditandai
dengan menurunnya rasa nyeri, jumlah protein pertahanan tubuh banyak dan jumlah
fibroblast meningkat. Pada fase ini juga terjadi rekonstruksi jaringan
pembentukan jaringan permukaan dan memberikan kekuatan pada daerah trauma. Sel
- sel lain peningkatan, juga terjadi peningkatan sel - sel macrophage dan sel -
sel endothelia untuk membentuk pembuluh - pembuluh darah baru yang terkenal
dengan proses angiogenesis.
b)
Fase produksi (4 hari - 3 minggu)
Pada fase ini ditandai
dengan penurunan proses pertahanan tubuh, diikuti dengan peningkatan fibroblast
dan monosit yang tinggi, telah terjadi pelekatan kolagen dan jaringan granulasi
baru serta peningkatan oksigenisasi pada daerah cidera. Beberapa fibroblast
terbentuk menjadi myofibroblast yang memberikan efek wound contraction.
c)
Fase remodeling (3 minggu - 3 bulan)
H.
Tanda dan Gejala
1.
Memar, bengkak disekitar persendian tulang yang terkena
2.
Haemarthrosis / perdarahan sendi
3.
Nyeri pada persendian tulang
4.
Nyeri bila anggota badan digerakkan / diberi beban
5.
Fungsi persendian terganggu, terjadi kekakuan sendi
6.
Ketidakstabilan persendian
0 comments:
Post a Comment