Wednesday, 29 May 2019

Salam Gerak Sehat
#pilihfisioterapi


Pada kesempatan kali ini, Physio Yuli akan membahas mengenai peran fisioterapi pada penderita penyakit jantung paru dan pembuluh darah. Sebetulnya apa sajakah yang dapat dilakukan seorang Fisioterapi pada penderita ini?

Perlu diketahui bahwa penyakit jantung paru dan pembuluh darah sangatlah kompleks. Penyakit jantung paru dan pembuluh darah membutuhkan tindakan intervensi medis kedokteran dengan obat, invasif, dan operasi. Keputusan medis dibuat berdasarkan hasil screening atau pemeriksaan menyeluruh dari penderita keluhan jantung paru dan pembuluh darah tersebut. Pemeriksaan melalui EKG, Echografi, Laboratorium, EEG, CT-scan, dan sebagainya. Berdasarkan hasil screening tersebut akan diperoleh diagnosa akurat yang selanjutnya ditindaklanjuti inform concent kepada pasien dan keluarga terhadap keputusan klinis yang akan ditempuh guna intervensi yang akan dilakukan dokter spesialis jantung paru dan pembuluh darah.

Penyakit jantung paru dan pembuluh darah memiliki beberapa kelas seperti pada penderita penyakit angina pectoris stabil dimana CSS kelas 1,II, dan III dapat menjalani serangkaian program exercise sebagai intervensi tanpa operasi yang dapat menurunkan kelas CSS penderita. Angina pectoris merupakan gangguan supply oksigen ke jantung yang diakibatkan oleh berbagai faktor gaya hidup dan kurangnya aktivitas fisik, keluhan berupa nyeri dada, berkeringat dingin, gemetar, pusing, sesak napas, yang dipicu aktivitas tertentu berdasarkan CSS kelasnya. Angina pectoris stabil paling banyak diderita penduduk dunia, hal ini tentu saja muncul karena faktor gaya hidup penderita. Angina pectoris dapat berlanjut menjadi penyakit miokard infark yaitu adanya penyumbatan pada otot jantung yang menghentikan aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel jantung menjadi mati(nekrosis miokard). Penyakit jantung koroner sendiri yang merupakan penyumbatan arteri koroner jantung akibat tumpukan plak pada dinding arteri yang mengganggu supply aliran darah dan oksigen ke jantung juga kebanyakan dimulai dengan gejala angina. Sebetulnya yang membedakan ketiga gangguan jantung ini yaitu pada angina terganggunya supply oksigen ke otot jantung, jantung koroner terganggunya supply darah dan oksigen ke jantung karena plak pada dinding arteri koroner, dan infark miokard dimana kematian pada sel-sel jantung karena sumbatan supply aliran darah dan oksigen ke otot jantung terhenti. Tindakan medical treatment, percutaneous coronary intervention (PCI), and coronary artery bypass grafting (CABG) pada penyakit jantung koroner dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita. 

Pada penyakit paru yang sebagian besar didominasi oleh penyakit paru obstruktif dan bronkhitis kronis diakibatkan gaya hidup penderita dan atau faktor keturunan merupakan penyakit paru yang dapat ditangani medical treatment dan metode konservatif dengan program exercise pernapasan. Problem utama pada penyakit paru obstruktif dimana penderita sesak napas karena volume ekspirasi yang rendah yang juga dialami penderita asma. Penyakit paru obstruktif secara medis tidak dapat disembuhkan, tetapi penderita dapat meningkatkan kualitas hidupnya dengan program exercise dan merubah gaya hidup. Sedangkan pada bronkhitis perlu penanganan medical treatment menyeluruh agar terjadi kesembuhan yang maksimal dan ditunjang dengan program exercise.

Penyakit pembuluh darah jantung sebetulnya lebih banyak didimoninasi penderita deep vena thrombosis yang dimana terdapat plak pada pembuluh vena bisa terjadi di vena tungkai bawah seperti belakang lutut dan betis. Plak (trhombus) pada vena dapat terlepas dan mengalir hingga menyumbat jantung. Untuk itu, diperlukan prinsip penanganan medis dan keputusan klinis operasi dan ditunjang dengan stocking (bila plak masih tipis). Selain itu, penyumbatan arteri pada arteri ekstremitas (lengan dan tungkai) dapat membuat paralisis (kelumpuhan ) dari segmen yang dilewati. Paralisis dapat berupa monoplegi, diplegi, triplegi, dan quadriplegi. Penyumpatan arteri di leher juga dapat membuat paralisis pada wajah dan dada atas. 

Selanjutnya penangangan fisioterapi pada jantung paru dan pembuluh darah memiliki prinsip meningkatkan kualitas hidup dan perbaikan performa fisik dan psikis penderita berdasarkan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatif. Adapun program fisioterapi dapat dimulai pada fse pre dan post operasi jantung paru dan pembuluh darah. 

Fase pre operasi dimulai pada saat penderita rawat inap di rumah sakit menunggu waktu operasi. Peran fisioterapi berupa latihan fisik aktif dan pernapasan untuk mempersiapkan penderita menjalani operasi. 
Fase post operasi dibagi ke dalam 3 fase rehablitasi yaitu:

- Fase I  intra hospital
dimana post operasi penderita setelah 48 jam saat pasien dirawat untuk mengatasi efek tirah baring akibat sakit pembedahan dengan target pasien mampu melakukan aktifitas harian untuk menolong diri sendiri, mencapai kapasitas aerobik yaitu mampu berjalan 1,5km selama 30 menit dan memahami faktor resiko penyakit yang diderita dan mengetahui aktivitas yang aman.
Tujuan:
- Mencegah maupun mengatasi komplikasi paska bedah
- Meningkatkan kemampuan aktivitas VO2max
komplikasi 
- nyeri paska operasi
- penurunan curah jantung
 - perubahan cairan
- perubahan tekanan darah
- perdarahan paska operasi
- infeksi luka
- Tamponade jantung awal
- Disfungsi neurologi
- dll

- Fase II early ambulatory
dimana pasien sudah memasuki rawat jalan dengan program latihan 4-8 minggu dengan target faktor resiko terkontrol, mencapai kapasitas aerobik 6 mets yaitu mampu berjalan 3km selama 30 menit dan kembali bekerja. 
- Fase III maintanance
dimana pasien sudah mandiri yang merupakan masa maintanance dalam masa latihan 6 bulan dengan dan penagturan diet, dapat dilakukan di rumah atau komunitas dengan target mencapai kapasitas aerobik 6-8 mets yaitu mampu berjalan 3-4km selama 30 menit. 


Adapun berbagai indikasi program fisioterapi sebagai berikut:
- paska bedah pintas koroner (CABG), bedah katup, kongenital
- Inafrk miokard akut
- Tindakan angioplasti koroner
- Gagal jantung
- Penyakit jantung koroner tanpa intervensi
- Penyakit arteri perifer
- Pemasangan ICD/ PPM
- Mempunyai faktor resiko tinggi penyakit jantung dan pembuluh darah
- Kelompok khusus dengan penyakit/ resiko kardiovaskuler (wanita, geriatri)
- Suddent cardiack death syndrome

Kontraindikasi program fisioterapi sebagai berikut:
- Angina tidak stabil
- Hipertensi tidak terkontrol TDS (tekanan darah sistole) istirahat > 180 mmHg/ TDD (tekanan darah diastole) istirahat >110 mmHg
- Gagal jantung NYHA IV
- Aritmia ventrikel kompleks
- Hipertensi arteri paru > 60mmHg
- Thrombus intrakardiak
- Tromboflebitis baru dengan atau tanpa emboli paru
- Kardiomiopati obstruktif berat
- Stenosis aorta berat
- Inflamasi atau infeksii tidak terkendali
- Tekanan darah menurun > 20 mmHg
- Sinus takikardi (HR>120x/menit)
- Perikarditis akut atau miokarditis akut
AV blok derajad 3 tanpa pacu jantung
- Perubahan ST segmen saat istirahat > 2mm
- DM tidak terkontrol
Kondisi metabolik seperti thiroiditis akut, hipok, hiperK, atau hipovolemia

Adapun program pra operasi Fisioterapi berupa
- penjelasan alat-alat medis yang akan terpasang
- penjelasan pentingnya latihan setelah operasi
- latihan pernapasan dalam
- teknik batuk efektif dan dan huffing
- latihan gerak ekstremitas, bahu dan leher
- Cara bangun untuk duduk dan berdiri

Program Fisioterapi paska operasi
- chest fisioterapi berupa postural drainage, clapping, vibrasi, batuk efektif/huffing
- latihan pernapasan dalam yaitu breathing control, thoracic expansion exercise, forced expiration technique, purse lip breathing
- latihan gerak pada leher, baju, ekstremitas atas dan bawah
- latihan mobilisasi (transfer dan ambulasi) berupa latihan duduk di tepi bed, duduk di kursi, latihan berjalan
- koreksi postur dimulai sejak di tempat tidur sampai berjalan

Demikian peran fisioterapi pada penderita jantung paru dan pembuluh darah. Pencegahan dapat dimulai dengan hidup sehat yaitu menjauhi asap rokok, menghindari makanan lemak jenuh, dan rutin berjalan kaki. 

Selanjutnya saya akan membahas kapasitas Aerobik pada artikel berikutnya dalam website ini.

Semoga bermanfaat
#pilihfisioterapi





Wednesday, 17 April 2019



Hiperkhyposis atau round back postur merupakan kondisi abnormalitas pada thoracal spine dimana terjadi peningkatan derajat kelengkungan thoracal spine.
Saat ini literatur yang membahas derajat normal kelengkungan thoracal spine masih belum mematok berapa besaran yang tepat untuk dikatakan bahwa postur mengalami hiperkhyposis. Yang pasti, derajat thoracal spine antara pria dan wanita dewasa itu berbeda, apalagi anak-anak. Oleh karena itu, patokan umum yang dipakai di klinis mengatakan bahwa sudut thoracal lebih dari 40 derajat termasuk kategori hiperkhyposis.

Hiperkhyposis dapat disebabkan secara kongenital dan dapatan.
hiperkyposis dapatan dari faktor kebiasaan sikap sehari-hari, penyakit parkinson, back pain, trauma, kelemahan otot dan sebagainya.

Akibat dari hiperkhyposis yaitu
1. kelemahan otot rhomboideus
2. pemendekan otot pectoralis mayor
3. penyempitan pernapasan
4. kelemahan core stability
dan tentu saja secara estettika sangat tidak menarik.

Cara  mengukur hiperkhyposis dengan flexible ruller
1. siapkan flexible ruller sepanjang 60cm, pulpen, dan kertas milimeter blok ukuran A3

2. klien dalam posisi berdiri rileks (bisa juga siku posisi 90 derajat menyender dinding)
3. letakkan flexible ruller dari processus C7 hingga TH12 untuk mencetak kurva dari thoracal

4. angkat hati-hati flexible ruller dengan memegang ujung atas dan bawah tanpa merubah bentuknya
5. letakkan flexible ruller hasil pengukuran di atas milimeter blok kemudian cetak garis lengkungnya

6. temukan titik C7 dan Th12

7. pada pundak thoracal temukan ke garis tengah seperti gambar berikut

8.  Kemudian berikan tanda untuk rumus sebagai berikut
hitung jarak
-C7 ke T12 --> X total
-H ke T12 --> X middle
- H

maka berikut rumus yang harus dimasukkan ke microsoft excel

untuk konfirmasi apakah data sudah tepat, dapat menggunakan rumus berikut

flexible ruller ini juga dapat mengukur derajat kurva lordosis dan kelengkungan kurva pada spine dengan rumus yang sama.



sumber : berbagai sumber penelitian

kelebihan pengukuran dengan flexible ruller ini yaitu efisiensi secara cost dimana tidak seperti metode cobs yang mengharuskan rontgen terlebih dahulu.

semoga bermanfaat .
terima kasih



Flaat foot atau pes planus merupakan kondisi dimana terjadi abnormalitas menurunnya derajat kelengkungan pada arcus longitudinal.
Adapun flat foot dapat disebabkan oleh faktor kongenital dan dapatan.
flat foot kongenital dapat berupa fleksibel flat foot dan rigid flat foot.
Flat foot dapatan bisa karena obesitas, arthritis, ruptur tendon tibialis posterior, fraktur malunion, dan kondisi sepatu.

Akibat dari adanya kondisi flat foot yaitu mempengaruhi keseimbangan postural, plantar fascitis, mudah mengalami cidera, dan sebagainya.
Adapun klasifikasi derajat flat foot yaitu:

1. Derajat 1: kaki masih punya arkus meski sangat sedikit, dimana sisi
medial aksis kaki berbentuk konkaf mempunyai nilai rerata + SB
sebesar -1,13+ (0,64) cm.
2.   Derajat 2: kaki sudah tak punya arkus sama sekali, tidak melewati
aksis dan berbentuk rektilinear, nilai rerata derajat 2 sebesar -2,58 +
(0,10)cm.
3.   Derajat 3: pada derajat ini, kaki tak hanya tidak punya arkus, namun
juga  terbentuk sudut di pertengahan kaki yang arahnya ke luar dan batas medial sidik tapak kaki berbentuk konveks dan tidak melewati
aksis, nilai rerata derajat 3 sebesar -3,33 + (0,45)cm.

Bagaimana cara mengukur lengkung arcus longitudinal tanpa foto rontgen?


Cara pengukurannya sebagai berikut:
1. Siapkan penggaris dan spidol.
2. klien duduk dengan posisi rileks. kaki yang akan diukur diletakkan di atas kursi.

3. palpasi malleolus medial kemudian berikan titik dengan spidol

4. palpasi caput metatarsal I kemudian berikan titik dengan spidol

5. kemudian hubungkan titik maleolus medial dan caput metatarsal I

6. palpasi tuberositas navicular kemudian berikan titik

7. Minta klien untuk berdiri dengan tumpuan berat badan

8. Palpasi tuberositas navicular kemudian berikan titik
9. Ukur jarak antara pengukuran tuberositas navicular 1 dan tuberisitas navicular 2


berikut grading pengukuran
- grade I : tuberositas navicular turun 1/3di atas permukaan lantai
- grade II: tuberositas navicular turun 2/3 di atas permukaan lantai
- grade III : tuberositas navicular turun menyentuh permukaan lantai

sumber : dr.sunit physiotherapist youtube

ada beberapa referensi pengukuran grading flat foot seperti dengan metode menggambar telapak kaki di atas kertas kemudian menghitung sudut navicular, metode rontgen, dan metode di atas. Apapun cara yang Anda pilih untuk pengukuran ini, akurat atau tidaknya hasil screening klinis ini perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam untuk efektifitasnya.




Saturday, 30 March 2019





Salam gerak sehat dan bermanfaat semuanya. Apakah Anda sudah memulai aktivitas rutin seperti berjalan kaki selama minimal 30 menit setiap hari? Perlu diketahui bahwa berjalan kaki setiap hari dapat memberikan berbagai manfaat yaitu:
1. Memelihara kepadatan tulang
2. Memelihara otot
3. Melancarkan sirlukasi darah
4. Memelihara kesehatan otot jantung dan paru-paru
5. Keluarnya keringat membuang sisa metabolisme
6. Mengurangi resiko diabetes
7. Membakar kalori
8. Memelihara kesehatan gerak sendi
Dan masih banyak lagi.
Berjalan kaki rutin dapat terhindar dari segala resiko penyakit. Selain itu kesehatan mental atau psikis sangat berperan penting bagi kita semua. Mental/psikis yang baik akan terhindar dari resiko penyakit otak dan mengurangi resiko kerusakan sel dan enzim pada tubuh .Pemicu kerusakan sel dan enzim sebagian besar dari faktor berpikir negatif, stress, depresi, dan perubahan prilaku karena faktor eksternal dan internal. Apakah selanjutnya yang dapat terjadi jika kesehatan otak terganggu? Tentu saja akan menimbulkan penyakit parkinson, demensia, alzheimer, stroke, dan sebagainya. Walaupun sebenarnya faktor lain dapat ikut memicu terjadinya kerusakan pada otak.

Kerusakan otak, saraf pusat, dan saraf perifer juga dipicu oleh kontaminasi virus dan bakteri berbahaya yang didapatkan dari lingkungan tinggal yang tidak bersih, gaya hidup, makanan, dan penyebab yang tidak diketahui. Peradangan pada selaput pembungkus saraf banyak dikarenakan pengaruh virus dan bakteri.

Kemudian, penyakit yang berhubungan dengan otak dan persarafan yang progresif yaitu guillan bare syndrome, parkinson, alzheimer, multiple sclerosis, dan sebagainya. Lantas, apakah peran fisioterapi pada kasus progresif ini?

Tujuan jangka pendek dari program fisioterapi pada kasus progresif yaitu memelihara gerak sendi, memelihara fungsi paru-paru, memelihara fungsi jantung, memelihara kekuatan otot, memelihara fungsi organ vital, dan memelihara aktivitas fungsional dasar.

Tujuan jangka panjang dari program fisioterapi pada kasus progresif yaitu menjaga dan memelihara kualitas fungsi organ dan gerak.

Lalu, dengan cara apakah fisioterapi dapat memenuhi goal jangka pendek dan jangka panjangnya tersebut?
Hal ini dapat diterapkan dengan latihan gerak dan fungsi yang dirancang fisioterapi pada masing-masing kelemahan dan keterbatasan yang dirumuskan. Dimana pada intinya tujuan dari latihan gerak dan fungsi tersebut memberikan manfaat bagi daya tahan tubuh klien dalam menghadapi penyakit progresif yang dialaminya.

Tidak lupa pula peran keluarga dan kerabat serta sahabat klien sangat berarti dalam kemajuan treatment fisioterapi demi kebaikan klien itu sendiri.

Semoga artikel ini memberikan manfaat.


Friday, 29 March 2019




Apakah Anda mengalami nyeri pada lengan bawah yang tak tertahankan? Ketika mengangkat lengan ke atas terasa lemas dan nyeri, meluruskan siku nyeri? Dan membawa barang nyeri pada lengan? Keluhan memberat di malam hari?

Tanda-tanda ini merupakan bagian dari gejala yang dicurigai sebagai epindylitis lateralis atau yang dikenal dengan syndroma tennis elbow. Kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor yang sebagian besar membuat peregangan dan tension berlebihan pada tendon yang berorigo di epycondilus lateral dari sendi elbow.

Aktivitas yang menggunakan lengan secara berlebih /overload/overuse membuat iritasi pada tendon m.extensor carpi radialis brevis dan m. Extensor carpi radialis longus.

Tennis elbow memiliki 4 tipe perlekatan tendon dimana nyeri pada tendon ini dapat ditemukan dari palpasi secara khusus yaitu tipe 1 tendon extensor carpi radialis longus, tipe 2 tendon extensor carpi radialis yang melekat tepat pada epycondilus lateral, tipe 3 tendon extensor carpi radialis brevis muscular junction, dan tipe 4 badan dari otot m.extensor carpi radialis brevis. Pada umumnya cidera pada tendon extensor lebih banyak pada pemain badminton, tennis, dan bisball.


Diperlukan pemeriksaan khusus yaitu palpasi untuk menentukan jaringan tendon tipe brapa yang mengalami permasalahan.
 Tanda dan gejala dari keluhan ini yaitu
1. Nyeri pegal pada sisi luar siku hingga lengan bawah.
2. Terkadang disertai pembengkakan pada otot sisi luar siku.
3. Kelemahan otot lengan dalam beraktivitas seperti mengangkat lengan ke atas, mengangkat barang, membawa tas, dan memegang gelas.
4.  Rasa nyeri yang berdenyut. Nyeri ini biasanya dirasakan pada cidera akut epycondilus.
5. Nyeri memberat

Adapun keluhan nyeri lengan bawah pada klien dapat diperiksa langsung oleh fisioterapist. Apa saja langkah2 pemeriksaan fisioterapist tersebut?
1. Anamnessis
Saat Anda masuk ke ruang pemeriksaan fisioterapi, fisioterapist akan memperkenalkan diri terlebih dahulu, Fisioterapist akan menilai cara kedatangan Anda apakah dengan alat bantu? Memakai Brace siku? Cara jalan Anda, dan postur. Setelah Anda duduk, fisioterapist akan menanyakan identitas Anda, keluhan utama, riwayat keluhan saat ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, apakah ada riwayat penggunaan obat, apakah ada alergi, apakah Anda sudah berobat ke dokter, apakah ada catatan medis berupa bukti rontgen, dan bagaimana aktivitas keseharian Anda. Tujuan pertanyaan yang diarahkan untuk mencari dan mengetahui informasi yang berhubungan dengan keluhan yang Anda alami dan menghubungkan klausal yang ada dari pernyataan yang Anda kemukakan.

2. Pemeriksaan umum
Setelah mengetahui riwayat Anda, selanjutnya dilakukan pemeriksaan tanda vital Anda yaitu seperti tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, temperatur, tinggi badan, dan berat badan.

3. Segi fisioterapi
Pada bagian ini fisioterapi akan melakukan inspeksi/ review postur Anda pada saat berdiri, berjalan, duduk, dan melakukan gerakan dasar dari bagian tubuh yang mengalami problema. Setelah itu fisioterapist akan memberikan skala ukur nyeri saat Anda melakukan gerakan dan dari skala ukur tersebut dapat menentukan seberapa besar nyeri yang Anda rasakan.

4. Pengukuran fisioterapi
Selanjutnya akan dilakukan pengukuran nilai kekuatan otot, lingkar bagian tubuh yang mengalami keluhan apakah mengalami pembengkakan atau pengecilan masa otot, dan lingkut gerak sendi.

5. Pemeriksaan gerak fisioterapi
Selanjutnya kualitas gerak Anda akan ditelaah berdasarkan gerak aktif, gerak pasif, isometrik, dan fungsional test. Kemudian untuk memastikan patologi selanjutnya dilakukan test khusus fisioterapi.

6. Diagnosa fisioterapi
Setelah menentukan hasil dari pemeriksaan, pengukuran, dan sebagainya maka akan ditentukan diagnosa fisioterapi yang dibagi ke dalam impairment/kelemahan, functional limitation/keterbatasan gerak, dan participant limitattion/ keterbatasan partisipasi dalam hobby atau kegiatan club.

7. Penentuan perencaan goal fisioterapi
Selanjutnya ditentukan perencanaan jangka pendek dan jangka panjak berdasarkan temuan dari hasil pemeriksaan. Tujuan dibuat perencanaan ini untuk fokus target bagi setiap bagian perbaikan dari klausal dan element yang ditemukan dalam pemeriksaan yang berhubungan dengan patologi terkait dalam jangka waktu terapi yang ditentukan. Disini juga akan dijelaskan berapa lama atau berapa kali fisioterapi untuk target penyembuhan yang akan terjadi dalam sesi fisioterapi.

8. Treatment fisioterapi
Setelah menentukan rencana maka fisioterapist akan memberikan form persetujuan klien atas tindakan treatment fisioterapi yang akan diberikan. Treatment yang diberikan berupa modalitas alat, manual terapi, exercise, dan sebagainya sesuai dengan temuan problema dalam kasus.

9. Evaluasi
Fisioterapist akan memberikan evaluasi dengan pengukuran fisioterapi untuk menilai kemajuan dari hasil treatment yang diberikan. Fisioterapist juga akan memberikan anjuran untuk home progran di rumah.

Prosedur layanan tindakan fisioterapi ini sudah mencakup keseluruhan rangkaian proses yang yang simultan. Diharapkan terjadi penyembuhan yang signifikan dari treatment dan evaluasi yang dilakukan oleh fisioterapist.

Begitu pula pada keluhan epycondilitis lateralis dimana pemeriksaan yang detail dapat menentukan arah penyembuhan yang tepat dalam jangka sesi fisioterapi yang diberikan. Klien juga diajak untuk kooperatif dengan fisioterapist agar terjadi kesembuhan yang maksimal.

Tennis elbow/ epycondilitis lateralis biasanya dapat pulih dalam sesi fisioterapi selama 3 kali seminggu selama 2 minggu atau 1 bulan treatment tergantung akut atau kronis dan derajat dari inflammasi tendon lateralis tersebut.

Baiklah, apakah Anda sudah berencana untuk memilih fisioterapi sebagai partner bagi kesembuhan nyeri pada lengan bawah yang Anda alami saat ini?



Friday, 7 September 2018

Konsep Rehabilitasi

Healing Constraints

Faktor terpenting dalam mempertimbangkan rancangan program rehabilitasi yaitu faktor penyembuhan secara fisiologis.

Berikut perbedaan waktu penyembuhan cidera dari berbagai jaringan



Secara umum, perbedaan jenis jaringan dan kekuatan jaringan berkurang setelah cidera, tetapi seiring waktu berlalu dan dimana proses penyembuhan terjadi, kekuatan jaringan akan meningkat. Status usia, kesehatan dan nutrisi atlet serta besarnya cidera adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam cepatnya penyembuhan fisiologis dan  program rehabilitasi harus terstruktur.

Jaringan konektif, yang memiliki berbagai bentuk atau berbagai jaringan lainnya, dideskripsikan oleh Hooke's law dan kurva stress-strain pada gambar berikut.

                                               
Komposisi spesifik dan pengaturan serat jaringan penghubung menentukan reaksi jaringan terhadap stres. Contohnya, peregangan ligament relatif lebih besar daripada tendon pada besarnya tekanan cidera yang sama. Peregangan Ligament lebih besar karena lebih irregular atau  banyak arah pengaturan pada serabut collagennya dibandingkan dengan tendon dimana tendon lebih resisten terhadap tekanan.

Pada grafik kurva stress-strain berikut ini menjelaskan bagaimana efek stress pada jaringan penghubung.


Pada gambar di atas menggambarkan kurva sinusoidal dengan area spesifik mencakup  toe, elastic region, plastic region, dan point of failure. Toe area lebih regang pada jaringan penghubung hingga batas titik regangnya. Elastic point dimulai saat jaringan meregang melampaui batas 2% panjang regangnya. Dalam elastic region, jaringan kembali ke panjang regangan awalnya. Pemanjangan permanen terjadi pada derajat dimana jaringan kembali pada panjang istirahatnya skitar 4% yang dikenal sebagai plastic region. Pemanjangan permanent dihasilkan dari gangguan nyari beberapa tetapi tidak semua serabut collagen ada dalam jaringan penghubung. Akhirnya, titik kegagalan jaringan penghubung dihasilkan dari regangan melampaui batas 6% sampai 10 % panjang jaringan istirahatnya. Demikian pula, berlebihnya penerapan stress p[ada jaringan dapat menimbulkan kegagalan pada jaringan itu sendiri. Rehabilitasi harus mengakomodasi rentannya penyembuhan jaringan karena kemampuannya menahan tekanan stress dikompromikan lebih awal dalam rehabilitasi.


sumber gambar dari buku
 to be continue....

untuk memaksimalkan pengetahuan, maka artikel ini diupdate pendek per artikel...









Dasar Teori Respon Tubuh terhadap Cidera

Cidera dapat menimbulkan problem seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot. Nyeri dan bengkak merupakan sinyal bagi spesialis rehabilitasi dan atlet bahwa telah terjadi tanda kerusakan jaringan yang mendasari keputusan klinis dalam mempertimbangkan rehabilitasi exericse yang akan diberikan kepada atlet terkait dengan problem cidera yang dialaminya. Problema yang timbul pada cidera seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot dapat menghambat terapi latihan.

 Aktivitas Reseptor Afferent Perifer

Nyeri dapat bersifat akut, kronik, dan persisten.
Nyeri akut terjadi setelah cidera dan terjadi dalam durasi singkat ( beberapa hari). Nyeri akut merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah.
Nyeri kronik terjadi setidaknya kurang lebih 6 bulan, hilang timbul, dan resisten terhadap intervensi atau treatment. Nyeri kronik menjadi panjang setelah cidera awal sembuh sebagai akibat dari perubahan biomekanik atau kebiasaan tubuh bersikap dalam mempertahankan bagian tubuh untuk mengindari nyeri. orang yang mengalami nyeri kronik biasanya akan merasakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan nyeri itu sendiri.
Nyeri persisten berbeda dengan nyeri kronik, secara umum nyeri persisten terjadi sebagai respon dari treatment yang berkepanjangan melebihi waktu dimana terjadi beberapa kondisi yang varibel dan adanya perubahan interpretasi seseorang terhadap nyeri itu sendiri, artinya nyeri yang ada pada dirinya sudah melewati ambang batas. Tipe nyei persisten ini dapat merubah komponen kebiasaan kognitif pada otak yang dimana dibutuhkan penanganan psikolog untuk mengatasi nyeri seperti ini.

Mengontrol edema  (yang terjadi pada jaringan lunak di luar sendi) dan mencegah terjadinya efusi ( cairan berlebih di dalam sendi) merupakan proses rehabilitasi yang kritis untuk berbagai alasan. Edema dapat meningkatkan tekanan lokal pada jaringan dimana terjadinya kompresi saraf sensoris ending dan berperan dalam sensasi nyeri. Efusi sendi meningkatkan tekanan intraartikular dan aktifitas saraf afferent yang berperan dalam inhibisi otot. Faktanya, bahwa kecilnya peningkatakn cairan pada sendi (sekitar 10mL) dapat menghasilkan 50% sampai 60% penurunan kontraksi maksimum otot quadriceps.

Modalitas elektro terapi merupakan insturment untuk mengontrol dan mengurangi respon cidera berupa nyeri, bengkak, dan spasme otot, dimana atlet dapat memulai terapi latihan awal seperti latihan ROM (range of motion) dan latihan penguatan otot untuk mencegah imobilisasi dan disuse. Modalitas terapi membantu tubuh mengurangi respon terjadinya inflammasi tetapi sedikit mengganggu proses penyembuhan jaringan. Oleh karena itu, penggunakan modalitas elektro terapi harus dipilih yang  intensitasnya rendah, seperti ultrasound dengan dosis intensitas rendah dapat memfasilitasi proses penyembuhan saat diaplikasikan selama fase granulasi healing proses. Hanya dengan terapi latihan menggunakan dosis yang tepat dapat mengembalikan pemulihan cidera awal untuk beradaptasi dengan aktivitas fisik atlet.

Latihan pada fase rehabilitasi awal mengurangi efek yang merugikan seperti diuse atau imbolisasi. Atlet dapat meningkatkan kondisi fisiknya dengan training , namun training itu segera membalikkan keadaannya ketika aktivitas berhenti atau berkurang, dengan efek nyeri menjadi jelas dalam waktu singkat seperti beberapa hari. Sayangnya, kondisi tubuh karena cidera berbalik lebih cepat daripada kondisi perbaikan.  Sebagai contoh, seseorang yang tidak terlatih, dapat meningkatkan kondisi cardiovascularnya 1% per hari dengan training, tetapi laju pembalikkan kondisi lebih besar yaitu 3% sampai 7% jika mereka menjadi tidak aktif. Oleh karena itu, atlet yang masa inaktivitasnya lama akan lama juga mengembalikan level preinjury fitnessnya.

kesimpulan: Mengurangi atau menghilangkan nyeri, bengkak, dan efusi sendi secepatnya. Sumber aktivitas saraf afferent menghasilkan refleks inhibisi yang berhubungan dengan otot dimana dapat menjadi penghambat proses rehabilitasi.




sumber gambar pencarian google
sumber artikel buku (hubungi untuk mengetahui buku yang dimaksud)

to be continue...










Total Pageviews

Search

Informasi

Jika Anda membutuhkan konsultasi terkait fisioterapi silahkan menghubungi melalui email physio.yuli@gmail.com

Artikel Populer