Dasar Teori Respon Tubuh terhadap Cidera
Cidera dapat menimbulkan problem seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot. Nyeri dan bengkak merupakan sinyal bagi spesialis rehabilitasi dan atlet bahwa telah terjadi tanda kerusakan jaringan yang mendasari keputusan klinis dalam mempertimbangkan rehabilitasi exericse yang akan diberikan kepada atlet terkait dengan problem cidera yang dialaminya. Problema yang timbul pada cidera seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot dapat menghambat terapi latihan.
Aktivitas Reseptor Afferent Perifer
Nyeri dapat bersifat akut, kronik, dan persisten.
Nyeri akut terjadi setelah cidera dan terjadi dalam durasi singkat ( beberapa hari). Nyeri akut merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah.
Nyeri kronik terjadi setidaknya kurang lebih 6 bulan, hilang timbul, dan resisten terhadap intervensi atau treatment. Nyeri kronik menjadi panjang setelah cidera awal sembuh sebagai akibat dari perubahan biomekanik atau kebiasaan tubuh bersikap dalam mempertahankan bagian tubuh untuk mengindari nyeri. orang yang mengalami nyeri kronik biasanya akan merasakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan nyeri itu sendiri.
Nyeri persisten berbeda dengan nyeri kronik, secara umum nyeri persisten terjadi sebagai respon dari treatment yang berkepanjangan melebihi waktu dimana terjadi beberapa kondisi yang varibel dan adanya perubahan interpretasi seseorang terhadap nyeri itu sendiri, artinya nyeri yang ada pada dirinya sudah melewati ambang batas. Tipe nyei persisten ini dapat merubah komponen kebiasaan kognitif pada otak yang dimana dibutuhkan penanganan psikolog untuk mengatasi nyeri seperti ini.
Mengontrol edema (yang terjadi pada jaringan lunak di luar sendi) dan mencegah terjadinya efusi ( cairan berlebih di dalam sendi) merupakan proses rehabilitasi yang kritis untuk berbagai alasan. Edema dapat meningkatkan tekanan lokal pada jaringan dimana terjadinya kompresi saraf sensoris ending dan berperan dalam sensasi nyeri. Efusi sendi meningkatkan tekanan intraartikular dan aktifitas saraf afferent yang berperan dalam inhibisi otot. Faktanya, bahwa kecilnya peningkatakn cairan pada sendi (sekitar 10mL) dapat menghasilkan 50% sampai 60% penurunan kontraksi maksimum otot quadriceps.
Modalitas elektro terapi merupakan insturment untuk mengontrol dan mengurangi respon cidera berupa nyeri, bengkak, dan spasme otot, dimana atlet dapat memulai terapi latihan awal seperti latihan ROM (range of motion) dan latihan penguatan otot untuk mencegah imobilisasi dan disuse. Modalitas terapi membantu tubuh mengurangi respon terjadinya inflammasi tetapi sedikit mengganggu proses penyembuhan jaringan. Oleh karena itu, penggunakan modalitas elektro terapi harus dipilih yang intensitasnya rendah, seperti ultrasound dengan dosis intensitas rendah dapat memfasilitasi proses penyembuhan saat diaplikasikan selama fase granulasi healing proses. Hanya dengan terapi latihan menggunakan dosis yang tepat dapat mengembalikan pemulihan cidera awal untuk beradaptasi dengan aktivitas fisik atlet.
Latihan pada fase rehabilitasi awal mengurangi efek yang merugikan seperti diuse atau imbolisasi. Atlet dapat meningkatkan kondisi fisiknya dengan training , namun training itu segera membalikkan keadaannya ketika aktivitas berhenti atau berkurang, dengan efek nyeri menjadi jelas dalam waktu singkat seperti beberapa hari. Sayangnya, kondisi tubuh karena cidera berbalik lebih cepat daripada kondisi perbaikan. Sebagai contoh, seseorang yang tidak terlatih, dapat meningkatkan kondisi cardiovascularnya 1% per hari dengan training, tetapi laju pembalikkan kondisi lebih besar yaitu 3% sampai 7% jika mereka menjadi tidak aktif. Oleh karena itu, atlet yang masa inaktivitasnya lama akan lama juga mengembalikan level preinjury fitnessnya.
kesimpulan: Mengurangi atau menghilangkan nyeri, bengkak, dan efusi sendi secepatnya. Sumber aktivitas saraf afferent menghasilkan refleks inhibisi yang berhubungan dengan otot dimana dapat menjadi penghambat proses rehabilitasi.
sumber gambar pencarian google
sumber artikel buku (hubungi untuk mengetahui buku yang dimaksud)
to be continue...
Cidera dapat menimbulkan problem seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot. Nyeri dan bengkak merupakan sinyal bagi spesialis rehabilitasi dan atlet bahwa telah terjadi tanda kerusakan jaringan yang mendasari keputusan klinis dalam mempertimbangkan rehabilitasi exericse yang akan diberikan kepada atlet terkait dengan problem cidera yang dialaminya. Problema yang timbul pada cidera seperti bengkak, nyeri, dan spasme otot dapat menghambat terapi latihan.
Aktivitas Reseptor Afferent Perifer
Nyeri dapat bersifat akut, kronik, dan persisten.
Nyeri akut terjadi setelah cidera dan terjadi dalam durasi singkat ( beberapa hari). Nyeri akut merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah.
Nyeri kronik terjadi setidaknya kurang lebih 6 bulan, hilang timbul, dan resisten terhadap intervensi atau treatment. Nyeri kronik menjadi panjang setelah cidera awal sembuh sebagai akibat dari perubahan biomekanik atau kebiasaan tubuh bersikap dalam mempertahankan bagian tubuh untuk mengindari nyeri. orang yang mengalami nyeri kronik biasanya akan merasakan bahwa dirinya sudah terbiasa dengan nyeri itu sendiri.
Nyeri persisten berbeda dengan nyeri kronik, secara umum nyeri persisten terjadi sebagai respon dari treatment yang berkepanjangan melebihi waktu dimana terjadi beberapa kondisi yang varibel dan adanya perubahan interpretasi seseorang terhadap nyeri itu sendiri, artinya nyeri yang ada pada dirinya sudah melewati ambang batas. Tipe nyei persisten ini dapat merubah komponen kebiasaan kognitif pada otak yang dimana dibutuhkan penanganan psikolog untuk mengatasi nyeri seperti ini.
Mengontrol edema (yang terjadi pada jaringan lunak di luar sendi) dan mencegah terjadinya efusi ( cairan berlebih di dalam sendi) merupakan proses rehabilitasi yang kritis untuk berbagai alasan. Edema dapat meningkatkan tekanan lokal pada jaringan dimana terjadinya kompresi saraf sensoris ending dan berperan dalam sensasi nyeri. Efusi sendi meningkatkan tekanan intraartikular dan aktifitas saraf afferent yang berperan dalam inhibisi otot. Faktanya, bahwa kecilnya peningkatakn cairan pada sendi (sekitar 10mL) dapat menghasilkan 50% sampai 60% penurunan kontraksi maksimum otot quadriceps.
Modalitas elektro terapi merupakan insturment untuk mengontrol dan mengurangi respon cidera berupa nyeri, bengkak, dan spasme otot, dimana atlet dapat memulai terapi latihan awal seperti latihan ROM (range of motion) dan latihan penguatan otot untuk mencegah imobilisasi dan disuse. Modalitas terapi membantu tubuh mengurangi respon terjadinya inflammasi tetapi sedikit mengganggu proses penyembuhan jaringan. Oleh karena itu, penggunakan modalitas elektro terapi harus dipilih yang intensitasnya rendah, seperti ultrasound dengan dosis intensitas rendah dapat memfasilitasi proses penyembuhan saat diaplikasikan selama fase granulasi healing proses. Hanya dengan terapi latihan menggunakan dosis yang tepat dapat mengembalikan pemulihan cidera awal untuk beradaptasi dengan aktivitas fisik atlet.
Latihan pada fase rehabilitasi awal mengurangi efek yang merugikan seperti diuse atau imbolisasi. Atlet dapat meningkatkan kondisi fisiknya dengan training , namun training itu segera membalikkan keadaannya ketika aktivitas berhenti atau berkurang, dengan efek nyeri menjadi jelas dalam waktu singkat seperti beberapa hari. Sayangnya, kondisi tubuh karena cidera berbalik lebih cepat daripada kondisi perbaikan. Sebagai contoh, seseorang yang tidak terlatih, dapat meningkatkan kondisi cardiovascularnya 1% per hari dengan training, tetapi laju pembalikkan kondisi lebih besar yaitu 3% sampai 7% jika mereka menjadi tidak aktif. Oleh karena itu, atlet yang masa inaktivitasnya lama akan lama juga mengembalikan level preinjury fitnessnya.
kesimpulan: Mengurangi atau menghilangkan nyeri, bengkak, dan efusi sendi secepatnya. Sumber aktivitas saraf afferent menghasilkan refleks inhibisi yang berhubungan dengan otot dimana dapat menjadi penghambat proses rehabilitasi.
sumber gambar pencarian google
sumber artikel buku (hubungi untuk mengetahui buku yang dimaksud)
to be continue...
0 comments:
Post a Comment