a.
Pengertian
Muscle energy techniques
(MET) merupakan teknik osteopatik yang memanipulasi jaringan lunak dengan
gerakan langsung dan dengan kontrol gerak yang dilakukan oleh pasien sendiri
pada saat kontraksi isotonik atau isometrik yang bertujuan untuk meningkatkan
fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. Muscle energy techniques memiliki prinsip manipulasi dengan cara
yang halus, dengan kekuatan tahanan gerak yang minimal hanya sebesar 20-30%
dari kekuatan otot, melibatkan kontrol pernapasan pasien, dan dengan repetisi
yang optimal. Muscle energy techniques
(MET) bekerja dengan merilekskan otot tanpa menimbulkan nyeri dan kerusakan
jaringan melalui tekanan yang ringan dan lembut sehingga tidak membuat jaringan
iritasi dan teregang kuat (Chaitow, 2006; Webster, 2001).
Muscle energy techniques
(MET) merupakan teknik isometrik dan isotonik yang digunakan untuk
strengthening atau meningkatkan tonus otot yang lemah, melepaskan hipertonus,
stretching ketegangan otot dan fascia, meningkatkan fungsi muskuloskeletal,
mobilisasi sendi pada keterbatasan gerak sendi, dan meningkatkan sirkulasi
lokal, dan mengurangi nyeri (Grubb et all, 2010; Chaitow, 2006; Fryer, 2011).
Intervensi pada keterbatasan
gerak sendi dapat dimodifikasi menggunakan MET soft tissue stretching dan
mobilisasi sistem osteoligamentous seperti yang ditunjukan dengan peningkatan
ROM melalui teknik pulse muscle energy technique (Chaitow, 2006).
b.
Bentuk-Bentuk Muscle Energy Techniques
Terdapat dua tipe muscle
energy technique yaitu Post Isometric Relaxation (PIR) dan Reciprocal
Inhibition (RI) yang dijelaskan sebagai berikut (Chaitow, 2006; Grubb, 2010):
1)
Isometric Muscle Energy Techniques
Isometric muscle energy techniques yang
biasanya disebut post isometric
relaxation (PIR) memiliki pengaruh utama yaitu mengurangi tonus pada otot
yang mengalami hipertonus dan mengembalikan panjang istirahat normal otot.
Mekanisme kerjanya yaitu secara singkat dimana gamma afferent kembali ke
serabut intrafusal dan kembali ke panjangnya, yang merubah panjang istirahat
serabut ekstrafusal otot.
2)
Isotonic Muscle Energy Techniques
Isotonic muscle
energy techniques menggunakan teknik reciprocal innervations/inhibition
yang memiliki prinsip kerja yaitu ketika otot angonist berkontraksi dan
memendek, otot antagonist harus rileks dan memanjang sehingga gerakan terjadi
dibawah pengaruh otot agonist. Kontraksi otot agonist reciprocal menghambat
otot antagonist sehingga menimbulkan gerakan yang pelan, lebih kuatnya
kontraksi otot angonist, hambatan lebih terjadi, dan otot antagonist lebih
rileks.
c.
Pengaruh
Neurofisiologis Muscle Energy Techniques
1)
Post Isometric Relaxation (PIR) Berpengaruh pada Golgi
Tendon Organ (Chaitow, 2001)
PIR mengacu pada pengurangan tonus otot
agonist setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena receptor stretch
yang disebut golgi tendon organ yang terletak pada otot agonist. Reseptor ini
bereaksi terhadap overstretching otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya
berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi reaksi terhadap regangan
berlebih, mencegah ruptur dan memiliki pengaruh lengthening karena relaksasi
yang terjadi tiba-tiba pada seluruh otot dibawah pengaruh stretching.
Dalam teknik
ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang
sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent
dari golgi tendon organ masuk ke akar dorsal spinal cord dan bertemu dengan
inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron efferent dan
oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun,
yang berjalan menghasilkan relaksasi dan
pemanjangan otot agonist.
Gambar
2.30 : Fisiologi post isometric relaxation
Sumber
: Muscle Energy Techniques, 2006
Diambil
tanggal : 23 Februari 2012
2)
Reciprocal Inhibition
(RI) Berpengaruh pada Muscle Spindle (Chaitow, 2001)
RI mengacu pada inhibisi otot
antagonist ketika kontraksi isometrik yang terjadi dalam otot agonist. Hal ini
terjadi karena receptor strecth dalam serabut otot agonist muscle spindle.
Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang otot secara tetap dengan
memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi, dalam hal ini arah muscle
spindle memainkan bagian dalam proprioceptif. Dalam respon untuk peregangan,
muscle spindle menghentikan impuls saraf yang meningkatkan kontraksi, hingga
mencegah over stretching.
Muscle spindle menghentikan
impuls yang membangkitkan serabut saraf afferent atau otot agonist, bertemu
dengan excitatory motor neuron otot agonist (dalam spinal cord) dan pada waktu
yang sama menghalangi motor neuron otot agonist mencegah kontraksinya. Hal ini
menghasilkan relaksasi antagonist sehingga disebut reciprocal inhibition. Saat
agonist berhenti berkontraksi melawan tahanan, muscle spindle berhenti
membebaskan dan otot relaksasi, hal ini memiliki efek yang sama seperti post
isometric relaxation.
Gambar 2.31 : Fisiologi reciprocal inhibition
Sumber : Muscle Energy Techniques, 2006
Diambil tanggal : 23 Februari 2012
Singkatnya, ketika otot
agonist berkontraksi melawan tahanan yang sama (secara isometric) terjadi
respon stretch dua reseptor. Pertama muscle spindle bereaksi meregangkan otot
dan direspon oleh inhibisi antagonist (RI), kedua golgi tendon organ merespon
peregangan pada tendon, kemudian
dilakukan inhibisi lanjut oleh otot agonist (PIR), hal ini akan membuat muscle
spindle menginhibisi secara efektif untuk memberikan relaksasi agonist.
Muscle spindle sensitif
terhadap perubahan panjang dan perubahan
kecepatan serabut otot sedangkan golgi tendon organ sensitif terhadap lamanya
perubahan tegangan otot. Stretching otot dapat mengakibatkan peningkatan aliran
impuls dari muscle spindle ke posterior
horn cell (PHC) pada medulla spinalis. Sebaliknya, anterior horn cell (AHC)
mengalirkan peningkatan motor impuls ke
serabut otot yang membuat perlindungan tegangan terhadap regangan tahanan.
Tetapi peningkatan tegangan
terjadi beberapa detik dalam golgi tendon organ yang mengalirkan impuls ke PHC
dan menghambat pengaruh peningkatan stimulus motor di AHC. Pengaruh hambatan
ini menyebabkan pengurangan impuls motor dan terjadi rileksasi. Hal ini secara
tidak langsung menerangkan bahwa lamanya regangan otot akan meningkatkan
seluruh kemampuan regangan menyebabkan perlindungan relaksasi pada golgi tendon
organ untuk menolak pencegahan kontraksi.
3)
Pada sirkulasi darah
Muscle energy techniques
merupakan teknik yang dilakukan secara halus dan tanpa tekanan pada jaringan. Tekanan
pada jaringan yang keras akan menimbulkan efek perlawanan atau pertahanan
jaringan terhadap respon tekanan keras yang mengakibatkan kerusakan atau
iritasi pada jaringan membentuk microtears atau luka kecil yang menimbulkan
peradangan dan nyeri. Peradangan yang terjadi akan membuat darah mengisi
jaringan yang mengalami luka dan menimbulkan nyeri yang menambah kerusakan pada
jaringan. Jaringan yang mengalami ketegangan, pemendekan dan kekakuan akan
mengakibatkan sirkulasi darah tidak lancar dan menjadi iskemik yang membentuk
trigger point di otot atau spasme. Iskemik pada jaringan menyebabkan penumpukan
zat iritan, penumpukan sisa metabolisme dan oksigen terhambat untuk masuk ke
dalam jaringan (Chaitow, 2006).
Muscle energy techniques
diaplikasikan pada jaringan yang mengalami ketegangan, pemendekan, dan kekakuan
dengan tahanan yang diberikan pada otot secara halus atau dengan energy yang
lembut dan tanpa tekanan paksa pada jaringan yang akan menimbulkan pengaruh
rileksasi pada jaringan sehingga ketegangan pada jaringan berkurang, terjadi
peningkatan sirkulasi darah, pengangkutan zat iritan, meningkatkan metabolisme,
dan oksigen dapat masuk ke dalam jaringan (Chaitow, 2006).
4)
Pada Vena dan Limpatik
Kontraksi dan relaksasi otot
merupakan mekanisme yang berpengaruh besar untuk gerakan vena dan cairan
limpatik. Kontraksi otot yang ritmik meningkatkan darah pada otot dan aliran
limpa, gaya mekanik terjadi pada fibroblast dalam jaringan konektif yang
merubah tekanan intertisial dan meningkatkan aliran darah transcapilary. Kontraksi
otot meningkatkan cairan jaringan intertisial dan aliran limpatik, dan
aktivitas fisik meningkatkan aliran limpatik perifer dalam pembuluh yang
terpusat pada pembuluh sangkar torak, dan dalam otot selama kontraksi
konsentrik dan isometrik otot. Muscle
energy techniques dapat membantu aliran limpatik dan membersihkan jalan
keluar cairan jaringan sehingga memperbesar hipoalgesia dan merubah tekanan
intramuscular dan tonus pasif jaringan (Fryer, 2000).
5)
Pada fascia
Fascia kaya akan nerve ending yang mampu berkontraksi dan
elastis, fascia memberikan penyangga dan stabilitas pada struktur jaringan
sehingga postur seimbang, fascia berperan dalam membantu sirkulasi vena dan
limpatik, dan merespon kongesti jaringan oleh formasi jaringan fibrous yang
meningkatkan konsentrasi ion hydrogen pada jaringan artikular dan periartikular
otot (Fryer, 2011).
Stress mekanik yang terjadi
pada tubuh akan mempengaruhi fascia sehingga terjadi stress pada fascia yang
menyebabkan ketegangan fascia karena kontraksi otot yang salah, perubahan
posisi visceral, dan stress mekanikal secara bertahap yang terjadi pada tulang
belakang otot (Fryer, 2011).
Ketegangan pada fascia akan
menimbulkan efek penumpukan sisa metabolisme dan terjadi iskemik sehingga
muncul fibrous. Fibrous atau abnormal crosslink yang terjadi pada fascia akan
menyebabkan timbulnya trigger point pada otot atau titik nyeri yang menyebar
dan terjadi perlengketan fascia dengan otot (Fryer, 2011).
Muscle energy techniques
dapat melepaskan perlengketan yang terjadi pada fascia dengan melepaskan
fibrous dan meningkatkan sirkulasi darah dan meningkatkan metabolisme dengan
peregangan yang halus dan rileks serta tanpa paksaan terhadap jaringan sehingga
nyeri berkurang (Chaitow, 2006).
6)
Pada otot
Otot yang over kontraksi akan
mengakibatkan hipertonus. Hipertonus yang terjadi akan menyebabkan ketegangan
otot. Hal ini akan merubah fisiologi
otot oleh mekanisme refleks. Ketika otot berkontraksi, panjang dan tonusnya
berubah yang mempengaruhi fungsi biomekanikal, biokimia, dan immunologi. Kontraksi
otot memerlukan energi dan hasil proses metabolisme dalam bentuk
karbondioksida, asam laktat, dan pembuangan metabolisme lain yang harus ditransportasikan
dan dibuang (Chaitow, 2006).
Muscle energy techniques
memanjangkan otot yang terjadi pemendekan, mengurangi kontraktur, mengurangi
hipertonus otot yang spastic dan secara fisiologikal memperkuat kelompok otot
yang mengalami kelemahan.
MET dapat digunakan untuk
membantu meningkatkan kekuatan otot yang mengalami kelemahan dengan cara pasien
mengkontraksikan otot yang mengalami kelemahan melawan tahanan fisioterapis
secara kontraksi isometrik dengan halus dan lembut.
Peningkatan metabolisme pada
otot akan mengurangi ketegangan otot, memanjangkan otot melalui pengaruh rileksasi
muscle energy techniques, pengaruh
rileksasi jaringan lunak otot diperoleh dengan mereduksi ketegangan jaringan
kontraktil otot sehingga stress pada jaringan otot berkurang dan meningkatkan
kekuatan otot serta menyeimbangkan kontraksi antara otot agonist dan antagonist
pada otot postural yang mengalami ketidakseimbangan dimana satu sisi mengalami
kelemahan dan sisi lain mengalami pemendekan otot akibat kesalahan postur
(Grubb, 2010).
Teknik isometrik muscle energy techniques menggunakan
resisten dengan minimal force dimana hanya beberapa serabut otot yang aktif
sedangkan serabut lain terinhibisi. Selama rileksasi dimana pemendekan otot
diregangkan secara ringan dengan menghindari stretch reflex sehingga menimbulkan efek analgesia dan otot menjadi
lebih rileks. Force yang digunakan yaitu 20-30% akan menimbulkan recruitment
pada serabut otot phasic daripada serabut otot tonik sehingga tercapai pengaruh
stretching otot.
7)
Pada sendi
Kekakuan sendi dapat menyebabkan pemendekan otot dan
pemendekan otot dapat menyebabkan kekakuan sendi. Selain itu, adanya nyeri,
spasme pada jaringan lunak, dan ketegangan otot dapat menyebabkan kekakuan
sendi atau hipomobilitas sendi. MET dapat mengoreksi mobilitas sendi yang
mengalami kekakuan dengan cara merilekskan otot yang mengalami pemendekan,
spasme, dan ketegangan sehingga tercapai ROM baru (Gibbons, 2011).
Fisioterapi menggunakan teknik
MET untuk membantu merilekskan otot yang mengalami pemendekan dan hipertonus.
Jika sendi mengalami keterbatasan ROM, yang diidentifikasi bahwa yang
menyebabkan keterbatasan ROM tersebut karena otot mengalami hipertonus, teknik
ini dapat membantu menormalkan jaringan lunak
(Gibbons, 2011).
8)
Pada facet joint
Mekanisme kontraksi dan
rileksasi muscle energy techniques pada otot paravertebral akan melepaskan
stress pada kapsul sendi facet dan memobilisasi gerak segmen vertebrae dalam
melepaskan nyeri yang menyebabkan terjadinya stretch reflex pada kapsul sendi facet. Hal ini terjadi sebagai
akibat dari inhibisi aktivitas alpha motor neuron secara dinamik pada gerak
sendi vertebra melalui kontraksi otot secara isometrik (Fryer, 2000).
Trauma kecil akan meningkatkan
luka pada kapsul sendi zygapophysial dan menghasilkan efusi synovial. Gerak
pasif sendi dan kontraksi otot yang ritmik dapat meningkatkan tekanan
fluktuatif intra-synovial pada sendi zygapophysial yang meningkatkan aliran
trans-synovial keluar dari sendi untuk mengurangi efusi (Fryer, 2000).
d.
Prinsip Teknik Muscle Energy Techniques
Prinsip pelaksanaan muscle energy techniques antara lain (Chaitow, 2006):
1)
Palpasi
Sebelum menerapkan teknik muscle energy
techniques, fisioterapi melakukan pemeriksaan pada otot atau sendi yang
mengalami tightness, hipomobiliti, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk
menentukan target jaringan yang akan dilakukan treatment. Palpasi dapat
dilakukan dengan melakukan gerak pasif pada segmen tubuh pasien yang mengalami hipomobiliti,
spasme, dan tightness. Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan relatif
halus dan rileks pada otot atau sendi saat dilakukan gerak pasif untuk
menentukan besarnya ketegangan tonus otot atau mobilitas sendi.
2)
Menutup Mata
Fisioterapis melakukan pemeriksaan palpasi pada
target jaringan sambil menutup mata, untuk merasakan seberapa besar ketegangan
tonus otot atau mobilitas sendi sambil menggerakkan segment yang dilakukan
pemeriksaan secara pasif secara perlahan dan halus serta merasakan end feel
pada sendi. Setelah menemukan bagian otot atau sendi yang mengalami spasme,
tightness, hipertonus, hipermobile, hipomobiliti, dan sebagainya, fisioterapis
menandai penemuannya kemudian membuka mata.
3)
Kontrol Tahanan Gerak
Tahanan gerak pada saat dilakukan kontraksi
isometric pada otot agonist hanya sebesar 20-30% dari kekuatan otot
pasien/fisioterapis. Maksud dari kecilnya tahanan gerak ini agar otot tidak
mengalami regangan atau stretch yang berlebihan dan pada jaringan lain agar
tidak mengalami stress berlebihan yang menambah kerusakan jaringan dan
mengiritasi jaringan sehingga menambah inflammasi pada jaringan.
4)
Waktu Kontraksi
Waktu kontraksi isometric yang dilakukan yaitu 10
detik. Panjang waktu kontraksi ini dibutuhkan untuk beban kerja Golgi
tendon terhadap pengaruh secara neurologis pada serabut intrafusal muscle
spindle yang mengambat tonus otot dan memberikan kesempatan pada otot untuk
mendapatkan panjang istirahat otot yang baru.
5)
Teknik Pulse
MET ditambahkan teknik pulse atau dorongan pada
sendi yang mengalami keterbatasan atau hipomobiliti sangat baik untuk
melepaskan retriksi dan perlengketan pada kapsul ligament sendi. Teknik pulse MET yang diterapkan pada hipomobiliti
sendi dengan dorongan ke anterior secara halus dan perlahan mengikuti gerak
sendi dan pernapasan pasien.
6)
Pernapasan
Pernapasan pada MET sangat penting karena rileksasi yang diberikan lebih
besar dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan
kontraksi isometric, pasien diinstruksikan untuk mengembuskan napas dengan
perlahan dan rileks serta setelah MET, pasien diinstruksikan untuk menarik dan
menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan
untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan
dan otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien dengan rileksasi
yang dihasilkan.
7)
Regangan atau Stretching
Setelah melakukan isometric selama 10 detik, fisioterapis meregangkan
otot selama 30 detik dengan perlahan dan halus. Peregangan ini tidak boleh
dilakukan lebih atau kurang dari 30 detik. Regangan yang kurang dari 30 detik
tidak akan memaksimalkan fleksibilitas otot dan menambah panjang istirahat otot
yang baru. Sedangkan regangan yang lebih dari 30 detik akan menimbulkan stress
regangan berlebih pada otot dan jaringan.
8)
Waktu pengulangan
Pengulangan yang dilakukan hanya 5X sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot.
e.
Penggunaan Muscle Energy Techniques
1)
Mengurangi pemendekan otot.
2)
Mengurangi hipertonus otot.
3)
Ketidakseimbangan otot.
4)
Hipomobiliti sendi.
5)
Memperkuat otot atau
kelompok otot yang mengalami kelemahan.
6)
Nyeri miofascial.
7)
Memulihkan gerak sendi
akibat disfungsi articular.
f.
Penggunaan Muscle Energy Techniques yang tidak
Dianjurkan
1)
Fraktur yang tidak stabil
2)
Osteoporosis
3)
Arthritis pada sendi yang
sudah parah
4)
Sendi yang menyatu atau
tidak stabil.
0 comments:
Post a Comment